Selasa, 07 Juni 2022

Selamat dari Banjir di Mina (Ridlo - NTB)



Pergi haji adalah panggilan, demikian kata-kata yang selalu diulang-ulang oleh pembimbing haji. Dan ucapan ini benar-benar selalu melekat di hati Pak Ridlo. Bahkan sampai dua bulan sebelum musim haji, Pak Ridlo pun belum terpikir untuk berangkat karena selalu merasa belum siap. Namun tiba-tiba semuanya mengalir begitu saja, mulai dari pendaftaran, pembuatan dokumen, manasik dan sampai waktu berangkat di bulan Januari 2005 lalu.

Akhirnya dengan pesawat Boeing 747-400 Garuda Indonesia, rombongan Pak Ridlo pun lepas landas dari bandara Soekarno-Hatta untuk kira-kira sembilan jam kemudian mendarat di Bandara King Abdul Aziz di Jeddah. Selanjutnya dengan bus Pak Ridlo dan rombongan menuju ke Makkah dan menginap di daerah yang namanya Aziziyah.

Sewaktu beberapa hari menginap di Aziziyah, Pak Ridlo dan rombongan menghabiskan waktu dengan memperbanyak ibadah, mendengarkan siraman rohani dan juga sekali-kali belanja di Ben Daud, yang merupakan sebuah pusat perbelanjaan kecil tidak jauh dari penginapan. Rasa persaudaraan dengan teman-teman pun semakin kuat. Dan pertemanan serta persaudaraan ini tetap dijaga bahkan sampai kembali ke tanah air.

Pada saat itu, terdengar berita bahwa pelaksanaan Iedul Adha ternyata dimajukan sehari. Kalau dalam kalender tgl 10 Dzulhijah jatuh pada 21 Januari, maka akan dimajukan pada 20 Januari. Dengan demikian wukuf di Arafah 9 Dzulhijah akan jatuh pada hari Rabu, 19 januari 2005.

Akhirnya rombongan kami, bersamaan dengan jutaan ummat Islam dari seluruh dunia pun mulai bergerak ke Arafah. Sebuah perjalanan rohani yang menakjubkan dan tidak akan terlupakan seumur hidup. Di padang Arafah, pada tanggal 9 Dzulhijah, lebih dari dua juta ummat dari seluruh dunia berkumpul, bersimpuh, berdoa, dan meneteskan air mata. Ya Allah, kami datang untuk memenuhi panggilanmu.

Dari Arafah, kami bergerak menuju Mina dan kemudian menginap di tenda yang telah disediakan. Masih ada rukun yang harus disempurnakan yaitu melempar jumroh. Hari yang tidak terlupakan itu terjadi pada 22 Januari 2005, hari Sabtu yang bertepatan dengan 12 Dzulhijah 1425 Hijriah.

Selepas waktu Dhuha, rombongan Pak Ridlo mulai berangkat untuk melempar jumroh yang kedua. Namun karena ramainya orang, Pak Ridlo dan seorang teman terpisah dari rombongan. Alhamdullilah karena mereka melakukan nafar awal, maka proses rukun haji mereka sudah lengkap selepas melempar jumroh yang berlangsung dengan lancar.

Akhirnya mereka terus berjalan bahkan menuju arah balik ke penginapan di Aziziyah. Siang itu, tiba-tiba hujan mulai turun. Mula-mula rintik-rintik saja, namun makin lama makin lebat saja dan disertai dengan petir dan angin ribut. Untungnya tidak jauh dari situ, terdapat jembatan layang, sehingga mereka pun segera berlindung di bawahnya.

Pak Ridlo dan temannya terus menunggu, dan hujan pun terus berlangsung dan terasa makin lebat. Jalanan pun mulai tergenang dan makin lama makin tinggi airnya. Mereka harus naik ke bebatuan agar kaki tidak terendam air. Makin banyak orang yang berlindung di bawah jembatan. Arus air kian deras bersamaan dengan makin tingginya banjir. Karena ketinggian tanah yang berbukit-bukit, maka air tampak sangat deras mengalir. Bersama air itu terlihat segalanya pun ikut diterjang, kerikil, lumpur, dan sampah terus menerjang mengalir menuju kota Makkah di bawah sana.

Hujan terus turun dengan lebatnya, dan air pun semakin deras. Lebih dari dua jam hujan terus turun. Ramai sekali orang berlindung di bawah jembatan sambil mengucapkan, “Allahu Akbar.” Bercampur aduk segala perasaan. Rasa kagum, takut, sedih, dan syukur bahwa kami selamat dari derasnya air bah. Rasa takut membayangkan apa yang terjadi dengan jamaah yang lain termasuk dengan tempat kami mabit di Mina. Dan tentu saja perasaan ketidakberdayaan manusia terhadap ganasnya kekuasan alam.

Akhirnya setelah hujan reda, mereka pun berjalan pelan-pelan menyusuri puing-puing dan sampah yang berserakan. Terlihat semuanya habis luluh lantak diterjang banjir. Malam harinya mereka kembali ke Aziziyah sehingga tidak perlu lagi kembali ke Mina yang telah diterjang banjir.

Menurut cerita, hujan deras disertai badai yang terjadi dari pukul 15.00-17.00 waktu Arab Saudi, telah mengakibatkan terhambatnya proses melempar jumroh bagi sebagian jamaah haji. Ternyata air hujan turun dari gunung-gunung di sekitar Al-Muadzin dengan membawa tanah dan kerikil. Timbunan tanah dan kerikil ini mengakibatkan jalan di sekitar terowongan Al-Muadzin sulit dilewati karena tidak ada saluran pembuangan air.

Akibat hujan lebat Sabtu sore itu, terjadi genangan air di berbagai tempat di kota ini. Banjir lumpur terjadi dan sempat membuat kemacetan lalu lintas. Puluhan ribu jamaah haji yang berada di Mina, bubar untuk berteduh di bawah terowongan-terowongan. Suasana sangat mencekam namun berkat perlindungan Allah jua mereka selamat dan dapat melanjutkan perjalanan ke Makkah, Madinah dan kemudian kembali dengan selamat ke tanah air.

Suatu pengalaman pergi haji yang tidak terlupakan. Melihat dan mengalami banjir disertai air bah di tanah suci yang konon bahkan sangat jarang mengalami hujan. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar