Selasa, 28 Februari 2023

Purwanto Joko Slameto - Bisnis Bebek Muda



Momok yang banyak dikhawatirkan oleh para penetas telur itik adalah rasio jumlah anak itik jantan yang lebih mendominasi dibandingkan jumlah anak itik betina. Maklum saja karena harga anak itik jantan jauh lebih murah dibandingkan dengan harga anak itik betina. Akan tetapi kini hal tersebut tidak lagi menjadi masalah yang cukup serius. Semenjak merebaknya warung makan yang menyajikan masakan serba bebek, bebek atau itik jantan muda justru banyak dicari orang. Permintaan suplai bebek untuk daging tidak kalah dengan permintaan bebek untuk petelur.

Kisah sukses bisnis bebek muda dialami oleh Purwanto Joko Slameto, lelaki yang berprofesi asli sebagai dosen Jurusan Teknik Arsitektur di Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat, itu telah menikmati sukses bisnis sampingan bebek muda. Per bulan ia meluangkan waktu bolak-balik Jakarta Boyolali untuk menengok peternakan Bebeknya di Boyolali. Usahanya itu tidak sia-sia karena dari peternakannya itu pak Joko mampu mendapatkan pemasukan hingga mencapai angka sebesar Rp 86 juta rupiah.

Awalnya bisnis Pak Joko memang tidak berjalan mulus, puluhan rumah makan di Solo dan Yogyakarta yang ditawari itik jantan muda, tidak ada satupun yang berminat. Solo dan Yogyakarta sengaja dipilih pak Joko sebagai pasar pertama sebab dekat dengan lokasi peternakan, lagipula budaya makan daging itik sudah terbentuk di kedua wilayah itu. 

Pak Joko tidak menyerah. Bahkan ia semakin gencar menawarkan dagangannya tersebut. Alhasil, dari 300 ekor yang ditawarkan ke semua rumah makan, ada 210 ekor yang terjual. Walaupun jumlah yang terjual tidak seperti yang diharapkannya, tapi pak Joko mensyukurinya. Kebanyakan rumah-rumah makan tersebut masih mengandalkan daging dari itik apkir. Kalau pun diterima, rumah makan akan menawar dengan harga sangat rendah. Jauh dari harga yang ditetapkan oleh pak Joko, yaitu Rp 18.000 per ekor, dengan bobot rata-rata sekitar 1,2 kg.

Pada tahun 2008 warung-warung dan penyedia menu itik menjamur di Jakarta dan sekitarnya, hal ini menjadi berkah bagi usaha itik pak Joko, meski awalnya tetap tidak mudah menawarkan itik muda kepada mereka. Namun saat pasokan itik afkir mulai seret, mereka mulai mencoba itik muda. Dengan modal kartu nama yang ditinggalkannya kepada pemilik warung akhirnya satu per satu dari mereka mulai menghubungi pak Joko untuk memesan itik muda yang diternakkan olehnya. 

Dan lambat laun, pemesan itik muda pun kian bertambah banyak. Hal ini membuat pak Joko harus menjalin kemitraan dengan banyak peternak itik rumahan yang bersedia menyuplai itik muda kepadanya. Dengan demikian, setiap ada permintaan itik muda dari para pelanggannya, pasti bisa dipenuhi oleh pak Joko, sehingga roda bisnis akan terus menerus berputar. 

Pasar kian terbentang saat pak Joko menggunakan strategi lain, yaitu pemasaran via dunia maya. Lewat blog yang dibuatnya, pemilik peternakan bebek ABG itu pun sukses menjaring 16 pelanggan. Semuanya adalah restoran yang sebagian besar terletak di Jakarta, sisanya berlokasi di Jawa Tengah dan Kalimantan Timur. Totalnya, setiap hari ia mesti memasok 300 itik jantan muda untuk pelanggan barunya itu. Setengah pasokan didapat dari mitra yang menyetor itik siap jual kepadanya.

Kunci suksesnya yang lain adalah dengan memperkenalkan penjualan itik jantan muda dalam bentuk karkas. “Tujuannya adalah untuk meningkatkan harga jual dan citra itik jantan,” kata pak Joko. Bentuk karkas juga disukai oleh para pemilik rumah makan karena mereka tidak perlu mengeluarkan biaya ekstra untuk pencabutan bulu. Itik diterima dalam bentuk daging yang bersih.

Lain lagi dengan cerita sukses bisnis penetasan telur dari Sulawesi, adalah Hasnah wanita muda yang sukses dengan itik-itik tetasannya. Semenjak SMP ia memang sudah terjun ke dunia penetasan telur itik. Kiprah Hasnah dalam dunia penetasan telur bebek dan menjual anakan bebek kepada peternak bukan tanpa kendala. Kendala yang dihadapi bukan hanya kendala modal, tetapi juga kendala sosial. Ada komentar pesimisme dari orang-orang di sekitar tempat tinggal Hasnah, bagaimana mungkin seorang perempuan bisa mandiri dan berkiprah dalam pengembangan ekonomi keluarganya hanya dengan menetaskan telur bebek.

Cibiran beraliran pesimisme tersebut tak lantas membuat Hasnah menyerah. Ia terus menetaskan telur, menabung uangnya untuk membeli peralatan-peralatan yang masuk kategori mewah untuk ukuran orang desa, bersolek ketika ada acara-acara sosial yang membuat kaum wanita di sekitarnya menjadi tertarik untuk mengikuti jejaknya, dan Hasnah berhasil dengan caranya itu.

Hasnah juga menuturkan, sampai hari ini, hampir semua perempuan di desanya melakukan usaha penetasan telur di kolong rumah masing-masing untuk membantu ekonomi keluarganya, dan itu nyata adanya. Berkat bebek-bebek kecil, banyak orang tua mengirimkan anaknya ke kota untuk memperoleh pendidikan yang layak. Tak hanya itu, banyak kaum lelaki yang merasa terbantu oleh usaha istri-istrinya, mereka lebih tenang dalam bekerja di luar rumah, dan beban ekonomi keluarga berkurang, serta perlahan tapi pasti banyak keluarga yang taraf kehidupan ekonominya menjadi meningkat berkat bisnis ini. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar