Jika Allah menghendaki, maka tidak ada yang tidak mungkin. Begitu keajaiban yang dialami oleh Desi. Sakit jantungnya sembuh berkat Dhuha dan sedekah. Bahkan dengan Dhuha dan sedekah itu pula, keluarganya terhindar dari kebangkrutan. Berikut kisahnya.
Divonis jantung, Desi Zailina cuek saja. Ia tidak terlalu serius oleh diagnosa dokter. Ia pun tetap melakukan aktifitas. Padahal saat divonis, ia sedang hamil enam bulan. Ia tetap keluar rumah, beraktifitas. Akibatnya fatal, Desi mengalami sesak nafas. Terpaksa ia menemui dokter lagi. Dokter pun merekomendasi supaya ke Spesialis Jantung. “Jantung ibu bocor!” ujar dokter. Ia pun dirujuk ke RS Jantung Harapan Kita, Jakarta.
Desi bukannya nurut, malah minta pulang kampung ke Palembang, untuk ziarah ke orangtua suaminya, Mazrul Jamal. Bukannya naik pesawat, Desi sama suami melalui jalan darat. Usai ziarah kubur, Desi pun kembali sesak nafas. Pulang ke Jakarta, pembantu masih mudik. Makin capeklah Desi. Tapi dasar bandel, Desi masih mau mengantar anak piknik ke Bandung. Sebagai akibatnya, balik ke Jakarta, sampai di rumah Desi langsung lumpuh. Kaki kirinya tidak bisa digerakkan. Ke kamar mandi pun Desi harus merangkak. Suami yang sedang di luar ditelpon. “Mah, mungkin itu karena asam urat tinggi,” simpul suami. Yang benar, kata dokter, efek dari jantung bocor!
Merasa sudah gawat, Desi minta dirawat inap di klinik. Saat itu, bulan November. Menurut dokter kandungan, Desi akan melahirkan bulan Desember. Pada hari ke-empat di klinik, Desi anfal, sesak nafas hebat.
“Saya sudah bilang ke suami, saya sudah nggak kuat, saya nggak kuat,” tuturnya.
Esok paginya, Desi batuk darah. Tanggal 27 November 2007, Desi baru nurut masuk Harapan Kita. Di UGD dokter kebingungan. Sudah keadaan hamil tua, jantung bocor lagi! Tim dokter memutuskan, janin harus dikeluarkan. Risikonya sangat mengerikan: kematian salah satu dari keduanya, atau kedua-duanya!
“Alhamdulillah, risiko itu tidak sampai terjadi. Anak ke-empat saya lahir dengan bobot 2,2 kilo,” tutur Desi yang tinggal di Komplek Delta Mas, Cikarang.
Derita belum usai. Dua minggu setelah melahirkan, Desi harus operasi jantung. Untungnya operasi lancar. Tapi masa penyembuhannya, enam bulan. Biayanya? Hanya rumah tinggal yang tersisa. Mobil, tabungan, dan sebagainya amblas! “Pokoknya habis-habisan deh,” papar Desi.
Masih belum cukup, selama Desi dirawat, suami harus menunggu. Hasilnya, pegawai swasta itu pun dipecat. Perusahaan tidak mau tahu. Satu bulan absen, tidak ada toleransi: out! Apalagi ini bakal absen berbulan-bulan.
Apakah yang menyebabkan Desi selamat menjalani proses yang menakutkan itu? Persalinan lancar, operasi jantung lancar? Desi masih ingat anak yang sulung Aldi Perdana Ramadhan, saat itu masih kelas empat SD, mengingatkan bahwa apa yang terjadi pada ibunya karena satu hal: kurang sedekah.
“Anak saya bilang, waktu itu saya masih terbaring lemah di rumah sakit, ‘Mah mungkin Mamah kurang sedekah kali, Mah.’” Saya agak tersentak, tapi saya menjawab, ‘Iya mungkin Mamah kurang sedekah.’” Desi akui saat itu tak terlalu serius menanggapi anaknya.
Tapi lama kelamaan, Desi berpikir mungkin benar peringatan anaknya. “Mungkin memang kuncinya pada sedekah. Musibah beruntun ini karena saya dan suami kurang sedekah.” Ia pun menyampaikan hal itu ke suami. Alhamdulillah, suami tanggap. Ia pun segera memesan nasi kotak 130 buah. Nasi kotak itu dikirim ke panti asuhan milik temannya. Tak lupa, Desi menulis surat untuk anak-anak yatim.
“Saya minta didoakan supaya operasi jantung saya lancar.” Dan memang, operasi jantung Desi lancar. Padahal ia baru melahirkan ‘paksa’ anaknya, yang harusnya lahir sebulan lagi itu. Setelah semua tuntas, tuntas pula harta untuk biaya operasi. Suami pun kehilangan pekerjaan. Dengan sisa tabungan, Jamal buka bengkel.
Ada yang mengherankan. Berkali-kali Aldi anaknya mengingatkan supaya jangan lupa sedekah dan tetap shalat Dhuha. Desi dan Jamal pun tiap bulan antar beras 50-100 kilogram ke panti asuhan milik temannya dan tiap hari shalat Dhuha. Hasilnya, “Usaha suami saya lancar. Avanza dan tabungan yang habis, kini diganti Allah SWT dengan yang baru: BMW dan Grand Livina. Kami memperoleh mobil itu Agustus 2008, walau nyicil bayarnya,” tutur Desi.
Akhirul kisah, Desi bersama suami bisa menjalankan ibadah umrah, via Biro Haji & Umrah Wisata Hati. Kaget juga Ustadz Yusuf Mansyur mendengar kisah Desi saat mereka ketemu di Madinah, 9 Juni 2009. “Subhanallah, Mah... ternyata ada yang lebih parah dari kita. Tapi mereka, dengan barakah sedekah, selamat dari kebangkrutan,” tutur Desi mengingat kata-kata Ustadz Yusuf. Yang lebih surprise lagi bagi Ustadz Yusuf, peringatan Allah melalui mulut anak Desi sendiri yang baru kelas empat SD.
Sejak saat itu, Desi dan suaminya, rajin bersedekah. Anaknya, Aldi, juga tak pernah lupa mengingatkan jika Mamah atau Papanya lupa bersedekah. Di sekolah, Aldi memang diajarkan rutin bersedekah oleh gurunya.
Misalnya, tiap Jum’at ada Infak ke Surga, dalam bentuk sedekah beras atau uang. Bahkan ada kupon sedekah yang nilai per kupon Rp 5000. Kebiasaan sedekah ini, melekat erat di benak Aldi. Ibu Desi dan suami, patut bersyukur pada Allah mempunyai anak shalih macam Aldi, dan tak lupa berterimaksih kepada SD Fajar Hidayah, yang mendidik Aldi minded dengan amal sedekah itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar