Jumat, 26 Mei 2023

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tatkala hendak shalat mencium istri beliau.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tatkala hendak shalat mencium istri beliau.




Dari Urwah dari Aisyah bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mencium salah seorang istrinya kemudian keluar untuk shalat dan beliau tidak berwudhu. Maka akupun berkata, ‘Siapa lagi istri Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tersebut kalau bukan engkau’ maka Aisyah pun tertawa. (HR Abu Dawud no 179, At-Thirmidzi no 86 Ibnu Majah no 502, Ahmad VI/210 no 25807)

Hadits ini di antara dalil-dalil yang menunjukkan bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu.

Ibnu Taimiyyah ditanya tentang seorang lelaki yang tidak menjimaki istrinya hingga sebulan atau dua bulan maka apakah ia mendapat dosa atau tidak? Dan apakah seorang suami dituntut untuk menjimaki istrinya?

Beliau menjawab, “Wajib bagi seorang suami untuk menjimaki istrinya dengan yang sepatutnya. Bahkan ini termasuk hak istri yang paling ditekankan yang harus ditunaikan oleh suami, lebih daripada memberi makan kepadanya. Dan jimak yang wajib (dilakukan oleh suami) dikatakan bahwasanya wajibnya sekali setiap empat bulan, dan dikatakan juga sesuai dengan kebutuhan sebagaimana sang suami memberi makan kepada istri sesuai kadar kebutuhannya dan kemampuannya. Dan inilah pendapat yang paling benar di antara dua pendapat tersebut.” (Majmu’ Fatawa XXXII/271)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Dan seseorang di antara kalian menjimaki istrinya maka hal itu merupakan sedekah”. Mereka (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kita melepaskan syahwatnya lantas ia mendapatkan pahala?”. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Bagaimana menurut kalian jika ia melepaskan syahwatnya pada tempat yang haram (zina) bukankah ia berdosa? Maka demikianlah jika ia melepaskan syahwatnya di tempat yang halal maka ia mendapatkan pahala.” (HR Muslim no 1006)

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa menjimak istri merupakan ibadah yang pelakunya diberi ganjaran pahala. Barangsiapa yang kurang dalam melakukan ibadah ini (jimak) maka ia telah kurang dalam menunaikan kewajibannya. Oleh karena itu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya istrimu memiliki hak yang harus kau tunaikan.” (HR Al-Bukhari II/696 no 1873)

Hal ini menunjukkan bahwa jimak merupakan hak istri yang harus ditunaikan oleh seorang suami. Sikap kurang memperhatikan hak ini bisa menimbulkan banyak cek-cok dalam kehidupan keluarga, bahkan terkadang merupakan sebab terbesar timbulnya perceraian.

Anas bin Malik berkata, “Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memiliki sembilan orang istri. Beliau jika membagi (giliran jatah menginap) di antara mereka bersembilan maka tidaklah beliau kembali kepada wanita yang pertama kecuali setelah sembilan hari. Mereka selalu berkumpul di rumah istri yang gilirannya mendapat jatah nginap Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Maka suatu saat mereka berkumpul di rumah Aisyah lalu datanglah Zainab dan beliau mengulurkan tangannya kepada Zainab. Aisyahpun berkata, “Ini adalah Zainab”, maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pun menarik tangannya kembali. Lalu mereka berdua (Aisyah dan Zainab) saling berbicara hingga mereka berdua berbicara dengan suara yang hiruk. Dan ditegakkan shalat, lalu Abu Bakar melewati mereka dan mendengar suara mereka berdua, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu pun berkata, “Keluarlah wahai Nabi Allah untuk shalat, dan aku akan menabur tanah pada mulut mereka berdua”. Lalu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pun keluar untuk shalat, Aisyah pun berkata, “Jika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah selesai shalat akan datang Abu Bakar dan akan mengatakan kepadaku ini dan itu”. Tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam selesai shalat maka Abu Bakar pun mendatangi Aisyah dan berkata kepadanya dengan perkataan yang tegas.” (HR Muslim II/1084 no 1462)

Ibnu Katsir berkata, “...Dan istri-istri beliau berkumpul setiap malam di rumah istri yang mendapat giliran jatah menginapnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau pun terkadang makan malam bersama mereka kemudian masing-masing kembali ke tempat tinggalnya.” (Tafsir Ibn Katsir I/467)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar