Kamis, 21 Juli 2022

POSISI SEKS YANG AMAN SAAT HAMIL DI ATAS USIA 35 TAHUN

 



Berhubungan seks bagi pasangan suami istri yang sah merupakan salah satu bentuk pernyataan kasih sayang, kebersamaan dan kedekatan perasaan dalam hubungan suami istri. Namun ketika sang istri sedang hamil, banyak kebingungan dan keragu-raguan bahkan ketakutan yang dialami oleh pasangan suami istri dalam melakukan hubungan seksual. Banyak pertanyaan yang menggelayut di benak mereka, apakah seks benar-benar harus dihindari oleh ibu hamil? Apakah seks aman bagi bayi yang dikandungnya? Apakah orgasme akan membahayakan kehamilan? Lantas seperti apakah posisi seks yang aman bagi ibu hamil? 

Untuk menjawab pertanyaan pertanyaan tersebut ada hal penting yang harus dilakukan. Pertama periksa dan konsultasikan dulu kehamilan dengan dokter kandungan untuk memastikan bahwa kandungan dalam kondisi sehat dan normal. Waktu yang tepat untuk berhubungan seks yaitu pada trimester pertama hingga usia 7 bulan. Pada waktu ini ibu hamil sudah merasa relaks dan lebih nyaman. Pada trimester pertama kehamilan, sebaiknya Anda menunda hubungan seks terlebih dahulu, Pasalnya, pada waktu ini mudah terjadi kontraksi. Ari-ari belum terbentuk sehingga dapat mengakibatkan keguguran bila terjadi kontraksi dahsyat. Sedangkan pada usia kehamilan 7-9 bulan, frekuensi hubungan seks sebaiknya dikurangi sampai janin berusia 9 bulan karena sangat membahayakan janin. Kontraksi dapat mengakibatkan pecah ketuban dan bayi dapat terinfeksi. Waktu yang sangat membahayakan yaitu antara usia kandungan 7-8 bulan. 

Apakah hubungan seksual tetap boleh dilakukan selama masa kehamilan? Ini adalah salah satu pertanyaan yang sering dilontarkan pasangan muda atau sang istri mengawali kehamilan pertama. Jawabannya bisa boleh dan bisa tidak, tergantung kondisi dari perempuan dan kehamilannya. “Pasangan tetap boleh melakukan hubungan seksual apabila kehamilan pada kondisi normal”. Artinya kehamilan tersebut bukan merupakan kehamilan dengan risiko tinggi, dimana salah satu ciri kehamilan risiko tinggi adalah muncul komplikasi atau menemukan gejala yang tidak biasa terjadi setelah atau selama melakukan hubungan seksual. Diantaranya rasa nyeri, kontraksi atau keluar darah. ”Jika menemukan gejala ini sebaiknya hubungi dokter sebelum melakukan hubungan seksual lagi.

Hubungan seksual selama masa kehamilan, pada umumnya diperbolehkan asalkan dilakukan dengan hati-hati. Selain perubahan fisik, wanita yang sedang hamil biasanya memiliki perubahan kebutuhan akan perhatian dan keintiman dalam hubungan dengan pasangannya. Dari sisi emosional, wanita hamil lebih sensitif, dan keintiman sudah bisa mereka rasakan lewat sentuhan atau sekedar bicara berdua dengan pasangan di tempat tidur sambil berpegangan tangan, meski begitu hubungan seks sama sekali tidak dilarang selama masa kehamilan. Hubungan seksual sebaiknya dilakukan setelah kehamilan 16 minggu serta 6 minggu sebelum dan 6 minggu setelah persalinan. 

Perubahan hormon juga mempengaruhi hasrat seksual selama hamil. Tiga bulan pertama perempuan hamil biasanya lebih bergairah walaupun rasa mual dan pusing sering menyerang. Sedangkan tiga bulan selanjutnya sensasi baru akan terasa karena adanya perubahan fisik tubuh.

Hanya saja, walau perubahan hormonal bisa membuat hasrat bertambah besar, namun kondisi fisik bisa saja mempengaruhi suasana hati sehingga malah membungkam hasrat itu. Seperti pada triwulan pertama, walau hormon membuat libido naik, tetapi rasa mual, muntah dan sakit kepala bisa saja membekukan hasrat tersebut. Begitu bulan ketiga terlewati, umumnya libido timbul kembali. Biasanya, karena tubuh telah terbiasa dengan kondisi kehamilan. Kehamilan juga belum terlalu besar sehingga tidak terlalu memberatkan. Hasrat seksual bisa turun kembali pada triwulan terakhir. Banyak ibu merasa sangat tidak nyaman, merasa pegal di punggung dan pinggul, dan nafas lebih sesak dan kembali merasa mual.

Tidak ada patokan batas seberapa sering hubungan seksual dapat dilakukan selama hamil. Sepanjang kondisi kehamilan Anda baik-baik saja, berapa kalipun tidak masalah.

Yang penting, Anda dan suami musti mempertimbangkan kebugaran tubuh Anda berdua. Jangan sampai frekuensi hubungan seks malah menimbulkan kelelahan dan bisa-bisa penyakit lain malah menyerang karena tubuh lelah rentan terserang virus.

Posisi seks yang aman untuk ibu hamil adalah sebagai berikut :

1. Posisi Ibu Hamil di Atas

Posisi ini merupakan posisi yang paling baik digunakan oleh ibu hamil, karena dalam posisi ini ibu hamil dapat mengontrol kedalaman dan kecepatan penetrasi suami.  

2. Posisi Berbaring Miring

Posisi berbaring miring berhadapan mungkin dapat dilakukan saat pertengahan kehamilan saat perut ibu hamil belum terlalu besar. Namun jika perut ibu hamil sudah mulai membesar, posisi miring ini dilakukan dengan posisi suami berada di belakang ibu hamil.

3. Posisi Ibu Berlutut

Ibu hamil berlutut dan dibantu dengan meletakkan bantal di bawah perutnya dengan tujuan mengganjal, dan suami dapat melakukan penetrasi dari belakang.

4. Posisi Ibu Hamil Duduk

Pada posisi ini memungkinkan ibu hamil mengontrol kedalaman dan kecepatan penetrasi suami. Posisi ini biasanya dilakukan pada kehamilan memasuki usia pertengahan atau lanjut ketika tidak memerlukan banyak gerakan. Suami duduk dan ibu hamil duduk di atasnya saling berhadapan, atau jika kehamilan sudah membesar, ibu hamil dapat duduk membelakangi suami.

5. Posisi laki-laki di atas tetapi berbaring hanya separuh tubuh

Yang paling penting saat melakukan semua posisi seks selama kehamilan ini adalah jangan meletakkan berat badan Anda ke perut ibu hamil selama hubungan seksual atau batasilah tekanan di perut ibu hamil. 

Dalam melakukan hubungan seksual yang aman selama kehamilan perlu diketahui rambu–rambu/batasan, sehingga kehamilan ibu tidak mengalami gangguan :

  • Sebelum melakukan penetrasi yang dalam, yang harus diutamakan adalah kenyamanan dan kebebasan ibu hamil.
  • Penggunaan benda asing di sekitar vagina atau alat bantu seks, sebisa mungkin dihindari.
  • Rasa pengertian, empati, kreatifitas dan humor adalah aspek yang sebaiknya ada ketika melakukan hubungan seksual pada saat kehamilan.
  • Kapan pun, ibu hamil berhak mengatakan ’Tidak’ jika kondisi kandungan bermasalah.
  • Jika kehamilannya memiliki risiko tinggi, penetrasi dan orgasme sebaiknya dihindari sampai dokter menyatakan aman. Rangsangan melalui puting juga harus dihindari pada kondisi kehamilan seperti ini.
  • Hindari penetrasi jika air ketuban bocor atau pecah.
  • Kontak seksual dalam bentuk apa pun harus dihindari jika ibu hamil atau pasangannya telah terkontaminasi atau terkena virus HIV. Gunakan kondom jika memang tetap ingin melakukan aktivitas seksual.
  • Seorang wanita yang hamil namun memiliki riwayat infertilitas, abortus habitualis dan primi tua sebaiknya dianjurkan tidak melakukan hubungan kelamin dalam kehamilan muda (sebaiknya > 16 minggu). Jika terjadi pendarahan selama kehamilan walaupun sedikit, merupakan kontraindikasi untuk melakukan hubungan seksual. Perlu diingat sikap hati-hati saat bersenggama, sebaiknya tetap diperhatikan pasangan pada empat bulan pertama kehamilan, karena dikhawatirkan bisa terjadi abortus spontan. Hal ini bisa terjadi, karena placenta sebagai pelindung kehamilan belum terbentuk sempurna, padahal selain fungsinya sebagai bantalan (pelindung) janin, placenta ini menghasilkan hormon progesteron yang dikenal sebagai hormon penguat kehamilan.
  • Sikap hati-hati ini, juga harus diperhatikan oleh suami-istri saat kehamilan 7 sampai 9 bulan karena dikhawatirkan adanya kontraksi rahim, dapat memicu kelahiran prematur (kelahiran saat usia kehamilan 28-37 minggu).
  • Keguguran bisa disebabkan karena banyak hal antara lain, infeksi kandungan, infeksi mulut rahim, atau hanya karena asupan gizi yang kurang baik. Selain itu abortus bisa terjadi karena benturan seperti jatuh atau akibat hubungan seksual. Kontraksi rahim saat hubungan seksual terjadi, bila istri mencapai orgasme, yakni otot vagina dan rahim mengalami kontraksi. Jika kontraksinya kuat bisa menyebabkan pendarahan setelah berhubungan intim ini disebabkan karena pada saat orgasme pembuluh darah yang masuk ke dalam placenta (untuk menyalurkan Oksigen) terjepit, sehingga dikhawatirkan asupan oksigen ke janin terhambat. Selama Kontraksi yang tidak berkepanjangan hal ini tak perlu dikhawatirkan. Namun buat wanita yang pernah keguguran atau kesulitan mendapat anak, disarankan hati-hati waktu melakukan hubungan seksual pada hamil muda, atau dihindari sama sekali.
  • Orgasme yang terjadi pada waktu kehamilan tidak berbahaya untuk bayi karena adanya lendir dari cervik (mulut rahim) dari ibu yang membantu melawan terhadap kuman/infeksi yang akan masuk ke dalam pintu rahim, dan secara alamiah Tuhan menciptakan suatu perlindungan yang aman pada bayi dalam kandungan, sehingga bayi terlindung. Bayi dalam kandungan berada dalam kantung rahim dan cairan ketuban serta otot rahim dan perut yang kuat yang melindungi bayi selama dalam proses kehamilan.
  • Jika kehamilan yang ada termasuk kehamilan dengan risiko tinggi, atau dokter mengantisipasinya kemungkinan komplikasi, atau Anda menemukan sesuatu gejala yang tidak biasa setelah atau selama melakukan hubungan seksual seperti rasa nyeri, kontraksi atau keluar darah, sebaiknya hubungi dokter Anda sebelum Anda melakukan hubungan seksual lagi atau lakukan absensi selama kehamilan masih berlangsung. 
  • Banyak mitos tentang seks dan kehamilan yang beredar luas di masyarakat, dan dianggap sebagai suatu kebenaran. Karena dianggap benar, maka perilaku seksual juga dipengaruhi dan mengikuti informasi yang salah sesuai dengan mitos itu.
  • Harus sering. Salah satu mitos yang beredar luas di masyarakat ialah hubungan seksual harus sering dilakukan selama masa hamil, agar bayi di dalam rahim dapat bertumbuh subur dan sehat. Alasannya, dengan melakukan hubungan seksual maka bayi mendapat siraman sperma sehingga bertumbuh subur dan menjadi bayi yang normal dan sehat. Maka tidak sedikit pasangan suami istri yang berupaya agar sering melakukan hubungan seksual selama hamil dengan tujuan agar sang bayi normal dan sehat. Padahal anggapan tersebut tidak benar sama sekali. Tidak ada hubungan lagi antara sperma dengan bayi yang ada di dalam rahim. Tidak ada hubungan pula antara sperma dan pertumbuhan bayi. Jadi subur dan sehatnya bayi di dalam rahim tidak dipengaruhi oleh ada tidaknya sperma yang masuk selama kehamilan. Yang benar adalah, kualitas sel spermatozoa yang berhasil membuahi sel telur berpengaruh terhadap kesehatan kehamilan yang terjadi.
  • Posisi kanan dan kiri. Mitos yang lain mengaitkan posisi hubungan seksual dengan jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan. Konon kalau posisi pria ketika melakukan hubungan seksual dimulai dari kiri dan diakhiri di sebelah kanan, maka bayi laki-laki yang akan dilahirkan. Sebaliknya, bila hubungan seksual dimulai dari sisi kanan dan diakhiri di sisi kiri, maka bayi perempuan yang akan dilahirkan. Tentu saja informasi ini salah dan sangat tidak rasional, karena jenis kelamin bayi tidak ditentukan oleh posisi pria ketika berhubungan seksual. Jenis kelamin bayi ditentukan oleh jenis sel spermatozoa yang berhasil membuahi sel telur. Kalau spermatozoa dengan kandungan kromosom X yang membuahi sel telur, maka akan terbentuk bayi perempuan. Kalau spermatozoa dengan kromosom Y yang membuahi sel telur, akan terbentuk bayi laki-laki. Tetapi ternyata tidak sedikit orang yang mempercayai mitos itu dan melakukannya.
  • Boleh-tidaknya berhubungan. Anggapan lain yang juga salah tetapi beredar luas di masyarakat ialah bahwa hubungan seksual tidak boleh dilakukan agar tidak mengganggu perkembangan bayi. Anggapan ini tidak benar, karena tidak ada alasan bahwa hubungan seksual pasti mengganggu perkembangan bayi,.
  • Sebaliknya ada anggapan lain yang menyatakan bahwa hubungan seksual tidak menimbulkan akibat apa pun terhadap kehamilan, sehingga boleh saja dilakukan seperti sebelumnya. Anggapan ini juga tidak selalu benar, tergantung kondisi kehamilannya.

Hubungan seksual saat kehamilan akan benar-benar menimbulkan permasalahan yang berisiko jika kehamilan istri termasuk dalam kehamilan dengan risiko tinggi, atau ada indikasi terjadi komplikasi. Hubungan seksual tidak diperbolehkan untuk ibu hamil dengan kasus-kasus seperti :
  • Ancaman keguguran atau riwayat keguguran.
  • Pendarahan vagina atau keluar cairan yang tak diketahui penyebabnya serta kram.
  • Dilatasi /pelebaran servik.
  • STD atau penyakit seksual yang menular. Untuk kasus STD disarankan tidak melakukan hubungan seksual sampai STD sudah disembuhkan.
  • Air ketuban sudah pecah.
  • Telah terjadi pembukaan jalan lahir.
  • Riwayat kelahiran prematur.
  • Plasenta tidak normal.
  • Wanita yang memiliki anak kembar atau kembar tiga.
  • Wanita yang memiliki leher rahim yang lemah yang cenderung membesar sebelum waktunya.
  • Wanita yang didiagnosa memiliki plasenta yang rendah.

Jika kehamilannya memiliki risiko tinggi, penetrasi dan orgasme sebaiknya dihindari sampai dokter menyatakan aman. Rangsangan melalui puting juga harus dihindari pada kondisi kehamilan seperti ini dikarenakan bisa kemungkinan menyebabkan kontraksi karena rangsangan yang terjadi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar