Kamis, 17 Maret 2022

Perjuangan Lepas dari Riba Rp 2,1 M



Namanya adalah Triyono. Allah memberinya kelebihan sejak dia umur dua tahun. Polio menyerang kakinya, sehingga dia tidak bisa berjalan normal. Harus merangkak ketika anak-anak lain sudah berlari. Di dusunnya, di Sukoharjo, Jawa Tengah, dia pernah diasingkan oleh kawan-kawan masa kecilnya. Orang tua mereka melarang bermain dengannya dengan alasan takut tertular.

Triyono kecil yang terasing dengan kakinya yang semakin mengkerut tidak patah semangat, dia justru belajar semakin giat. Sejak SD ia selalu meraih peringkat pertama. Terus menerus jadi juara, pembuktian tanpa banyak kata-kata. Orang tua mereka sekarang menyuruh anak-anaknya datang ke rumahnya, untuk belajar padanya. Masya Allah.

Waktu berlalu. Kaki Triyono sudah terpasang besi di sisi kanan kirinya hingga ke paha, dua kruk juga mampu menyangga tubuhnya. Lulus sebagai sarjana peternakan dengan perjuangan yang pasti melelahkan, bukan hanya soal materi kuliah, tapi juga mengakali kelebihan fisik yang Allah berikan. Triyono memulai berbisnis sesuai dengan ilmunya, dia membangun peternakan ayam dan sapi di Sukoharjo, berkembang begitu pesat, ayamnya hingga puluhan ribu. Begitu juga sapinya. Saya bertemu dengannya 5 tahun lalu di sebuah ajang kompetisi wirausaha. Saya kagum pada semangatnya.

“Hebat kamu Tri... kayak robocop! Kakimu terbuat dari besi…” begitu candaku, dan seketika kami tertawa.

Ketika akan shalat, saya selalu menunggunya di belakang ketika dia berwudhu. Susah payah menjaga keseimbangan tubuhnya agar tidak terpeleset di tempat yang licin penuh air. Posisinya harus duduk ketika shalat, kaki besinya diselonjorkan ke depan, di sebelah kruk yang dia letakkan di bumi manapun dia bersujud.

Allah terus mengujinya, orang ini levelnya sanggup diuji dengan ujian yang lebih tinggi. Di tengah bisnisnya yang terus tumbuh, Triyono mulai tertarik hutang ke bank untuk mengembangkan bisnisnya. Hutang riba di beberapa tempat diambilnya, sampai hutangnya tembus Rp 2,1 miliar. Dia punya rumah dengan tanah halamannya 700 m2, mobil avanza baru kreditan siap mengantarnya kemana-mana.

Allah mencintainya, sehingga dia dihentikan di level tersebut. Seorang penipu dengan sukses membawa sapi-sapi yang akan dibeli, namun kabur tak terbayarkan. Puluhan sapi senilai ratusan juta hilang. Peternakan ayamnya tidak mampu membayar beban ribanya ke bank. Triyono limbung.

Setiap hari rumahnya disatroni debt collector, pokoknya harus bayar! Bayar! Bayar! Nggak ada toleransi dengan kondisi fisiknya dan bisnisnya yang sedang ambruk, ancaman dari ibunya yang menyadarkan Triyono. “Kalau kamu masih mau mempertahankan rumah itu, ibu nggak mau datang lagi kesitu selamanya.”

Momen taubat itu datang, Triyono melepaskan semua asetnya. Rumah, peternakan dengan puluhan karyawan, mobil semua dijualnya. Diikhlaskan semuanya. Harta yang dia miliki hanya sebuah motor Honda tua yang dimodifikasi dengan gerobak yang menempel di sampingnya. Ibunya berkata, “Rapopo, Le, kowe ra nduwe opo-opo, ning uripmu tenang. Uripmu resik.” (Tidak apa-apa, Nak, kamu nggak punya harta, asal hidupmu tenang. Hidupmu bersih.)

Allah begitu mencintainya, ‘menjewernya’ ketika belum terjerumus makin jauh. Dengan motor roda tiga itu dia hijrah ke Jogja. Setahun lalu saya bertemu dengannya. Dia bercerita sedang merintis bisnis susu sapi, nggak jauh-jauh dari ilmu yang dimiliki. Bulan lalu kami bertemu lagi di mesjid samping Rumah Singgah #SedekahRombongan Jogja, dia berkeinginan punya biro wisata cititour kota Jogja dengan motor yang diantar oleh para difabel. Banyak kawan-kawannya yang hanya di rumah tidak punya daya untuk mencari nafkah sendiri.

Tidak punya ilmu.

Tidak punya alat kerja.

Lumpuh kehidupannya.

“Tri... Motormu ini mau nggak kalau disedekahkan buat yang lebih membutuhkan?” tanya saya.

“Banyak kawanku yang membutuhkan, tapi ini motor satu-satunya yang aku miliki. Belum ada dana untuk ganti yang baru,” jawab Triyono.

“Bismillah Tri, kita mulai dari dirimu. Kami bantu dari #SedekahRombongan motor matic modifikasi untukmu, agar bisa jadi perintis cititour kota Jogja bareng teman-teman difabelmu, motormu ini kamu sedekahkan untuk temanmu yang membutuhkan... sedekah motor... dapat motor.”

Wajah Triyono langsung cerah. Dengan mata berkaca-kaca dia merangkul saya. Aaah... Ini momen sangat berharga, ketika saya menyampaikan sedekah kalian semua tepat pada mereka yang membutuhkan. Dalam dua minggu motor dikerjakan, Triyono mendesain sendiri motornya, lalu dibawa ke bengkel modifikasi di selatan Jogja. Seminggu lalu dia ke rumah saya sambil cengengesan.

“Wah! Gaya bener ini... Kuat nggak nih aku naiki?” tanya saya.

“Kuaaat!! Ayo kita muter-muter!”

Hehe... Bener. Saya diajak keliling desa dengan motornya, sebelah kiri dikasih shock empuk! Tetap stabil di jalan berlubang.

“Rencana mau dinamakan Difa Cititour, keliling kota Jogja dianter para difabel. Aku mau minta izin ke kepolisian, karena ini konsepnya cititour, bukan kayak ojek. Semoga dimudahkan prosesnya,” lanjut Triyono.

Saya merasakan aura positif makin kuat dari dirinya, orang luar biasa yang mentalnya level 10! Jatuh, bangun kembali. Dihajar hancur lebur, bangkit kembali! Menampaaarrrr siapapun yang masih hidup dengan semangat letoy. Mental tempe yang gampang lunglai. (Sumber: http://bebashutang.org)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar