Selasa, 05 Juli 2022

Jenazah Yang Enggan Dishalati Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam.



Rasulullah saw enggan menyalati orang yang meninggal, diantaranya:

  • Pelaku dosa besar, seperti meninggalkan shalat, zakat, begitu juga pezina, pemabuk dan semisalnya. 

Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu: “Rasulullah apabila diminta untuk menshalati jenazah, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menanyakan perihal (perilaku) sang mayat. Apabila dipuji dengan baik, beliau menerima dan menshalatinya. Namun bila disebut-sebut buruk perangainya, beliau mengatakan kepada keluarganya,’Itu urusanmu’. Dan beliau tidak menshalati.” [HR. Ahmad, Hakim]

  • Hukuman Had (kecuali jika bertobat). 

Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu: “Bahwa ada seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi mengaku bahwa dirinya hamil akibat berzina, seraya berkata, ‘Wahai Nabi Allah, aku telah melanggar batas, maka kenakanlah hukuman (had) kepadaku.” Nabi kemudian menyuruh untuk mendatangkan walinya dan mengatakan kepadanya, ‘Berlaku baiklah terhadapnya, dan apabila telah melahirkan maka datanglah engkau bersamanya kepadaku.” Perintah itu pun dilakukannya. Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk melaksanakan hukuman rajam terhadapnya, lalu menshalatinya. Melihat demikian Umar Ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu bertanya, “Engkau menshalati orang yang berzina, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Sungguh wanita ini telah bertobat. Seandainya tobatnya dibagikan kepada penduduk Madinah pastilah akan mencukupinya. Apakah engkau lihat ada tobat yang lebih utama dari dia yang mengakui dirinya berbuat dosa lalu meminta untuk dijatuhi hukuman atasnya karena mengharap ridha Allah?” [HR. Muslim, Abu Dawud, Nasa’I, Tirmidzi, Darimi, Baihaqi, Ibnu Majah]

  • Bunuh diri.

Dari Jabir bin Sanrah radhiyallahu ‘anhu: “Ada seorang laki-laki yang tengah sakit dan diratapi keluarganya. Orang sakit tersebut bunuh diri dengan menusukkan anak panah ke jantungnya. Beliau kemudian bersabda, ‘Kalau begitu aku tidak akan menshalatinya.” [HR. Abu Dawud, Muslim, Nasa’I, Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim, Baihaqi, Ath-Thayalusi]

  • Mayat yang berutang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya. 

Dari Salamah bin al-Akwa radhiyallahu ‘anhu: “Suatu saat kami duduk-duduk bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba didatangkan kepada beliau jenazah seraya pembawanya mengatakan, ’Ya Rasulullah shalatilah mayat ini.’ Beliau bertanya, ’Apakah mayat ini mempunyai utang?’ Mereka menjawab, ‘Tidak’. Beliau bertanya kembali, ’Apakah ia meninggalkan sesuatu (harta)?’ Mereka menjawab, ’Tidak’. Maka beliaupun menshalatinya.” ”Juga didatangkan kepada beliau jenazah lain dan pembawanya memohon kepada Rasulullah, shalatilah mayat ini. Beliau bertanya, ’Apakah orang ini meninggalkan sesuatu?’ Mereka menjawab, ’Tidak’. Beliau bertanya lagi, ‘Apakah ia mempunyai utang?’ mereka menjawab, ’Tiga dinar.’ Beliau kemudian bersabda. ’Kalau begitu silakan saja kalian menshalatinya’. Berkatalah seorang dari kaum Anshar bernama Qatadah, ’Ya Rasulullah, shalatilah mayat ini dan akulah yang akan memikul dan bertanggung jawab atas utangya.” [HR. Bukhari, Ahmad] 

Dari Abu Huraihah radhiyallahu ‘anhu: “…Barangsiapa meninggal sedang ia mempunyai utang dan dia tidak meninggalkan harta untuk membayarnya maka akulah yang akan menanggung pembayarannya. Sedangkan siapa saja yang meninggalkan harta, maka menjadi hak bagi ahli warisnya.” [HR. Bukhari, Muslim, Nasa’I, Ibnu Majah, Tahalusi, Ahmad] 

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu: “…Karenanya siapa saja yang meninggalkan utang, maka akulah yang akan memenuhi pembayarannya, dan siapa saja yang meninggalkan harta, maka bagi ahli warisnya.” [HR. Abu Dawud, Nasa’i]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar