Jumat, 01 April 2022

Pria Gagah Bukan Jaminan Keluarga Sakinah


Awal mula kehidupan seseorang berumah tangga adalah dimulai dengan ijab qabul. Saat itulah segala sesuatu yang haram menjadi halal. Dan bagi orang yang telah menikah dia telah menguasai separuh agamanya.

“Barang siapa menikah, maka dia telah menguasai separuh agamanya, karena itu hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi.” (HR. Al-Hakim).

Sebuah rumah tangga bagaikan sebuah bangunan yang kokoh. Dinding, genteng, kusen, pintu, berfungsi sebagaimana mestinya. Jika pintu digunakan sebagai pengganti genteng, maka rumah akan bocor, atau salah fungsi yang lain maka rumah akan ambruk. Begitu juga rumah tangga. Suami, istri dan anak harus tahu fungsi masing-masing, jika tidak maka bisa ambruk atau berantakan rumah tangga tersebut.

Suami mempunyai kewajiban mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya, tetapi disamping itu ia juga berfungsi sebagai kepala rumah tangga atau pemimpin dalam rumah tangga. Allah swt dalam hal ini berfirman: 

“Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lainnya dan karena mereka telah membelanjakan sebagian harta mereka.” (QS. An Nisaa’: 34).

Menikah bukan hanya masalah mampu mencari uang, walaupun ini juga penting, tapi bukan salah satu yang terpenting. Suami bekerja keras membanting tulang memeras keringat untuk mencari rezeki yang halal tetapi ternyata tidak mampu menjadi pemimpin bagi keluarganya.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At Tahriim: 6).

Suami juga harus mempergauli istrinya dengan baik: 

“Dan pergauilah istri-istri kalian dengan baik. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisaa’: 19).

Bahkan tingkat keshalihan seseorang sangat ditentukan oleh sejauh mana sikapnya terhadap istrinya. Kalau sikapnya terhadap istri baik, maka ia adalah seorang pria yang baik. Sebaliknya, jika perlakuan terhadap istrinya buruk maka ia adalah pria yang buruk.

“Hendaklah engkau beri makan istri itu bila engkau makan dan engkau beri pakaian kepadanya bilamana engkau berpakaian, dan janganlah sekali-kali memukul muka dan jangan pula memburukkan dia dan jangan sekali-kali berpisah darinya kecuali dalam rumah.” (Al Hadits).

“Orang yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik perlakuannya terhadap keluarganya. Sesungguhnya aku sendiri adalah yang paling baik diantara kalian dalam memperlakukan keluargaku.” (Al Hadits).

Begitulah, suami janganlah kesibukannya mencari nafkah di luar rumah lantas melupakan tanggung jawab sebagai pemimpin keluarga. Suami berkewajiban mengontrol dan mengawasi anak dan istrinya, agar mereka senantiasa mematuhi perintah Allah, meninggalkan larangan Allah swt sehingga terhindar dari siksa api neraka. Ia akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah jika anak dan istrinya meninggalkan ibadah wajib, melakukan kemaksiatan, membuka aurat, khalwat, narkoba, mencuri, dan lain-lain.

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari).

Bagi banyak wanita, lelaki dipilih karena ketampanan dan kegagahannya. Begitu juga banyak pria yang memilih wanita karena kecantikannya. Jika hal ini yang menjadi tujuan, tentu akan menjadi sangat bahaya. Bahaya akan muncul baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Bagaimana jika pria yang dipilih tidak lagi tampan? Bagaimana jika wanita yang dipilih tidak lagi cantik? Penyebabnya dapat bermacam-macam. Bisa karena sakit, karena bekerja terlalu berat, atau ketika menua tentu hilang kecantikan dan ketampanan seseorang. Waktu itulah daya tarik untuk berhubungan suami-istri akan redup. Hal ini akan diperparah dengan kondisi di luar rumah seperti di tempat kerja yang pergaulan lelaki dan wanita cukup bebas. Daya tarik dan rangsangan dari rekan kerja lebih dari istri/suami sendiri. Bila itu terjadi maka akan mudah terjadi pertengkaran bahkan perceraian.

Jika tidak bercerai pun, karena sudah memiliki anak dan tidak ingin berpisah dengan anak-anak, hubungan suami istri tiada lagi keindahannya. Terjadi kerenggangan dalam hubungan dan mudah sekali tersulut emosi untuk marah. Mudah menjadi saling benci. Hal ini tentu akan memberikan tekanan psikologis bagi anak-anak. Anak-anak yang akan menjadi korbannya. Mungkin mereka akan menjadi liar, renggang hubungan dengan orang tua, tidak betah tinggal di rumah, suka mencari hiburan dan kebebasan di luar rumah, maka anak -anak akan menjadi lebih mudah untuk terjebak dengan lingkungan yang tidak baik yang berawal dari rumah tangga yang tidak harmonis dan tidak bahagia.

Jadi ketampanan, kegagahan, kecantikan, semuanya hanya bersifat sementara. Jika usia makin menua, maka wajah pun menjadi kusut. Kulit keriput, gigi lepas satu persatu. Dan rambut memutih. Maka segala pujian tentang ketampanan dan kecantikan akan sirna. Jika tidak didasari cinta karena Allah swt, maka rumah tangga akan segera bubar. Kebahagiaan akan sirna dan sakinah tak dapat dirasa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar