Jumat, 24 Februari 2023

3 Waktu Larangan Menguburkan Jenazah.



Menguburkan jenazah merupakan kewajiban muslim kepada jenazah. Jenazah hendaklah wajib diurusi dari mulai memandikan, membungkus, menshalatkan, dan menguburkan.

Dalam syari’at islam dalam penguburan jenazah haruslah memperhatikan waktunya. Karena Rasulullah saw menyarankan untuk dapat memperhatikan waktu penguburan jenazah, berikut ada waktu yang dilarang Rasulullah menshalatkan dan menguburkan jenazah:

1. Pada tiga waktu terlarang.

Dari Uqbah bin Amir ra, ia berkata “Ada tiga waktu Rasulullah saw melarang kami mengerjakan shalat, atau mengubur jenazah yaitu ketika matahari terbit hingga tinggi, di waktu matahari tegak berdiri hingga bergeser ke arah barat, dan ketika matahari menjelang terbenam hingga tenggelam.”

2. Di kegelapan Malam

Dari Jabir ra ia berkata, “Bahwa Nabi saw pernah menyebutkan seorang sahabatnya yang meninggal dunia, lalu dikafani dengan kain kafan yang tidak cukup dan dikebumikan di malam hari, maka Nabi saw mengecam upaya penguburan jenazah di malam hari hingga ia dishalati, kecuali orang yang karena terpaksa melakukannya.

Manakala diharuskan melakukan pemakaman di malam hari karena terpaksa, maka hal itu boleh. Sekalipun harus menggunakan lampu ketika menurunkan mayat ke dalam kubur untuk mempermudah pelaksanaan penguburan, berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas ra berkata, “Bahwa Rasulullah saw Pernah mengubur mayat seorang laki-laki pada malam hari dengan menggunakan lentera ketika menurunkannya ke dalam kubur.”

Hadis Uqbah bin Amir

Sahabat Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan,

Ada tiga waktu, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk melakukan shalat sunah mutlak dan menguburkan jenazah kaum muslimin, yaitu ketika matahari baru terbit hingga sudah naik ke atas, ketika matahari tepat berada di atas kepada hingga dia condong sedikit dan ketika matahari hampir terbenam, sampai tenggelam. (HR. Ahmad 17841, Muslim 1966, Abu Daud 3194 dan yang lainnya).

Sebagian ulama berpendapat, bahwa larangan dalam hadis ini statusnya larangan makruh. Dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Diantara yang berpendapat demikian adalah an-Nawawi. Dalam Syarh Muslim, beliau mengatakan,

Yang benar, mengenai makna hadis, bahwa secara sengaja mengakhirkan pemakaman mayit di 3 waktu tersebut hukumnya terlarang, sebagaimana dimakruhkan mengakhirkan pelaksanaan shalat Asar hingga cahaya matahari menguning, tanpa udzur. Dan ini merupakan shalatnya orang munafik. Sebagaimana disebutkan dalam hadis shahih, bahwa orang munafik shalatnya sangat cepat seperti mematuk 4 kali. Namun jika pemakaman dilakukan di 3 waktu ini dilakukan tanpa sengaja, maka tidak dimakruhkan. (Syarh Muslim, 6/114).

Sementara ulama lain, berpendapat bahwa hadis ini berlaku sebagaimana makna tekstualnya. Artinya hukumnya terlarang kecuali jika dalam kondisi darurat. Tanpa memandang kesengajaan. Sehingga ketika ada jenazah yang karena sebab tertentu baru bisa dimakamkan di 3 waktu tersebut, maka yang harus dilakukan adalah menunggu berlalunya tiga waktu larangan itu.

Dalam buku Ahkam al-Janaiz dinyatakan,

Takwil an-Nawawi (bahwa larangan ini sifatnya makruh), tidak memiliki dalil. Karena hadisnya bersifat mutlak, berlaku bagi orang yang sengaja maupun yang tidak sengaja. Sehingga yang benar, tidak boleh memakamkan jenazah ketika waktu itu, meskipun tanpa sengaja. Oleh karena itu, ketika kita menjumpai 3 waktu itu bertepatan dengan pemakaman jenazah, hendaknya kita menundanya sampai waktu larangan itu berlalu. (Ahkam Janaiz, hlm. 139).

Hadis Jabir bin Abdillah

Sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma menceritakan,

Suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berceramah, lalu beliau menyinggung terkait salah satu sahabat yang meninggal, kemudian dikafani dengan kain yang tidak menutupi seluruh tubuhnya, dan dimakamkan malam hari. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras memakamkan seseorang di malam hari, setelah dia dishalati, kecuali jika masyarakat terpaksa melakukannya. (HR. Ahmad 14510, Muslim 2228 dan yang lainnya).

Dalam hadis di atas, terdapat kalimat, “fazajarannabi”

Yang artinya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras. Kata ‘zajara’ itu lebih kuat larangannya dibandingkan kata ‘naha’.

Karena itu, ulama berbeda pendapat dalam memaknai hadis ini. Ada dua riwayat dari Imam Ahmad. Salah satu riwayat beliau berpendapat makruh, dan dalam riwayat lain, beliau berpendapat terlarang, kecuali jika kondisinya darurat.

Al-Mardawi menjelaskan,

Dari riwayat Imam Ahmad, makruh memakamkan jenazah malam hari. Ini disebutkan Ibnu Hubairah kesepakatan ulama 4 madzhab tentang ini. ada juga riwayat dari beliau, bahwa tidak boleh memakamkan jenazah malam hari, kecuali jika dalam kondisi darurat. (al-Inshaf, 2/384)

Kemudian di sana ada riwayat lain, bahwa Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, pernah ditanya seseorang, ‘Bolehkah memakamkan jenazah malam hari?’ jawab beliau,

Boleh, dulu Abu Bakr dimakamkan di malam hari. (HR. Baihaqi dalam al-Kubro 6705 dan dishahihkan al-Albani).

Imam Bukhari dalam shahihnya membuat judul Bab:

Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu dimakamkan di malam hari. (Shahih Bukhari, 5/249).

Bahkan menurut keterangan Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dimakamkan para sahabat di malam hari.

Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan, “Saya tidak tahu proses pemakaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga saya mendengar suara linggis yang digunakan untuk gali tanah di akhir malam, di malam rabu.” (HR. Ahmad 25065 dan dinyatakan layak dinilai hasan oleh Syuaib al-Arnauth).

Bahkan, banyak sahabat senior yang dimakamkan malam hari. Diantaranya Abu Bakr, Utsman, A’isyah, Ibnu Mas’ud, Fatimah, radhiyallahu ‘anhum, mereka semua dimakamkan di malam hari.

Karena itu, pendapat yang tepat dalam hal ini adalah dengan mengkompromikan semua riwayat di atas. Diantara kompromi yang bagus, disampaikan oleh Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi. Dalam salah satu fatwanya, beliau menyatakan,

“Terdapat hadis yang melarang memakamkan jenazah di malam hari dan ada hadis yang membolehkan. Komprominya, bahwa jika memakamkan jenazah di malam hari menyebabkan hak pengurusan mayit terkurangi (menjadi tidak sempurna), maka hukumnya makruh. Seperti tidak menemukan kafan yang mencukupi, atau liang kuburnya tidak sempurna.”

“Namun jika tidak mengurangi hak jenazah dalam proses pemakamannya, dibolehkan. Beberapa sahabat dimakamkan di malam hari. Abu Bakr dimakamkan malam hari, demikian pula sahabat lain dimakamkan malam hari, tidak mengapa. Selama tidak mengurangi hak mayit, baik yang terkait cara memanDikan, mengkafani dan penggalian kubur.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar