Pada tahun 2000, saya dan suami membuka toko material bahan bangunan dengan modal 70 juta, dan toko milik pribadi. Waktu itu harga semen masih 17 ribu (sekarang 65 ribu). Alhamdulillah toko langsung ramai pembeli, sehingga kami bisa menabung beli rumah dan berangkat haji (tahun 2004, daftar haji 8 bulan sebelum bulan Dzulhijjah, bisa langsung berangkat, tidak seperti sekarang, mengantri gara-gara talangan haji/riba).
Pada tahun 2004, untuk penambahan modal, kami ajukan kredit 200 juta ke bank. Sebelumnya kami datang ke BCA, MANDIRI, DANAMON, tapi tidak di-acc. Terakhir barulah BRI yang menyetujui kredit ini dengan kontrak 2 tahun, bunga flat 1,5% (3 juta/bln). Jadi bayar pokoknya di akhir yaitu tahun 2006. Jaminannya surat tanah milik pribadi plus pinjam sertifikat tanah orang tua.
Sebelum dana cair, harus keluar uang dulu 3 juta untuk pembayaran asuransi, provisi, notaris, kertas dan lain-lain.
Bisa dihitung bunganya, yaitu:
3 juta x 24 bulan = 72 juta + 3 juta (asuransi dll) = 75 juta!
Ternyata, saat jatuh tempo kami belum bisa membayar. Akhirnya hutang diperpanjang kontraknya. Dan tentu saja harus membayar asuransi lagi 3 juta di notaris dengan bunga yang sama seperti dulu.
Disanalah kami banyak berpikir, apa manfaatnya uang pinjaman ini? Kami juga tidak bisa menabung dan laba jualan justru digunakan untuk membayar bunga. Kalau pun bisa membeli mobil pribadi, itu pun dengan cara kredit.
Alhamdulillah ‘ala kulli hal, mulailah kami ikut kajian-kajian, sedikit demi sedikit mengerti riba dan bahayanya. Kami bertekad untuk bisa membayar lunas hutang 200 juta ini dengan target di akhir tahun 2008 lunas. Banyak berdo’a, meminta pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala.
Setiap bulan, sambil mengatur stok barang, ada uang berapapun, 10 juta, 5 juta, 2 juta, langsung setor. Tidak mengapa berkurang barang, yang penting kita bertekad untuk membayar hutang! Dalam waktu 18 bulan hutang lunas berikut bunganya. Rasanya? Plong luar biasa… alhamdulillah. Langkah kedua, jual mobil pribadi, hasilnya dibayarkan ke leasing. Nggak punya mobil? Tidak apa-apa... masih ada mobil bak angkutan.
Setelah lunas semua... mulailah kami bisa menabung lagi, beli mobil lagi, bekas tapi cash, tidak kredit. Hidup lebih tenang, toko bisa libur, bisa hadiri kajian, santai... tidak seperti dulu dikejar-kejar setoran. Sekarang barang stok mengambil dari kredit sales-sales, tempo 1 bulan. Akadnya jelas hutang piutang barang. Kalau toko sedang sepi, ambil barang sedikit, kalau kira-kira toko mau ramai panen, ambil barang banyak. Begitu saja seterusnya.
Sudah 3 tahun ini, petugas dari BCA, MANDIRI, DANAMON, BRI, belum koperasi atau apalah, datang menawarkan hutang. Tidak tanggung-tanggung, menawarkan sampai angka bermilyar-milyar. Begitulah gambaran sekarang, mudah sekali pinjam uang, ditawari. Dulu mau pinjam saja susah sekali. Tapi kami tolak, SAY NO TO RIBA!
Di saat toko lain berlomba-lomba jualan dengan barang dan harga yang kompetitif, kami berusaha untuk qana’ah saja. Kapok, apalagi membayangkan perhitungan nanti di akhirat.
Pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala amat dekat, kami yakin itu, ada saja kemudahan-kemudahan rezeki. Saat ini ada dua orang saudara yang menaruh saham, kerjasama jualan keramik. Dibelikan keramik, ketika sudah terjual semua barulah bagi hasil, begitu seterusnya. Alhamdulillah sampai saat ini usaha kami semakin lancar. (Sumber: http://solusiriba.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar