Minggu, 19 Februari 2023

Dikabulannya Doa Dengan Membaca Surah Al-Waaqi’ah



Seorang ibu berusia 65 tahun bernama Nurwati di Semarang saat itu sedang gamang. Ia tengah berdiri di sebuah konter bank setelah menarik dana sebesar 1 juta rupiah. Rasa sedih menghinggapinya lagi. Hampir  saja ia menangis meratapi jumlah saldo tabungannya yang kini tersisa 7 juta sekian. Bukan masalah uang yang tersisa yang sebenarnya yang membuat ia hampir menangis. Namun, sungguh jumlah saldo itu semakin jauh saja dari Biaya Setoran Haji yang berjumlah 28 juta.

Sudah berkali-kali ia mencoba menyisihkan uang yang ia miliki untuk dapat berhaji. Namun sudah berulang kali angka saldo itu tidak pernah lebih dari 8 juta rupiah. Setiap kali sampai angka tersebut, selalu saja ada keperluan mendesak yang harus ia tutupi. Jadi saldo di tabungannya bukan makin bertambah tapi semakin berkurang. Semalam Nurwati tidak dapat menahan gundahnya. Ia laporkan kegalauannya kepada Tuhan Yang Maha Mendengar dalam doa dan munajat. Setelahnya ia juga membaca surah Al-Waaqi’ah yang memang sudah dirutinkannya untuk dibaca sehabis shalat.

Seolah mendapat ilham dari Allah, paginya ia menarik dana sebesar 1 juta, kali ini dana yang ia tarik bukan untuk keperluannya pribadi, namun uang sebesar itu akan ia infakkan kepada anak-anak yatim yang berada di lingkungannya. Sejak pagi Nurwati sudah keluar dari rumah. Menjelang sore baru ia kembali setelah mengambil uang di bank dan kemudian membagikannya kepada anak-anak yatim di sekitar.

Ia tiba di rumah pada pukul setengah empat sore. Ia langsung menuju kamar. Usai ganti baju dan shalat Ashar, ia panggil pembantunya yang bernama Suminah untuk membuatkan secangkir teh.

Suminah pun datang dan membawa secangkir teh untuk sang majikan. Dalam rumah seluas 200 meter itu hanya mereka berdua yang mendiami. Ibu Nurwati adalah  seorang perempuan yang sudah belasan tahun menjanda. Ia memiliki 3 orang putra dan 2 orang putri. Kini semuanya telah berkeluarga dan meninggalkan rumah. Ibu Nurwati tinggal sendiri bersama Suminah di masa tuanya.

Saat Suminah datang membawa secangkir teh pesanan majikannya. Setelah  meletakkan cangkir teh di meja, Suminah mendekat ke arah majikannya untuk menyampaikan sebuah berita.

“Bu... tadi saat ibu pergi, mas Andi datang kira-kira jam 9. Ia tadinya mencari ibu, tapi karena ibu tidak ada di rumah, ia menulis sebuah surat dan menitipkan sebuah amplop coklat.”

Nurwati pun kemudian mengatakan, “Oalaah... kok nggak bilang-bilang kalau mau datang. Aku kan juga kangen, sudah lama nggak ketemu. Ayo, mana suratnya. Mungkin dia juga kesal, sudah datang jauh-jauh tapi tidak ketemu dengan bundanya.”

Suminah pun masuk kembali untuk mengambil surat dari mas Andi dan amplop yang dititipkan. Amplop coklat itu seperti berisikan sejumlah uang. Bentuknya pun tebal, apalagi pada amplop tersebut bertuliskan logo sebuah Bank. Namun hasrat untuk membuka amplop itu ditahan oleh bu Nurwati. Tangannya kemudian bergerak ke arah selembar kertas yang disebut oleh Suminah sebagai sebuah surah itu.

Bu Nurwati mulai membacanya.  Diawali dengan basmallah dan salam, surat itu pun dibuka. Tak lupa ucapan dan doa kesehatan untuk bunda dari anak-anaknya.

Tak lebih dari dua menit, surat itu telah selesai dibaca oleh bu Nurwati. Namun dalam masa yang singkat itu, air mata membanjiri kedua matanya, mengalir deras membasahi pipi dan beberapa bulir terlihat jatuh di surah yang ia pegang.

Kemudian ia pun mengintip uang yang ada di dalam amplop coklat itu. kemudian dia berucap “Subhanallah!”  berulang-ulang seraya memanjatkan rasa syukur yang mendalam kepada Tuhan atas anugerah yang tiada terkira.

Seusai mengontrol hatinya, ia segera menelepon Andi, anak pertamanya. Saat nada sambung terdengar, ia menarik nafas yang dalam. Begitu tersambung, bu Nurwati langsung mengucapkan salam dan mengatakan,

“Terima kasih ya Nak... Subhanallah, padahal baru semalam ibu mengadu kepada Allah kepingin berhaji, tapi ibu malu mau cerita kepada kalian semua. Takut ngrepotin... Eh, kok malah pagi-pagi kalian semua nganterin uang sebanyak itu. Makasih ya, Nak... nanti ibu juga mau telponin adik-adikmu yang lain. Semoga murah rejeki dan tambah berkah!”

Di seberang sana, Andi, putera pertamanya berkata, “Sama-sama Bu... itu hanya kebetulan kok. Beberapa hari yang lalu saya ajak adik-adik untuk rembugan supaya bisa menghajikan ibu. Kebetulan kami semua sedang diberi kelapangan, maka alhamdulillah uang itu dapat terkumpul. Mudah-mudahan Ibu bisa berhaji selekas mungkin...”

Nada suara Andi terdengar ceria oleh ibunya. Seceria hati bu Nurwati kini. Sudah lama ia bersabar untuk dapat berhaji ke Baitullah. 

Alhamdullillah setelah penantian sekian lama, Allah lapangkan jalan bu Nurwati untuk datang ke rumah-Nya dengan begitu mudah. Dengan dana 50 juta dari anak-anaknya, niat berhaji pun ia wujudkan pada tahun 2009. 

Walillahil Hamd!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar