Kamis, 23 Maret 2023

Selamat dari Kecelakaan dan Sembuh dari Diabetes Berkat Do’a Anak Yatim Selepas Tahajud (Adinandra Wardhana - Karyawan)

Selamat dari Kecelakaan dan Sembuh dari Diabetes Berkat Do’a Anak Yatim Selepas Tahajud (Adinandra Wardhana - Karyawan)




“Apa sih amalan khusus yang kamu lakukan, sehingga Allah SWT memberikan pertolongan dan perlindungan kepadamu sedemikian rupa?” Demikian pertanyaan para kerabat yang menjenguk saya, sepulang saya dari Rumah Sakit.

Saya maklum. Bahkan saya sendiri juga heran, karena amal ibadah saya biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa pada diri saya. Tapi alhamdulillah, di luar dugaan sebuah kecelakaan dahsyat ternyata tidak sampai berakibat fatal pada diri saya. Bahkan, diabetes saya sembuh setelahnya. 

Ceritanya begini. Saya ini seorang staf penjualan di sebuah perusahaan asing di Surabaya. Rumah saya di Malang. Jadi, setiap hari kerja saya pergi-pulang rute Malang-Surabaya.

Pada 10 Desember 2010, usai shalat Jum’at saya mengemudi mobil dari Surabaya menuju Malang. Sore itu saya ada janji dengan salah satu customer di Kota Apel. Rencana saya, setelah menemui customer itu, bisa langsung pulang. Kira-kira pukul 15.30 WIB saya sampai di Purwosari, sejarak 15 km sebelum kota Malang. Spot ini dikenal sebagai jalur rawan kecelakaan. Sampai di sebuah putaran balik, tiba-tiba sebuah truk dari arah Malang nyelonong menghajar mobil saya. Braaakkk! Tabrakan tak terhindarkan. Belakangan saya baru tahu, truk itu remnya blong. Si sopir gagal menghentikan laju kendaraannya di jalan yang menurun. Mau banting stir kiri, dalamnya jurang dan sungai menganga. Sedangkan jika banting stir ke kanan, akan menghajar separator jalan. Maka sopir truk itu banting stir ke kanan tepat di sebuah ruas putaran balik, persis ketika saya melintas disitu.

Sebelum semuanya gelap, saya sempat memberikan nomor kontak kantor dan keluarga kepada polisi untuk dikabari. Ketika sadar, saya sudah berada di RS Saiful Anwar Malang. Luka yang saya alami cukup parah; Tengkorak muka remuk dan kedua tulang tangan kanan saya patah sama sekali. Di rumah sakit, saya ditangani dokter spesialis syaraf yaitu dr. Widodo, dengan tim medis yang terdiri 7 dokter syaraf, bedah syaraf, bedah tulang, bedah kosmetik, internist, mata, dan dokter THT.

Sebelum kecelakaan, saya sudah menderita diabetes. Jadi, saya tidak bisa langsung dioperasi untuk memperbaiki tulang-tulang tengkorak muka dan lengan. Sebab, kata dokter, kadar gula darah saya masih tinggi sehingga harus diturunkan dan distabilkan dulu.

Sepekan kemudian, pada 17 Desember 2010, akhirnya dokter memutuskan saya bisa menjalani operasi bedah tulang dan kosmetik. Dua hari jelang operasi, isteri saya berkeliling rumah sakit dan pasar di dekat situ untuk bersedekah. Dia bagikan uang kepada orangtua dan para pasien di IRD yang tidak memiliki biaya untuk berobat, sambil meminta do’a untuk kesembuhan saya.

Sehari jelang operasi, tulang tengkorak wajah saya difoto rontgen oleh dokter bedah plastik. Hasilnya, Subhanallah, Allahu Akbar, hampir seluruh tengkorak muka saya sudah tersambung kembali dengan sendirinya! Sehingga menurut dokter, hanya diperlukan pemasangan satu pen di pipi kanan saya. Sedangkan untuk tulang lengan saya yang patah, masih tetap harus dioperasi untuk memasang pen.

Setelah kesadaran saya membaik, saya ditangani oleh dokter syaraf. Waktu diperiksa olehnya, saya tidak sanggup melakukan gerakan-gerakan sederhana seperti memegang telinga kiri dengan tangan kanan, menulis satu kalimat sederhana, membedakan bentuk-bentuk sederhana seperti bola, kubus, piramid, dan lain-lain. Bahkan, saya tidak bisa mengingat nama benda-benda di sekitar saya!

Dengan hasil pemerikasaan seperti itu, dokter syaraf menyampaikan kabar seram pada isteri saya, bahwa saya akan kehilangan 50% memori ingatan saya. Dan, biasanya perlu beberapa bulan perawatan untuk memulihkannya. Namun, baru 2 minggu menjalani rawat inap, saya sudah boleh pulang. Kondisi saya secara umum sudah baik, walau memori otak saya belum 100% pulih. Kenyataan ini betul-betul mengherankan dokter syaraf yang menangani saya. Sebab, katanya, dia pernah memiliki pasien yang kondisinya mirip saya dan harus dirawat di RS sampai 7 bulan lamanya.

Rawat jalan di rumah, saya masih belum bisa mengingat beberapa nama benda di sekitar saya. Secara berkala, saya masih tetap harus kontrol ke dokter, terutama untuk kesehatan syaraf dan internist.

Alhamdulillah, sekitar 2 bulan di rumah, memori saya terus membaik. Dan yang luar biasa lagi, menurut dokter internist yang menangani saya, diabetes saya dinyatakan sembuh! Allahu Akbar!

Untuk mengatasi sakit kepala dan pusing (vertigo), saya juga berobat dengan akupunktur (tusuk jarum). Pengobatan alternatif ini cukup efektif, sehingga rasa sakit terus berkurang.

Menjawab keheranan tim medis maupun sanak-saudara yang membesuk atas “keajaiban” kesembuhan saya, terus terang saya pun belum menemukan jawaban yang pas.

Namun setelah merenungi semuanya, jawaban atas keajaiban itu tak lain adalah sedekah. Baik yang dilakukan isteri saya ketika di rumah sakit, maupun yang saya lakukan sebelum kecelakaan.

Ya, dua hari sebelum ditabrak truk, saya mengajak anak-anak penghuni Panti Asuhan Nurul Hayat Malang makan di sebuah resto fasfood dari Amerika. Sebelumnya, mereka pun pernah saya traktir makan di sebuah resto makanan Italia.

Bukan apa-apa, saya sekadar ingin memberi pengalaman mereka makan di rumah makan waralaba mancanegara. Sehingga, meskipun tinggal di asrama yatim-piatu, mereka bisa “mengimbangi” cerita pengalaman serupa teman-teman mereka dari keluarga mampu.

Duh, betapa bahagia saya menyaksikan binar bahagia di wajah mereka tatkala makan di resto tersebut. Saya yakin, itu jadi pengalaman luar biasa dalam hidup mereka.

Maka ketika saya mendapat musibah kecelakaan, do’a mereka usai Tahajud terpanjatkan untuk kesembuhan saya. Begitulah yang saya dengar dari pengasuh mereka. Dan saya meyakini keajaiban kesembuhan saya karena do’a-do’a mereka yang mereka panjatkan selepas shalat Tahajud. 

Sebagai tanda rasa terima kasih sekaligus syukuran, setelah lumayan sembuh saya ajak mereka makan di sebuah resto fastfood yang lain lagi. Biar lebih lengkaplah pengalaman anak-anak dhuafa tersebut.

Dari pengalaman ini, sekarang saya hampir tak berpikir panjang untuk bersedekah kepada orang-orang yang membutuhkan. Tentu, juga diiringi dengan meningkatkan amal ibadah yang lain seperti shalat fardhu tepat waktu dan berjamaah, shalat rawatib, dhuha, Tahajud, taubat, hajat, puasa sunnah, dll.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar