Senin, 11 Oktober 2021

Suami adalah Imam dalam Rumah Tangga.



Setiap laki-laki muslim yang telah berkeluarga, maka dengan sendirinya ia telah menjadi imam bagi keluarganya. Di tangannyalah keselamatan keluarga ditentukan. Jika suami itu baik dan mampu membimbing istri dan anaknya dalam taat kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, maka ia telah berhasil dalam menjalankan perannya sebagai seorang pemimpin.

Sebaliknya, saat sang suami abai terhadap kerja-kerja pembinaan untuk anggota keluarganya, kemudian sibuk dengan mengejar materi duniawi; maka ia gagal dalam tugasnya sebagai seorang pemimpin, dan baginya akibat yang buruk di dunia dan akhirat.

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah Telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah Telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (an-Nisa: 34).

Imam ini ibarat nakhoda sebuah kapal. Ia wajib menentukan arah dalam keluarga. Tentunya arah yang benar. Kewajiban suami sebagai kepala keluarga adalah:

  • Tanggung jawab nafkah (makanan-pakaian-tempat tinggal)
  • Mengayomi keluarga (keamanan dan ketentraman)
  • Memastikan keluarga terpenuhi kesehatan dan pendidikan

Dalam keluarga, suamilah yang berperan sebagai imam. Imam ialah yang membimbing keluarganya, mencari nafkah, memberi keamanan dan kenyamanan juga menjaga keluarganya dari dosa dan kemaksiatan, termasuk menjaga keluarga menutup aurat.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, 

“Nasihatilah para wanita dengan baik, sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk (laki-laki) sebelah kanan, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya, maka seandainya engkau berusaha meluruskannya, niscaya dia akan patah dan kalau engkau biarkan, ia akan tetap bengkok. Nasihatilah para wanita dengan baik.” (HR. Bukhari-Muslim).

Suami yang imamiah adalah suami yang mampu menjadi suri teladan dalam keluarganya, dan ia pun harus berakhlak mulia serta memiliki ilmu agama yang dalam. Sehingga perahu rumah tangganya mampu ia kemudikan seperti yang diharapkan, suami yang menjadi imam adalah suami yang diharapkan setiap istri-istri yang shalihah.

Dalam memimpin keluarganya, suami harus bijaksana, arif, adil, menasihati anak dan istrinya. Juga menjamin kehalalan nafkah yang dibawa pulang untuk anak istrinya.

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf.” (al-Baqarah: 233)

Sesunguhnya diantara kesempurnaan keimanan orang mukmin adalah mereka yang lebih bersikap kasih sayang (berlaku lemah lembut) terhadap istrinya (HR. Turmudzi dan Hakim dari Aisyah).

Berkeluarga bukan saja sebagai tempat pelampiasan kebutuhan biologis semata, namun memberi makna yang lebih dalam. Bahkan masuknya surga dan neraka seorang suami itu tergantung bagaimana ia menjaga amanah (keluarganya). Seorang suami yang taat beribadah kepada Allah namun menyia-nyiakan keluarganya, membiarkan istrinya membuka aurat atau menampakkan bentuk tubuhnya, atau mengizinkan istrinya berhias dan memakai bau-bauan saat ia keluar rumah sehingga dicium oleh lelaki lain, maka dosa itu tertumpu kepada suaminya.

Sebagai imam dalam rumah tangga, maka segalanya perlu dipersiapkan agar tidak gagap di tengah perjalanan. Persiapan tersebut adalah dengan belajar Islam. Khususnya mengenai hukum-hukum keluarga. Apa kewajiban suami-istri, bagaimana menjadi muslim yang baik, bagaimana mendidik anak secara baik. Ini harus disiapkan oleh setiap muslim dan muslimah.

Sayangnya, banyak suami yang tidak menyadari tugas utamanya sebagai pemimpin dalam rumah tangga ini. Bermula dari jauhnya mereka dari agama Islam yang merupakan panduan hidup terbaik, yang berakibat pada hilangnya orientasi mereka dalam menjalani hidup yang sementara ini.

Hal ini diperparah dengan maraknya kampanye cinta dunia yang banyak dibungkus dengan acara-acara yang seolah-olah islami, namun melupakan aspek akidah sebagai pondasi utama kehidupan seorang muslim.

Akhirnya, suami hanya sibuk dengan kerja duniawi sepanjang waktu, pergi pagi pulang petang, hingga melalaikan kewajiban diri dan keluarganya terkait hubungannya dengan Allah Ta’ala.

Hilangnya orientasi hidup ini merupakan awal mula petaka dalam sebuah rumah tangga. Ini lebih parah dibanding kapal yang kehilangan kompasnya di tengah samudera, atau pendaki yang kehilangan petunjuk arah saat berada di tengah pendakiannya.

Akibatnya, suami yang seharusnya bisa membimbing istri dan anak-anaknya menuju surga, yang terjadi justru sebaliknya; suami -disadari atau tidak- malah melarang keluarganya masuk ke dalam surga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar