Rabu, 26 Januari 2022

ADA CINTA DALAM PUASA



Apakah Anda pernah jatuh cinta? Bagaimana rasanya? Pasti berbunga-bunga, bahagia harinya, semangat menggelora dan berdebar saat berjumpa. Memang seperti itulah saat orang sudah cinta. Bicara soal cinta, kita hidup di dunia dengan Islamnya kita itu juga sebab cinta Allah swt kepada kita. Allah swt telah memilih kita untuk diberiNya hidayah. Hidayah merupakan nikmat tertinggi bagi seorang hamba.

Allah swt menebar cintaNya kepada para hamba dengan berbagai lowongan ibadah seperti shalat, puasa, zakat dan amalan-amalan lainnya. Nabi Muhammad saw pun juga sangat mencintai umatnya. Bahkan saking cintanya kepada umatnya, di akhir hayatnya pun beliau sempat mengucap “ummati... ummati…”.

Beliau juga mengajarkan kepada umatnya untuk banyak melakukan amal shalih. Terdapat berbagai macam amalan sunnah Nabi saw, mulai dari kegiatan sehari-hari, shalat, puasa, membaca Al-Qur’an dan sebagainya. Shalat-shalat sunnah sendiri terbagi menjadi belasan macam yang bisa kita lakukan, demikian pula puasa sunnah. Terdapat belasan bahkan mungkin puluhan jenis puasa sunnah, diantaranya puasa Daud, puasa tengah bulan, puasa Syawal, puasa Muharram, puasa Senin-Kamis dan sebagainya. Pada pembahasan kali ini kita akan lebih memfokuskan pembahasan mengenai puasa Senin-Kamis.

Kebanyakan dari kita tentunya pernah mendengar puasa Senin-Kamis sebagai puasa sunnah di dalam Islam. Namun, berapa yang benar-benar berusaha merutinkan puasa tersebut? Kalau hari itu kebetulan ada acara pengajian dan makan-makan, bukannya lebih enak makan-makan ketimbang puasa sunnah? Kalau pagi itu kebetulan tidak sempat sahur, bukannya lebih nyaman absen puasa dulu? Bagaimanapun, puasa Senin-Kamis itu hanyalah ‘sunnah’ bukan?

Tak banyak dari kita yang tahu benar hikmah puasa Senin-Kamis dari segi spiritual, kesehatan dan keutamaannya di hadapan Allah. Karena itu ada baiknya kita mengupas hikmah puasa Senin-Kamis supaya kita lebih semangat menjalaninya. Alasan utama mengapa puasa Senin-Kamis disunnahkan dalam Islam ialah karena Rasulullah sering berpuasa di kedua hari tersebut.

Tapi, apa keutamaan Senin dan Kamis? Sehubungan dengan hal ini ada dua hadis dari Rasulullah yang berkenaan dengan pemilihan hari Senin dan Kamis. 

Yang pertama, dalam Hadis Riwayat Ahmad disebutkan bahwa Rasulullah mengatakan bahwa semua amal dibentangkan di hari Senin dan Kamis. Karena itu, sebagai orang beriman, sungguhlah baik bila pada saat malaikat melaporkan amalan itu kita dalam keadaan sedang berpuasa.

Yang kedua, hari Senin-Kamis adalah hari istimewa karena pada hari itulah Rasulullah dilahirkan, menjadi Rasul dan mendapat wahyu (HR Muslim).

Jadi terlihat disini bahwa hari Senin dan Kamis adalah hari istimewa dari sisi religius. Dari sisi logika, bisa dilihat bahwa hari Senin dan Kamis membagi satu ‘minggu’ menjadi dua bagian yang hampir sama rata. Jadi kentara sekali bahwa puasa Senin-Kamis mempunyai fungsi maintenance atau pemeliharaan. Analoginya mungkin sama dengan pembagian waktu minum obat kala kita sakit. Tentu kita ingat, kala kita sakit, kita sering disuruh minum obat 2x sehari, yaitu 1x di pagi hari dan 1x di malam hari. Kalau dilihat, waktu-waktu dimana kita disuruh minum obat 2x tersebut membagi kurang lebih hari itu menjadi 2 bagian yang sama. Hal ini berlaku juga dengan Senin dan Kamis yang membagi satu minggu menjadi dua bagian. Dengan berpuasa di hari Senin dan Kamis, secara tidak langsung kita melakukan maintenance untuk diri kita secara rutin baik dari segi spiritual maupun jasmani. 

Mengenai alasan kesunnahan puasa Senin-Kamis, ada beberapa hadis yang bisa dijadikan dalil. Hadis pertama adalah dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan, 

“Rasulullah saw biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari Senin dan Kamis.” (HR. An Nasai no. 2362)

Bersandarkan dengan hadis ini, tentu saja kita sebagai umat beliau dianjurkan untuk mengikuti langkah dan pilihan beliau.

Puasa adalah ibadah yang pahala dan balasannya tak seorang pun yang tahu. Puasa menjadi rahasia Allah swt. Rahasia ini menjadi kekuatan dahsyat bagi seorang hamba yang senantiasa menjalankan puasa, baik sunnah maupun fardhu.

Secara khusus, puasa ditujukan demi meraih kecintaan dari Allah. Jika Allah sudah mencintai hamba-Nya, segala apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan hamba-Nya pasti dipenuhi oleh Allah swt. Sebagaimana sabda Rasulullah saw di dalam hadis qudsi.

Allah swt berfirman, “Apabila seorang hamba mendekatkan diri kepadaku sejengkal, Aku mendekatinya sehasta. Apabila ia mendekatkan dirinya kepada-Ku sehasta, Aku akan mendekat sedepa. Apabila ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku datang dengan berlari.” (HR Bukhari).

Puasa merupakan salah cara pendekatan yang efektif. Puasa menjadi media pendekatan yang selalu dipakai oleh para Nabi dan umat-umat terdahulu. Puasa menjadi lambang keikhlasan antar hamba dan Sang Khalik. Puasa menjadi media meningkatkan ketakwaan, keimanan, dan empati sosial.

Demikianlah, puasa menjadi jembatan ridha dan cinta Allah. Menurut Imam Ghazali, terdapat enam perkara rahasia-rahasia puasa dan syarat-syarat batinnya.

  1. Memejamkan mata dan menahan pandangannya dari segala sesuatu yang tercela dan dibenci agama. Dan memperbanyak dzikir agar hati tidak lalai.
  2. Memelihara lidah dari perkataan yang sia-sia, bohong, mencaci maki, berbicara kotor, menimbulkan permusuhan, dan riya’.
  3. Memelihara pendengaran dari hal-hal yang dilarang dan dibenci Allah swt. 
  4. Memelihara seluruh tubuh yang lain dari berbuat dosa, segala aktivitas yang dibenci Allah swt dan memakan barang-barang subhat dan diharamkan.
  5. Tidak makan terlalu kenyang ketika berbuka puasa. 
  6. Hatinya selalu merasa bimbang antara takut (khauf) dan harap (raja’), karena ia tidak mengetahui apakah puasanya diterima Allah atau puasanya ditolak.

Keenam hal di atas jika diamalkan, niscaya puasa mampu mencetak pribadi tangguh yang ditakuti para syaitan. Allah akan memberikannya limpahan karunia. Kedekatannya kepada Allah semakin dekat, seolah tidak berjarak.

Jika sudah demikian, apa yang Anda butuhkan, apa yang Anda pinta kepada Allah, niscaya Allah tidak akan menyia-nyiakan dan meninggalkan Anda. Laksana seorang kekasih, ia akan berbuat apa saja sesuai keinginan kekasihnya, selama itu baik baginya. 

Sekarang, maukah Anda menjadi kekasih Allah? Kalau mau maka cintailah Dia dengan mendekatkan diri kepada-Nya sebagai bukti kecintaan kepada-Nya. Salah satunya dengan puasa.

Begitulah, di dalam puasa ada cinta. Kalau orang sudah cinta, sesibuk apapun pasti inginnya ketemu. Sama dengan kita. Jika kita sudah kadung cinta dengan puasa Senin-Kamis, maka sesibuk apapun kita dengan aktifitas harian, maka kita akan menyambut hari Senin dan Kamis dengan bahagia.

Ternyata bukan hanya umat Muhammad saja yang berpuasa. Sejarah mencatat, sebelum kedatangan Muhammad, umat Nabi yang lain diwajibkan berpuasa. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, sejak Nabi Nuh hingga Nabi Isa puasa wajib dilakukan tiga hari setiap bulannya. Bahkan, Nabi Adam alaihissalam diperintahkan untuk tidak memakan buah khuldi, yang ditafsirkan sebagai bentuk puasa pada masa itu. “Janganlah kamu mendekati pohon ini yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (Al-Baqarah: 35).

Begitu pula Nabi Musa bersama kaumnya berpuasa empat puluh hari. Nabi Isa pun berpuasa. Dalam Surah Maryam dinyatakan Nabi Zakaria dan Maryam sering mengamalkan puasa. Nabi Daud alaihissalam sehari berpuasa dan sehari berbuka pada tiap tahunnya. Nabi Muhammad saw sendiri sebelum diangkat menjadi Rasul telah mengamalkan puasa tiga hari setiap bulan dan turut mengamalkan puasa Asyura yang jatuh pada hari ke 10 bulan Muharram bersama masyarakat Quraisy yang lain. Malah masyarakat Yahudi yang tinggal di Madinah pada masa itu turut mengamalkan puasa Asyura.

Rahasia-rahasia tersebut ternyata ada pada kalimat terakhir yang teramat singkat pada ayat 183 surah Al-Baqarah. Allah swt memerintahkan: 

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183). 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar