Tahun 2010 ketika aku bertemu Mas Toro di salah satu bank BUMN terbesar, dia begitu bersemangat.
“Tenang Mas, besok aku mau bikin Dokter Bakso, saya jamin rame... saya pun pengen jadi pengusaha!” katanya.
Aku hanya tersenyum saja.
Waktu berlalu, 4 tahun tak bertemu tiba-tiba aku ketemu Mas Toro di sebuah resepsi pernikahan, wajahnya terlihat begitu cerah. Ketika kutodong mana Dokter Baksonya? Beliau menjawab, “Allah menunjukkan jalan lain yang lebih luar biasa Mas, besok aku ceritakan.”
Baru dua minggu lalu aku ke rumahnya. Saat itu aku begitu tercenung mendengar kisahnya.
“Sudah tiga tahun aku resign dari bank itu Mas, posisi sudah mapan dengan gaji 10 juta perbulan, setahun aku bisa menerima bersih 200 juta termasuk bonus-bonusnya, namun dalam hati terdalam aku gelisah luar biasa, hutangku menumpuk 450 juta, kartu kreditku platinum hutangnya puluhan juta. Dan aku setiap hari berkeliling menawarkan hutang-hutang baru kepada nasabahku. Ada yang mengganjal dalam hatiku ketika membaca ayat-ayat Al Qur’an tentang riba, ditambah dengan nasabah-nasabahku yang kelimpungan ketika bisnisnya merugi dan tidak bisa membayar cicilan, pihak bank tidak mau tahu dan tetap ditagih untuk membayar.”
Aku terdiam, karena akupun pernah mengalaminya. Ketika jatuh tempo membayar terlewati satu hari saja mereka sudah menelpon dan SMS tiada henti. Risihnya setengah mati. Mereka tidak peduli kalau uangnya masih diputar untuk membeli bahan baku dan operasional sana sini.
Lanjutnya, “Bismillah... aku niatkan pada Allah membersihkan diri Mas, aku resign dari bank di tengah pertentangan kawan dan keluarga, uang pensiunku hangus, aku hanya punya keyakinan... Allah tidak akan ingkar janji.”
Nekat bener orang ini.
“Aku bilang pada istriku Mas, rumah kami akan kujual. Kita ngontrak dulu, kita mundur selangkah untuk melompat maju. Uangnya aku gunakan untuk beli tanah, aku bangun rumah petak dan mulai aku jual. Alhamdulillah langsung laku. Hasil penjualan aku belikan tanah lagi, bangun jual lagi. Begitu seterusnya. Dalam 2 tahun hutangku lunas Mas.. Aku sudah bisa membeli rumah ini cash. Semua hutang kartu kreditku juga lunas.”
Wow... terus?
“Ketika kita yakin seyakin yakinnya dengan kekuasan Allah, kita niat membersihkan diri, jalan akan terbuka luas Mas. Tahun lalu aku membeli tanah di dekat Jogja Expo Center, kudiamkan saja. Aku hanya di rumah, anter anak sekolah. Tiap adzan aku langsung ke mesjid shalat berjamaah. Pokoknya tidak boleh telat... 10 bulan kemudian tanah itu ditawar orang, aku lepas untungnya 900 juta. Sekarang coba Mas, pekerjaan apa yang bisa memberiku gaji sebesar itu dalam 10 bulan? Aku hanya punya keyakinan ingin bebas riba, ikut aturan Allah. Dan sungguh Allah tunjukan jalannya, Allah tidak ingkar janji Mas.”
Obrolan siang itu sudah memecah konsentrasiku, ketika Mas Toro mengantarku ke depan rumahnya, mobil baru sudah ada di sana.
“Empat tahun lalu aku hanya karyawan bank dengan motor, ketika aku manut pada aturan Allah, ternyata benar-benar Allah tunjukkan jalannya. Rumah ini aku beli 500 juta, renovasi sedikit habis 100 juta, sekarang sudah diatas 1 milyar nilainya...”
Lain hari seorang ustadz mengirim capture dari seorang pengusaha di Bogor yang juga melepas aset-asetnya. Dijual demi melunasi hutang, tak peduli lah dengan gaya hidup dan pamer kemewahan kalau itu hanya hasil hutang. Semu dan palsu belaka. Benar kalau ada yang pernah mengingatkan, bisnis itu bukan hanya soal untung rugi, tapi surga atau neraka. Maha Benar Allah dengan segala firmannya. (Sumber: Twitter @Saptuari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar