Selasa, 19 Juli 2022

Amalan yang Menghantarkan Bakti kepada Orang Tua




Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara, yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang shalih. (HR. Muslim no. 1631)

Bagi seorang anak, ada beberapa amalan yang tetap bisa dilakukan agar tetap bisa berbakti kepada kedua orang tuanya. Amalan berikut ini merupakan suatu amalan yang dapat bermanfaat bagi kedua orang tua sehingga dapat lebih menjamin tempat mereka di sisi Allah swt.

1. Beristighfar bagi keduanya

Amalan ini sesungguhnya merupakan amalan yang paling ringan untuk dilakukan. Yaitu kita selaku anak mendoakan kedua orang tua setiap selesai shalat wajib, atau waktu-waktu ijabah. Doanya diantaranya sebagai berikut. “rabbighfirlii waliwadayya warhamhuma kama rabbayani shagira.”  Semoga bibir kita tidak pernah kering dan lelah mengucap doa tersebut.

Dalam sebuah hadist qudsi disebutkan, “Diangkat derajat seorang yang sudah mati, kemudian berkata “Ya Rabb apa (penyebab) ini”? Kemudian Allah menjawab, “Anakmu memohonkan ampun untukmu.”

2. Berdoa segala yang baik bagi keduanya

Dalam sebuah hadist juga disebutkan, “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara, yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang shalih.” (HR. Muslim no. 1631)

3. Melunasi segala hutang-hutangnya

Sebagai anak yang berbakti, melunasi hutang orang tua ialah tanggung jawab, dan keluarga besar almarhum juga harus memberikan bantuan untuk menyelesaikan permasalahan hutang yang telah meninggal.

Terkadang terjadi problem ketika hutang yang muncul begitu besar sedangkan penghasilan si anak sedikit. Tetapi komitmen untuk melunasi harus tetap ditunjukkan oleh anak agar bisa membantu nasib orang tua di akhirat kelak.

Meskipun terasa berat, percayalah bahwa Allah akan mengirimkan bantuan bagi setiap yang berhutang untuk melunasinya. Adapun bila diantara kita menjadi pihak yang dihutangi maka perlu memberi jangka waktu yang cukup agar anak merasa ringan untuk dilunasi si penghutang. Karena permasalahan hutang merupakan permasalahan serius yang perlu dituntaskan dengan baik. Ada sebuah hadist menyebutkan,

“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ruh seorang beriman tergantung dengan hutangnya, sampai dilunasi hutangnya.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 6779.)

4. Menuntaskan nadzar, kafarat, dan wasiat

Ketiga hal tersebut harus diupayakan untuk dituntaskan dengan baik meskipun membutuhkan waktu dan proses dalam melaksanakannya.

“Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya seorang wanita dari Juhainah, datang kepada Nabi saw. Lalu dia berkata, ‘Sesungguhnya ibu saya telah bernazar melakukan haji, dia meninggal sebelum melaksanakan nazar hajinya. Apakah boleh saya melakukan haji menggantikannya?’ Nabi menjawab: ”Lalukan haji untuknya.” (HR. Bukhori)

5. Bersilaturahmi kepada para kerabat dan sahabat keduanya dan menghormati mereka

Ternyata kebiasaan setelah bulan Ramadan dengan bersilaturahmi kepada sanak kerabat orang tua keluarga yang telah meninggal ada tuntunannya dalam Islam. Hal ini juga termasuk bakti kepada orang tua dengan terus menjaga hubungan baik dengan siapa saja yang dulunya berkenalan baik dengan orang tua kita.

“Barang siapa suka untuk bersilaturahmi dengan bapaknya di kuburannya maka bersilaturahmi-lah kepada teman-teman bapaknya setelah kematiannya.”

Adapula hadist lain yang memiliki makna cukup sama dengan hadist di atas yaitu, “Sesungguhnya suatu hal paling berbakti ialah silaturahmi seorang anak pada kerabat yang mencintai ayahnya.”(HR. Muslim)

6. Bersedekah agar bermanfaat bagi keduanya

“Sesungguhnya ibu dari Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia, sedangkan Sa’ad pada saat itu tidak berada di sampingnya. Kemudian Sa’ad mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedangkan aku pada saat itu tidak berada di sampingnya. Apakah bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya, bermanfaat.’ Kemudian Sa’ad mengatakan pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Kalau begitu aku bersaksi padamu bahwa kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya’.” (HR. Bukhari)

Nah itulah beberapa amalan yang dapat dilakukan oleh siapa saja yang masih hidup untuk didedikasikan kepada orang tua. Orang yang telah meninggal lebih membutuhkan orang-orang yang masih hidup agar dapat mendoakan keduanya dan juga beramal shalih.

 Memandang kepada kedua orang tua dengan perasaan penuh kasih adalah termasuk ibadah. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, yang artinya adalah:

“Melihat kepada kedua orang tua adalah ibadah...”

Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Rafa’i yang bersumber dari Abdillah bin Umar. Disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “Seseorang yang memandang wajah kedua orang tua dengan penuh kasih sayang, maka dia akan dianugerahi pahala oleh Allah swt sama dengan pahala orang yang melaksanakan haji mabrur.”

Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi. Disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “Apabila seorang anak memandang wajah orang tuanya dengan perasaan gembira, maka dia akan memperoleh pahala yang sama dengan pahala orang yang memerdekakan hamba sahaya.” Lalu ada seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana bila si anak memandang sebanyak 300 kali?” Beliau menjawab, “Allah Maha Besar. Pasti Allah akan memberi pahala yang lebih besar lagi.” Yaitu, Allah Maha Kuasa, sama sekali tidak sulit bagi-Nya untuk mengaruniakan pahala yang sedemikian besar itu dalam setiap pandangan.

Imam Baihaqi juga meriwayatkan hadits yang lain. Disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw telah bersabda, “Tidak ada seorang anak yang berbakti kepada orang tua, kemudian dia memandang wajah kedua orang tuanya dengan perasaan kasih, kecuali Allah menulis buatnya pahala ibadah haji mabrur setiap kali pandangan.” Lalu Ibnu Abbas bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau si anak itu sehari memandang 100 kali?” Beliau menjawab: “Yang lebih besar pahalanya. Sebab Allah Maha Besar lagi Maha Baik.”

Ada sebuah riwayat, pada suatu pagi Ali bin Abi Thalib seperti biasa pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat jamaah Subuh bersama Nabi Muhammad saw. Tiba-tiba di tengah jalan ada seorang laki-laki yang sudah lanjut usia, rambutnya sudah putih. Menurut perasaan Ali, laki-laki itu akan pergi ke masjid. Dengan rasa ta’zhir dan penuh kasih Ali berjalan di belakangnya, tidak tega mendahuluinya.

Ketika sampai di depan masjid, Ali terperanjat. Ternyata laki-laki tua itu tidak masuk masjid, terus jalan. Dan ternyata dia adalah seorang Nasrani. Menurut ukuran, Ali sudah terlambat mengikuti shalat jama’ah. Namun Allah swt menghendaki lain.

Pada waktu Nabi Muhammad saw ruku’ pada raka’at kedua, malaikat Jibril diperintahkan untuk menghentikan ruku’ beliau dengan meletakkan sayapnya pada punggung Nabi Muhammad saw. Sementara malaikat yang menjaga perjalanan matahari dipersilahkan untuk menghentikan sejenak. Dan ketika Ali bin Abi Thalib bertakbiratul ihram, kemudian ruku’, maka Nabi Muhammad saw pun bangkit dari ruku’nya dan matahari pun kembali berjalan. Berarti Ali bin Abi Thalib tidak tertinggal jama’ah shalat subuh.

Karamah ini terjadi karena Ali bin Abi Thalib memandang orang tua yang ternyata Nasrani dengan penuh kasih sayang. Apalagi kalau kita mengasihi orang tua kita yang telah mendidik, mangasuh dan membesarkan kita. Tentu akan memperoleh balasan pahala yang sangat besar dari Allah swt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar