Rabu, 13 Oktober 2021

Indahnya Taárufku Bersamamu

 



Setiap orang sangat senang saat telah menghadapi pernikahan, sebab akan mengubah sisi kehidupan seseorang. Diantara kita mungkin juga telah menikah dan memulai hidup baru dengan pasangan Anda, namun jangan pernah menganggap bahwa suasana itu akan terus baru tanpa adanya rintangan dan halangan selama pernikahan.

Mempertahankan keharmonisan dalam pernikahan akan menjadi hal utama yang harus dilakukan agar rumah tangga yang nantinya akan dijalani bisa lancar dan juga baik saja. Keharmonisan itu tidak boleh ditunggu datangnya, Anda juga harus berusaha menciptakan dan juga menghadirkan hal tersebut dalam rumah tangga.

Rumah tangga yang bahagia dan harmonis merupakan idaman bagi setiap mukmin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi teladan kepada kita, mengenai cara membina keharmonisan rumah tangga. Sungguh pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu terdapat teladan yang paling baik. Dan seorang suami harus menyadari, bahwa dalam rumahnya itu ada pahlawan di balik layar, pembawa ketenangan dan kesejukan, yakni sang istri.

Salah satu watak bawaan manusia sejak diciptakan Allah Azza wa Jalla adalah kecenderungan untuk selalu meniru dan mengikuti orang lain yang dikaguminya, baik dalam kebaikan maupun keburukan. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

“Ruh-ruh manusia adalah kelompok yang selalu bersama, maka yang saling bersesuaian di antara mereka akan saling dekat, dan yang tidak bersesuaian akan saling berselisih.” (HR Bukhari dan Muslim) 

Oleh karena itulah, metode pendidikan dengan menampilkan contoh figur untuk diteladani adalah termasuk salah satu metode pendidikan yang sangat efektif dan bermanfaat. Dalam banyak ayat Al-Qur’an, Allah Azza wa Jalla menceritakan kisah-kisah keteladanan para Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjadi panutan bagi orang-orang yang beriman dalam meneguhkan keimanan mereka. 

Allah Azza wa Jalla berfirman, 

“Dan semua kisah para rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS Hud [11]:120)

Ketika menjelaskan makna ayat ini, syaikh Abdurrahman al-Sa’di berkata, “Yaitu supaya hatimu tenang dan teguh (dalam keimanan), dan (supaya kamu) bersabar seperti sabarnya para Rasul karena jiwa manusia (cenderung) senang meniru dan mengikuti (orang lain), dan (ini menjadikannya lebih) bersemangat dalam beramal shalih, serta berlomba dalam mengerjakan kebaikan…”

Sebagai seorang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tentu kita wajib menjadikan Muahmmad saw sebagai teladan dalam pelbagai lini kehidupan, baik keluarga maupun bermu’amalah yang akan memberi manfaat bagi pembinaan rohani. Dalam hal ini, teladan terbaik bagi seorang Muslim adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang diutus oleh Allah Ta’ala untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR Ahmad dan Hakim) 

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling kuat dan sempurna dalam menjalankan petunjuk Allah Azza wa Jalla, mengamalkan isi Al-Qur’an, menegakkan hukum-hukumnya dan menghiasi diri dengan adab-adabnya. Oleh karena itulah Allah Ta’ala sendiri yang memuji keluhuran budi pekerti beliau dalam firman-Nya,

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS al-Qalam [68]:4). 

Dan ketika Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha ditanya tentang akhlak (tingkah laku) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menjawab, 

“Sungguh akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Al-Qur’an”. (HR Muslim) 

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok teladan yang sempurna bagi orang-orang yang beriman kepada Allah yang menginginkan kebaikan dan keutamaan dalam hidup mereka. 

Allah Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS al-Ahzab [33]:21).

Dalam ayat yang mulia ini, Allah Azza wa Jalla sendiri yang menamakan semua perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai “teladan yang baik”, yang ini menunjukkan bahwa orang yang meneladani sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti dia telah menempuh al-shirath al-mustaqim (jalan yang lurus) yang akan membawanya mendapatkan kemuliaan dan rahmat Allah. Dengan menjadikan Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagai teladan sepanjang masa, maka Allah akan menurunkan rahmatnya kepadanya.

Contoh sederhana adalah tentang petunjuk Nabi bagaimana ia makan, cara minum, berpakaian, berhias, bagaimana beliau tidur dan ketika terjaga, ketika beliau mukim atau sedang safar, ketika beliau tertawa atau menangis, dalam kesungguhan atau canda, dalam suasana ibadah atau hubungan sosial, perihal urusan agama atau dunia, ketika kondisi damai atau saat perang, dalam berinteraksi dengan kerabat atau orang yang jauh, menghadapi teman atau lawan, sampai pada sisi-sisi yang menurut orang bilang “intim” dalam hubungan suami-istri. Semuanya terekam, tercatat dan diriwayatkan dengan sahih dalam sirah perjalanan hidup beliau saw.

Pernikahan tanpa cinta seringkali menjadi kendala bagi kedua pasangan. Akibatnya perjalanan bahtera rumah tangga yang dimulai setelah perkawinan menjadi sesuatu yang asing, kaku bahkan ingin sekali dihindari. Namun hal ini tidak berlaku bagi pasangan muslim yang cintanya hanya kepada Allah swt. Jika mereka menikah tanpa cinta, maka setelah pernikahan tersebut, Allah swt lah yang akan menumbuhkan cinta dalam hati keduanya sehingga mereka saling mencintai. Sebab Allah swt Maha menumbuhkan cinta.

Jika mengingat masa lalu, aku bisa senyum-senyum sendiri. Bagaimana tidak senyum sendiri jika ingat saat acara walimatul ‘ursy, saya dan suami duduk berjauhan. Padahal duduknya di kursi yang sama. Saya di pojok barat dia di pojok timur. Mau pegang tangan aja udah gemetaran duluan. Akhirnya nggak jadi pegang. Mau mencium kening setelah shalat dua rakaat selepas akad nikah apalagi. Sambil malu-malu. Tapi memang di situlah indahnya pernikahan. Sentuhan tangan suami kepada sang istri menjadi pahala. Indahnya tak bisa diceritakan dengan kata-kata. Pokoknya indah, dan dag dig dug. Seneeeng banget. Udah gitu aja!

Hari berganti, ta’aruf pun semakin terlihat. Jika pandangan pertama untuk melihat ciri-ciri fisik pasangan, misalnya ternyata si suami punya tahi lalat di bibir. Atau ternyata si istri memiliki gigi yang gingsul. Sungguh makin memperindah masing-masing. Ta’aruf selanjutnya saat tidur, misalnya suami tidur sambil mendengkur dan sebagainya. Banyak kondisi yang bisa digunakan sebagai ajang ta’aruf bagi pasangan suami istri yang baru saja menikah. 

Sebenarnya bagi pasangan suami istri, pernikahan mereka merupakan satu pintu untuk saling mengenal anatar keduanya. Tanpa pernikahan maka semua aktifitas tersebut sudah tentu jauh dari nilai-nilai islam dan maksiat. Dengan menikah, sifat-sifat yang sebelumnya tidak diketahui oleh pasangannya akan terlihat jelas, bahkan secara tidak sadar muncul.

Siapa saja yang sudah mengikatkan diri dalam tali pernikahan tentu inginkan atmosfer rumah tangga yang serasi. Jadi yang perlu dipikirkan pertama kali yaitu bagaimanakah lakukan harmonisasi jalinan suami-istri. Melindungi keselarasan pasangan suami-istri (pasutri) tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, namun memerlukan usaha dan pengorbanan. 

Suasana harmonis sangat ditentukan dengan kerja sama yang bagus antara suami istri dalam menciptakan suasana yang kondusif dan hangat, tidak membosankan, apalagi menjemukan. Rasulullah adalah sosok manusia yang paling sempurna akhlaknya di antara makhluk ciptaan Allah. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai sosok teladan yang paling baik dalam membina keluarga, sehingga patut dijadikan contoh bagi seluruh umat manusia di muka bumi ini.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul siapapun dengan tangannya, tidak pada perempuan, tidak juga pada pembantu, kecuali perang di jalan Allah. 

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga ketika diperlakukan sahabatnya secara buruk tidak pernah membalas, kecuali kalau ada pelanggaran atas kehormatan Allah, maka ia akan membalas atas nama Allah. (HR Muslim).

Bagaimapun sibuknya kita, luangkan waktu bersama istri dan keluarga. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah insan yang paling sibuk. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang tampuk pemerintahan negara, memimpin ribuan tentara, menghabiskan waktunya untuk agama, tetapi beliau tetap meluangkan waktu bersama istri dan kelaurga, seperti yang dikatakannya: 

“Orang terbaik di antara kalian (suami) adalah yang terbaik bagi keluarganya dan akulah di antara kalian yang paling baik terhadap keluargaku, tidak memuliakan wanita kecuali orang yang hina,” (HR Ibnu Asakir dari Ali bin Abi Thalib). 

Lantas, bagaimanakah caranya?

1. Berkomunikasi secara intens.

Bagi pasangan baru, apalagi yang tak melewati pacaran, inilah saatnya bagi Anda berdua untuk berpacaran. Ada yang bercucuran air mata. Bisa dibilang ini adalah masa perkenalan yang sebenarnya. Apa yang dulunya dibenci, sekarang malah dihadapi setiap hari. Saling mengungkapkan apa yang disukai dan tidak disukai. Mengungkapkan keinginan dan mimpi-mimpi tentang sebuah kekuarga. Saling mempelajari masa kecil akan memudahkan kita memahami kebiasaan pasangan di saat ini. 

2. Melakukan aneka aktivitas bersama. 

Agar semakin mengenal lebih jauh pasangan masing-masing, keduanya dianjurkan untuk melakukan setiap aktifitas harian secara bersama-sama. Menyapu bersama, belanja ke pasar sambil jalan-jalan, masak berdua, makan berdua, dan sebagainya.

3. Saling mendoakan. 

Doa adalah kekuatan yang tak terkira. Doa pun dapat merubah takdir. Maka kedua pasanganpun harus saling mendoakan. Mendoakan segala kebaikan untuk orang yang dicintai. 

4. Komitmen. 

Kemauan yang bukan sekedarnya, tapi kemauan yang kuat untuk menumbuhkan cinta. Tidak ada kata tidak bisa. Karena bagi Allah semua mudah adanya. Dia maha membolak-balik hati. Benci jadi cinta, cinta jadi benci. Mungkin setelah sekian tahun bersama nanti ada rasa jenuh, kecewa, atau perasaan negatif lainnya. Maka komitmen inilah yang akan membingkai pernikahan tersebut hingga kelak. 

5. Panggilan kesayangan.

Suasana harmonis dalam rumah tangga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah ia memanggil Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan panggilan kesayangan dan mengabarkan kepadanya berita yang membuat jiwa Aisyah menjadi sangat bahagia. 

Aisyah radhiyallahu ‘anha bercerita sebagai berikut, pada suatu hari Rasulullah berkata kepadanya,

“Wahai ‘Aisy Malaikat Jibril tadi menyampaikan salam buatmu.” (HR Muttafaqun ‘alaihi). 

Itulah salah satu contoh cara menciptakan suasana harmonis dalam rumah tangga yaitu memanggil istri dengan panggilan kesayangan. Kita masih sering melihat kaum suami yang memanggil istrinya seenaknya saja. Kadang kala memanggil istrinya dengan cacat dan kekurangannya. Kalau begitu sikap suami, bagaimana mungkin keharmonisan dapat tercipta? Bagaimana mungkin akan tumbuh rasa cinta istri kepada suami?

6. Suami istri mandi bersama.

Kemesraan lain yang telah Nabi Muhammad saw lakukan terhadap istri-istrinya adalah mandi bersama. Suami-istri diperbolehkan mandi bersama dalam satu ruangan meski masing-masing saling melihat aurat pasangannya. Dalam sebuah riwayat disebutkan, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

Aku biasa mandi berdua bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu bejana. (HR Bukhari).

Dalam redaksi yang lain disebutkan Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Aku pernah mendi berdua bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu wadah yang terletak di antara aku dan beliau. Tangan kami berebutan menciduk air yang ada di dalamnya. Beliau memang dalam perebutan itu, sampai aku katakan, “Sisakan untuk saya… sisakan untuk saya…! Kami dalam keadaan junub.” (HR Bukhari Muslim) 

Ibnu ‘Urwah al-Hambali berkata dalam kitab al-Kawakib (575/29/1), “Diperbolehkan untuk setiap pasangan suami-istri untuk melihat seluruh bagian tubuh pasangannya dan menyentuhnya sampai kemaluan sekalipun. Karena kemaluan dihalalkan untuk bersenang-senang dengannya, maka melihatnya dan menyentuhnya juga diperbolehkan sebagaimana bagian tubuh yang lain.” 

Demi hadirnya sebuah keluarga yang harmonis atau keluarga yang mawadah wa rahmah suami-istri diperkenankan mandi bersama dan saling memandang satu dengan yang lain.

7. Makan dan minum dalam satu tempat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam -selaku Nabi umat ini yang paling sempurna akhlaknya dan paling tinggi derajatnya- telah memberikan sebuah contoh yang berharga dalam hal berlaku baik kepada sang istri dan dalam hal kerendahan hati, serta dalam hal mengetahui keinginan dan kecemburuan wanita. 

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menempatkan mereka pada kedudukan yang diidam-idamkan oleh seluruh kaum hawa. Yaitu menjadi seorang istri yang memiliki kedudukan terhormat di samping suaminya. Aisyah radhiallahu ‘anha menuturkan:

“Suatu ketika aku minum, ketika itu aku sedang haidh, lantas aku memberikan gelasku kepada Rasulullah dan beliau meminumnya dari mulut gelas tempat aku minum. Dalam kesempatan lain aku memakan sepotong daging, lantas beliau mengambil potongan daging itu dan memakannya tepat di tempat aku memakannya.” (HR Muslim)

Begitulah kemesraan dapat tercipta, yaitu menciptakan rasa saling memiliki, senasib dan sepenanggungan. Sepiring berdua, segelas berdua, makan berjama’ah serta beberapa hal lain yang dianjurkan oleh Rasulullah agar dilakukan bersama oleh sepasang suami istri! Dengan demikian akan tercipta rasa saling memahami satu sama lain. Sekarang ini jarang kita lihat suami yang peka terhadap perasaan istrinya. Si istri makan ala kadar di rumah sementara suami jajan sepuasnya di luar! Wajar bila rasa saling curiga tumbuh sedikit demi sedikit. Bahkan tidak sedikit pasangan suami istri yang cekcok gara-gara perkara sepele. 

8. Mencium kening istri

Dalam kesempatan lain Rasulullah saw tidak malu untuk bermesraan walaupun hanya sekedar mencium istri sebelum keluar rumah. Diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa ia berkata:

“Sungguh Rasulullah pernah mencium salah seorang istri beliau baru kemudian berangkat menunaikan shalat tanpa memperbaharui wudhu.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Budaya mencium istri agaknya masih asing di tengah masyarakat kita, khususnya masyarakat timur. Bahkan masih banyak yang menggapnya tabu, mereka mengklaimnya sebagai budaya barat. Namun anggapan itu terbantah dengan riwayat yang kita bawakan tadi. Tentu saja mencium istri yang kita maksud di sini bukanlah mencium istri di depan umum atau di hadapan orang banyak. Sebenarnya banyak sekali hikmah sering-sering mencium istri.

Sering kita lihat sepasang suami istri yang saling cuek. Kadang kala si suami pergi tanpa diketahui oleh istrinya kemana suaminya pergi. Buru-buru melepasnya dengan ciuman, menanyakan kemana perginya saja tidak sempat. Sang suami keburu pergi menghilang, kadang kala tanpa pamit dan tanpa salam!? Coba lihat bagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bergaul dengan istri-istri beliau. Sampai-sampai Rasulullah menyempatkan mencium istri beliau sebelum berangkat ke masjid. 

9. Ajak istri beribadah bersama.

Demikianlah suasana rumah tangga Rasulullah, suasana harmonis seperti itu hanya dapat terwujud dengan bimbingan taufik dan hidayah dari Allah. Salah satu faktor terbinanya rumah tangga yang harmonis bahkan merupakan pilar utamanya adalah beribadah bersama. Suami hendaklah mengajak istrinya untuk beribadah bersama, seperti shalat malam bersama, shaum sunnat bersama, dan beberapa ibadah lain yang bisa dilakukan bersama-sama. 

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mencontohkan hal itu. Beliau senantiasa menganjurkan istri-istri beliau untuk giat beribadah serta membantu mereka dalam melaksanakan ibadah, sesuai dengan perintah Allah Azza wa Jalla.

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezqi kepadamu, kamilah yang memberi rezqi kepadamu dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.” (QS Thaha [20]: 132). Dalam kesempatan lain, 

Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan:

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa mengerjakan shalat malam sementara aku tidur melintang di hadapan beliau. Beliau akan membangunkanku bila hendak mengerjakan shalat witir.” [HR Muttafaqun ‘alaihi].

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menghimbau umatnya untuk mengerjakan shalat malam dan menganjurkan agar suami istri hendaknya saling membantu dalam mengerjakannya. Sampai-sampai sang istri boleh menggunakan cara terbaik untuk itu, yaitu dengan memercikkan air ke wajah suaminya! Demikian pula sebaliknya. 

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah bahwa beliau bersabda:

“Semoga Allah merahmati seorang suami yang bangun pada malam hari untuk mengerjakan shalat malam lalu membangunkan istrinya untuk shalat bersama. Bila si istri enggan, ia memercikkan air ke wajah istrinya (supaya bangun). Semoga Allah subhanahu wata’ala merahmati seorang istri yang bangun pada malam hari untuk mengerjakan shalat malam lalu membangunkan suaminya untuk shalat bersama. Bila si suami enggan, ia memercikkan air ke wajah suaminya (supaya bangun).” (HR Ahmad). 

10. Berlaku ramah dan lembut.

Masing-masing pihak suami istri harus bertekad untuk bersikap ramah dan lembut kepada pasangannya, bersenda gurau dengannya, dan bercanda dengannya. Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, meskipun mempunyai sifat keras dan tegas, mengatakan: 

“Sudah selayaknya seorang laki-laki menjadi seperti anak kecil di tengah keluarganya. Bila dia di tengah kaumnya, maka hendaknya dia menjadi seorang laki-laki.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan, “Adalah Rasulullah ketika bersama istri-istrinya, beliau adalah manusia lembut dan paling pemurah. Gampang tertawa dan gampang tersenyum.” (HR Ibnu Asakir)

Karena itu, sudah benar dan adil bila suami istri saling memaafkan kesalahan-kesalahan dan kekeliruan yang muncul tiba-tiba. Berlaku lemah lembutlah dalam menjalankan kehidupan supaya keharmonisan dapat tercapai dalam lingkungan keluarga, sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, “Janganlah seorang mukmin (suami) membenci seorang mukminah (istri). Jika ia tidak menyukai salah satu akhlaknya, ia pasti ridha kepada akhlaknya yang lain.” (HR Muslim) 

Sikap ramah dan lembut Rasulullah ditunjukkan kepada keluarganya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersenda gurau dengan istri dan anak-anaknya, menghibur, dan mengampuni kesalahan mereka, menyebar senyum bahagia serta mengisi rumah mereka dengan hal-hal yang menyenangkan. 

Suatu ketika Anas bin Malik, pembantu beliau melukiskan keadaan-keadaan beliau dengan mengatakan, “Aku telah melayani Rasulullah selama sepuluh tahun. Selama itu belum pernah beliau menegur atas apa yang aku lakukan, “Mengapa kamu tidak melakukan ini?” Beliau juga beliau belum pernah mengatakan kepadaku sesuatu yang belum aku kerjakan, “Mengapa kamu belum melakukan ini?” 

Sikap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tersebut menunjukkan beliau memiliki sifat murah hati yang begitu tinggi, budi pekerti yang luhur dan perilaku lembut dalam berintraksi dengan orang lain. Setiap orang yang bersahabat dengannya akan merasakan kasih sayang dan sikap murah hati yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Kasih sayang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah menembus hati mereka semua, sehingga setiap jiwa selalu merindukannya. Oleh karena itu, berlemah lembutlah pada keluarga supaya harmonisasi keluarga dapat tercapai sebagaimana keluarga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

11. Saling memberi hadiah

Saling memberi hadiah diantara suami istri –terutama hadiah dari suami untuk istri- merupakan salah sebab tertanam rasa cinta di antara keduanya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya kalian sering memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.” Karena hadiah merupakan ekspresi kasih sayang dan mampu mencairkan kebekuan dan rutinitas hubungan manusia.

Efek dari hadiah semacam ini juga bekerja pada teman-teman dan kenalan. Pengaruh atau efek hadiah terhadap suami istri jauh lebih efektif dan besar. Hadiah tidak disyaratkan berupa barang-barang kepemilikan yang mahal lagi mewah karena tujuan dari hadiah pada awalnya adalah mengekspresikan kasih sayang dan kesatuan. Hal ini dapat diwujudkan dalam materi hadiah dengan nilai seberapa pun. Tapi jika hadiah tersebut berupa sesuatu yang mahal, maka itu akan menyebabkan kebahgiaan berlipat ganda dan kasih sayang makin bertambah. 

12. Cemburu itu indah

Rasa cemburu dianggap sebagai watak dasar para wanita, tidak ada wanita yang selamat dari watak ini, bahkan para Ummahat al-Mukminin yang merupakan istri-istri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Aisyah selalu mencemburui Khadijah radhiyallahu ‘anha walaupun ia tidak pernah bertemu dengan Khadijah. Aisyah mengingkari pujian dan sanjungan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada Khadijah dengan mengatakan, “Allah telah memberikan ganti yang lebih baik darinya.” Jika ini sikap Aisyah kepada Khadijah, maka bisa dibayangkan sikap wanita lainnya kepada madunya!

Kecemburan yang baik mempengaruhi hubungan suami istri dengan syarat tidak berlebihan dalam cemburu, namun proporsional dan penuh pertimbangan. Dengan demikian, cemburu menjadi indikator rasa cinta pasangan kepada pasangannya, disinilah cemburu itu akan nampak indah. Untuk itu suami harus bersikap proporsional dalam masalah ini, dan tidak boleh berburuk sangka, dan mencari-cari kesalahan. Dalam keluarga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah memberikan teladan yang baik dalam perkara rasa cemburu, yang dirasakan oleh istri-istrinya. 

Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah cemburu pada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ia menceritakan sendiri bahwa pada suatu malam Rasulullah pergi dari sisinya. Ia berkata, “Aku mencemburuinya karena jangan-jangan beliau mendatangi salah satu istrinya. Lalu datanglah beliau dan melihat keadaanku. Rasulullah bersabda, “Apakah engkau cemburu?” Jawabku, “Apakah orang sepertiku tidak pantas untuk cemburu terhadap orang sepertimu?” Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh setanmu telah datang.” (HR Muslim dan Nasa’i) 

Aisyah radhiyallahu ‘anha juga pernah berkata, “Aku tidak melihat yang pandai memasak seperti Shafiyah. Ia memasak makanan untuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam saat beliau ada di rumahku. Timbullah rasa cemburuku, aku merebut piring yang berisi makanan tersebut dan membantingnya sampai pecah. Tetapi aku menyesal, lalu berkata, “Ya Rasulullah, apa kifarat bagi perbuatan yang telah aku lakukan?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Gantilah piring itu dengan piring yang serupa, demikian pula makanannya.” (HR Abu Dawud dan Nasa’i) 

Sebagaian rasa cemburu ada yang terpuji dan dianjurkan, sebagian lagi dibenci dan tercela. Rasa cemburu kepada istri yang berselingkuh, kalau memang benar telah terbukti, dikatagorikan sebagai rasa cemburu yang terpuji. Adapun rasa cemburu yang disebabkan oleh persaingan dalam mengejar hal-hal duniawi, atau dilandasi perasaan waswas yang belum jelas kebenarannya, maka kecemburuan ini termasuk yang dibenci. 

Jabir bin ‘Atik meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Cemburu itu ada yang dicintai Allah dan ada pula yang dibenci-Nya. Adapun yang dicintai Allah adalah cemburu terhadap hal-hal yang bisa menimbulkan tuduhan keragu-raguan. Sendangkan cemburu yang dibenci Allah adalah cemburu terhadap hal-hal yang tidak menyebabkan tuduhan dan keragu-raguan.” (HR Abu Dawud) 

13. Ajak istri bermusyawarah

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajak istri-istrinya bermusyawarah dalam banyak urusan. Beliau sangat menghargai pendapat-pendapat mereka. Padahal wanita pada masa jahiliyah, sebelum datangnya Islam diperlakukan seperti barang dagangan semata, dijual dan dibeli, tidak dianggap pendapatnya, meskipun itu berkaitan dengan urusan yang langsung dan khusus dengannya.

Islam datang mengangkat martabat wanita, bahwa mereka sejajar dengan laki-laki, kecuali hak qawamah atau kepemimpinan keluarga, berada di tangan laki-laki. Allah Azza wa Jalla berfirman: “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS al Baqarah [2]: 228)

Adalah pendapat dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha pada peristiwa Hudaibiyah, membawa berkah dan keselamatan bagi umat Islam. Ummu Salamah memberi masukan kepada Nabi agar keluar menemui para sahabat tanpa berbicara dengan siapa pun, langsung menyembelih hadyu atau seekor domba dan mencukur rambutnya. Ketika beliau melaksanakan hal itu, para sahabat dengan serta-merta menjalankan perintah Nabishallallahu alaihi wa sallam, padahal sebelumnya mereka tidak mau melaksanakan perintah Rasul, karena mereka merasa pada pihak yang kalah pada peristiwa itu. Mereka melihat bahwa syarat yang diajukan kaum kafir Quraisy tidak menguntungkan kaum muslimin. 

14. Sesekali bercanda bersama istri

Bercanda bersama istri akan memupuk rasa kasih sayang terhadap istri dan keluarga, di samping itu juga bercanda akan melepaskan rasa penat ketika selesai bekerja di luar rumah. Dengan bercanda kita akan sangat mudah tersenyum dan ketawa. Namun tidaklah ketawa berlebihan karena hal itu akan membawa mudharat. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Celakalah bagi orang yang berkata dengan berdusta untuk menjadikan orang lain ketawa. Celakalah dia, celakalah dia.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Hakim). 

Canda Rasulullah bersama istri dan keluarganya dilakukan saat sedang melakukan perjalanan dan saat sedang berada di rumahnya. Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan, bahwa pernah ia bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan. Maka aku mengajak Beliau lomba lari dan aku berhasil mendahului beliau dengan kedua kakiku. Ketika aku menjadi gemuk, aku mengajak Beliau lomba lari lagi. Akhirnya Beliau berhasil mengalahkan aku dan bersabda, “Ini sebagai balasan atas perlombaan yang dulu itu.” (HR Abu Dawud) 

15. Berusaha sama-sama mengetahui dan mengerti 

Ketidaksamaan lingkungan dan keadaan tempat suami atau istri tumbuh sangatlah punya pengaruh dalam pembentukan jenis selera, tingkah laku, dan sikap yang berbeda pada tiap-tiap pihak dari yang lain. Hal semacam itu adalah keharusan tiap-tiap pasutri untuk mengerti situasi ini dan berupaya tahu serta mengetahui pihak lain sebagai pasangan hidupnya. Mereka juga mesti tahu segalanya yang terkait dengan kondisi kehidupan yang mempengaruhi, hingga bisa maju ke depan dan wujudkan keselarasan. 

16. Perasaan timbal-balik 

Suami dan istri yaitu partner dalam satu kehidupan yang direkatkan dalam tali pernikahan; satu ikatan suci yang mempertemukan keduanya. Tidak pelak lagi, keduanya mesti sharing suka-duka; membagi rasa sedih dan keceriaan berbarengan. Keduanya sama-sama berkelindan untuk menyambut satu harapan mulia yakni wujudkan tatanan kehidupan berdasar pada ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Untuk memupuk kasih sayang di masing-masing pihak, suami memerlukan cinta istri, dan istri juga memerlukan cinta suami. 

17. Saling hormat

Saat suami atau istri masuk tempat tinggalnya, jadi dia layak memperoleh penghormatan dan animo dari pasangannya. Hal semacam itu mempunyai tujuan untuk melindungi harkat dan mengangkat prestise pasutri, hingga masing-masing merasa nyaman untuk bangun rumah tangga serasi. Dalam soal ini, telah jadi keharusan pasutri untuk mencari poin-poin positif yang dipunyai masing-masing untuk dipakai sebagai penopang sikap sama-sama menghormati. 

18. Taqwa. 

Pastinya keluarga kalau tanpa didasari landasan agama yang kuat yang akan mudah goyang, bahtera rumah tangga. Terutama suami yang harus bisa membimbing istri, karena suami itu layakna nahkoda dalam bahtera rumahtangga, dia selaku imam harus bisa memimpin sang istri. 

19. Tafahhum atau saling memahami. 

Saling memahami satu sama lainya. Tidak egois, kalo suami capek sehabis kerja, istri juga harus tau apa yang harus dikerjakan. 

20. Ta'arruf atau saling mengenali. 

Seorang suami musti dan harus mengetahui semua tentang sang istri, sang istri pun sebaliknya, harus mengerti apa sih kesukaannya istri, apa sih kesukaannya suami? Apa yang gak disuka, bagaimana kebiasaan keduanya, dsb. Kalo bisa saling mengenal dan mengerti kekurangan satu dan lainya isyaAllah akan langgeng.

21. Tabassum atau senyum. 

Senyum adalah hal yang kecil mempunyai dampak yang besar, beda rasanya ketika seorang istri itu memberikan sesuatu ke suaminya secara biasa saja dengan disertai dengan senyuman. Ketika si istri ngasih kopi ke suaminya, “Mas ini kopinya! (sambil senyum)” pasti senengnya bukan kepalang sambil bilang di hati “Alhamdulillah punya istri sebaik ini”. Keep smile, apalagi pas ngomong, bilangnya pake bahasa halus. Adem dengernya.

22. Takarrum atau saling menghormati. 

Akhlak adalah hal yang paling penting dalam berperilaku termasuk dalam berkeluarga, termasuk di dalammnya saling menghormati, istri menghormati suami sebagai pemimpin dan imam dalam hidupnya, suami menghormati istri sebagai pendamping hidupnya di kala suka ataupun duka. 

23. Tasammuh atau toleransi, dalam kehidupan pasti ada perbedaan, termasuk dalam berkeluarga, antara suami dengan istri ataupun antara keluarga suami dan keluarga istri. Dan sikap toleransi. Apalagi pada masalah yang krusial seperti gara-gara perbedaan organisasi keagamaan. Misal antara si hijau dan biru atau lainya. Makanya saling toleransi itu penting.

24. Tala' 'ub atau saling bersenda gurau. 

Adanya canda dan tawa dalam kehidupan berumah tangga lazim selalu dilakukan. Tak baik kalo dalam berkeluarga adanya serius mulu, harus diselingi dengan canda dan tawa. saling bergurau, bercengkerama, tanpa itu semua rumah mungkin akan sepi sekali dan tak ada gairah.

25. Jangan melihat ke belakang.

Setiap orang pasti memiliki masa lalu baik yang bagus maupun yang kelam. Termasuk pasangan. Di masa lalu pun mungkin ada sepenggal kisah tak mengenakkan yang pernah mewarnai rumah tangga.

Jika tak ingin terseret dalam arus negatif, lupakan hal-hal buruk yang pernah terjadi. Sambutlah masa depan dengan senyuman. Setiap orang pernah melakukan kesalahan dan berhak untuk menjadi lebih baik.

26. Selalu berpikir objektif.

Saat kalut menghadapi suatu hal, kadang kala pikiran jadi ruwet dan segalanya tampak suram. Ini terjadi jika Anda ikut terpancing secara emosional. Padahal, masalah apapun itu, termasuk konflik dengan suami maupun anak-anak, membutuhkan pikiran yang jernih untuk menyelesaikannya.

Apalagi jika muncul pihak ketiga yang berusaha memprovokasi. Beri jeda waktu agar pikiran menjadi dingin dan lepas dari segala beban emosional. Setelah merasa tenang, barulah mencari solusi diawali dengan saling mendengarkan antara kedua pihak.

27. Fokus pada kelebihan pasangan

Kita pasti pernah merasa tidak percaya diri dengan diri sendiri. Atau pernah juga dikritik oleh orang lain. Artinya, kita masih memiliki banyak kekurangan. Begitu pula dengan pasangan kita. Saat masih gadis mungkin kita selalu berangan-angan tentang pendamping hidup yang tampan, baik hati, terhormat dan berkecukupan.

Namun setelah menjalani rumah tangga beberapa tahun, kita mulai tahu sifat aslinya, kebiasaan buruknya yang mungkin membuat penilaian kita menjadi berubah. Namun jangan lihat kekurangannya, fokuslah pada kelebihannya agar cinta selalu bersemi.

28. Saling percaya

Kunci dari sebuah hubungan adalah rasa percaya. Tanpa rasa saling percaya, kehidupan rumah tangga tentu tak akan berjalan mulus. Rasa aman, nyaman, tenteram yang menjadi salah satu tujuan pernikahan tidak akan muncul. Bagaimana bisa tenang kalau kita selalu gelisah, curiga dan khawatir memikirkan sedang apa si dia di luar sana? Kuncinya, selalu khusnudzan dan jangan sia-siakan kepercayaan yang diberikan suami.

29. Kebutuhan seks

Perkawinan tanpa seks bisa dibilang seperti sayur tanpa garam. Hambar. Ya, seks memang perlu. Dan meski aktivitas seks sebetulnya bertujuan untuk memperoleh keturunan, namun manusia perlu juga mengembangkan seks untuk mencapai kebahagiaan bersama pasangan hidupnya.

Prinsip hubungan seks yang baik adalah adanya keterbukaan dan kejujuran dalam mengungkapkan kebutuhan Anda masing-masing. Intinya, kegiatan seks adalah untuk saling memuaskan, namun perlu dihindari adanya kesan mengeksploitasi pasangan. Kegiatan seks yang menyenangkan akan memberikan dampak positif bagi keduanya.

30. Hindari pihak ketiga

Setelah ijab qabul terucap dan sah menjadi pasangan suami-istri, dalam tatanan masyarakat istri telah diperhitungkan sebagai seorang ratu rumah tangga dari keluarga yang dipimpin oleh suami. Saat ada urusan bermasyarakat, tak lagi dianggap sebagai bagian dari keluarga lama tapi telah menjadi kelompok tersendiri. Maka ketika timbul permasalahan, selesaikanlah berdua saja. Tentunya suami-istri lebih banyak mengetahui keadaan dan arah rumah tangga ke depan. Tak perlulah melibatkan orang lain.

Banyak cerita tentang membesarnya konflik justru setelah pihak ketiga terlibat maupun sengaja dilibatkan, entah itu mertua, saudara ipar, tetangga, dan sebagainya.

Kalau pun ingin mendapat nasihat atau memiliki sudut pandang yang berbeda, maka mintalah pada seseorang yang sudah teruji pengalaman hidupnya, yang telah diketahui baik akhlaknya dan yang kemungkinan tidak akan melibatkan emosi pribadi dalam memberikan nasihat.

31. Menjaga romantisme

Terkadang, pasangan yang sudah cukup lama membangun mahligai rumah tangga tak lagi peduli pada soal yang satu ini. Padahal, menjaga romantisme dibutuhkan oleh pasangan suami-istri sampai kapan pun, tak cuma ketika mereka berpacaran. Sekedar memberikan bunga, mencium pipi, menggandeng tangan, saling memuji, atau berjalan-jalan menyusuri tempat-tempat romantis akan kembali memercikkan rasa cinta kepada pasangan hidup Anda. Tentu, ujung-ujungnya pasangan suami-istri akan merasa semakin erat dan saling membutuhkan.

32. Selalu utamakan komunikasi

Komunikasi juga merupakan salah satu pilar langgengnya hubungan suami-istri. Hilangnya komunikasi berarti hilang pula salah satu pilar rumah tanga. Komunikasi yang dimaksud disini bukan hanya ngobrol-ngobrol saja. Komunikasi ini dimaksudkan untuk saling mengerti. Lepaskan hal-hal berbau prasangka dan emosi. Menjaga komunikasi bisa diawali dengan kebiasaan ngobrol dan duduk bersama. Sampaikan apa yang merasa perlu diketahui pasangan atau anak. Buat iklim rumah tangga menjadi terbuka sehingga tidak ada anggota keluarga yang merasa tidak didengarkan.

33. Jaga spiritualitas rumah tangga

Salah satu pijakan yang paling utama seorang rela berumah tangga adalah karena adanya ketaatan pada syariat Allah. Padahal, kalau menurut hitung-hitungan materi, berumah tangga itu melelahkan. Justru di situlah nilai pahala yang Allah janjikan.

Ketika masalah nyaris tidak menemui ujung pangkalnya, kembalikanlah itu kepada sang pemilik masalah, Allah SWT. Sertakan rasa baik sangka kepada Allah SWT. Tataplah hikmah di balik setiap masalah. InsyaAllah, ada kebaikan dari semua masalah yang kita hadapi.

Kebersamaan suami istri merupakan sarana ta’aruf mereka. Mereka akan saling mengenal karakter dan kebiasaan masing-masing jika adanya saling kebersamaan. Tanpa itu, maka tidak akan pernah ada kesempatan untuk mengenal watak dan karakter pasangan. Bagaimana mungkin kita aka mengenal pasangan jika bersama saja tak pernah?

Namun seringkali kesempatan yang diberikan oleh Allah swt untuk menikmati kebersamaan bersama pasangan tersebut banyak disia-siakan oleh masing-masing pasangan. Coba kita perhatikan, banyak pasangan suami istri yang setelah menikah harus ikhlas berjauhan jarak dikarenakan tuntutan pekerjaan. Pasangan ini sungguh menikmati saat-saat pertemuan mereka yang bisa jadi hanya sekali dalam sebulan bahkan mungkin hingga tahunan. 

Sedangkan ada juga sepasang suami istri yang setiap hari bisa bertemu dan bercengkrama namun malah sering perang. Ada saja masalah setiap hari. Entah perkara salah menaruh handuk, perkara teh yang kurang manis, perkara makan tak dihabiskan dan berbagai perkara sepele. Sebenarnya saat perbedaan seperti ini muncul, saat itulah waktu yang tepat bagi pasangan tersebut untuk saling mengenal dan mengerti karakter masing-masing.

Banyak masalah dalam rumah tangga, pertengkaran atau perceraian, hanya karena masalah sepele saja yang bisa diselesaikan dengan mudah. Namun karena masing-masing memiliki ego yang besar, masalah kecil menjadi malapetaka. 

Ada sebuah contoh kisah dalam sebuah rumah tangga berikut ini. Sepasang suami-istri setelah sekian lama menikah mulai sering ribut, sampai si istri mengeluarkan ancaman minta cerai segala. Gara-garanya hanya karena odol. Sepele, kan?

Tidak juga, mungkin kita anggap hal yang sepele. Tapi justru seringkali kita menyepelekan hal yang sepele itu. Tak heran hanya gara-gara masalah sepele rumah tangga bisa bubar. 

Begini ceritanya sebagaimana dikutip dari kompasiana.com:

Seorang istri setiap pagi masuk kamar mandi dan hendak sikat gigi mulai rewel gara-gara odol yang sebelumnya digunakan suaminya.

Ia tak habis pikir padahal sudah seringkali mengingatkan suaminya, kalau menggunakan odol itu memencetnya dari bagian bawah. Tetapi suaminya tetap saja untuk mengeluarkan odol dengan memencet bagian tengahnya.

Setiap si istri menegur, si suami dengan santai berujar, “Kan sama saja, Ma! Dari dulu sudah begitu kebiasaan saya dan tidak ada masalah kok.”

Tentu saja si istri kesal, “Sama gimana? Ya, beda! Bentuknya aja jadi gak rapi gitu! Jadi orang yang rapi kenapa?”

Kalau sudah begitu, biasanya si suami juga ikut terpancing emosi dan kesal dengan sikap istrinya. “Ya sudahlah terserah Mama saja! Makan tuh odol!”

Namun sepertinya si suami semakin jadi, tetap saja sengaja memencet odolnya dari tengah saat digunakan.

Sampai puncaknya keluarlah kata “cerai” dari mulut si istri!

“Saya udah gak tahan dengan sikapmu, Pa! Lebih baik kita pisah aja deh!”

Si suami tak mau kalah, “Baiklah kalau itu maumu. Siapa takut?!”

Ini memang hanyalah cerita dan mungkin kita akan tertawa dan berpikir ini mengada-ada. Namun kenyataannya mungkin kita pernah menemukan tidak sedikit rumah tangga yang berantakan hanya karena masalah sepele saja.

Banyak pertengkaran antara suami-istri hanya disebabkan hal-hal sepele. Padahal kalau masing-masing tidak mengedepankan egonya, dengan mudah masalahnya bisa diselesaikan. Seperti cerita di atas, kalau si suami atau si istri sedikit bijak, jalan keluarnya begitu mudah. Cukup dengan menyediakan 2 buah odol untuk masing-masing.

Sesungguhnya waktu ta’aruf bagi kedua pasangan bukan hanya sebentar saja, namun selamanya. Sebab apa, bersatunya dua pasangan yang berbeda karakter, adat dan kebiasaan keluarga tentu akan sering menemukan perbedaan. Hanya pasangan yang bisa mengedepankan kedewasaan dengan berpegang pada Al-Qur’an lah yang akan mendapatkan keluarga sakinah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar