Kamis, 30 Juni 2022

Sembuh dari Kanker Payudara Setelah Berhaji (Lia - Maroko)




Namaku Lia. Aku sudah 9 tahun mengidap penyakit yang sangat mengerikan, yaitu penyakit kanker. Semua orang pasti tahu bahwa nama ini sangat menakutkan. Penyakit ini mengenai bagian payudaraku.

Aku hanyalah wanita biasa dengan tingkat keimanan kepada Allah yang sangatlah lemah. Aku lalai dari mengingat Allah. Aku mengira bahwa kecantikan seseorang akan abadi selama hidupnya dan masa muda dan kesehatannya juga demikian. Aku sama sekali tidak mengira akan menderita penyakit yang amat berbahaya, kanker. Namun setelah aku benar-benar menderita penyakit ini, jiwaku menjadi sangat guncang. Aku berpikir bagaimana bisa menghindar darinya tetapi hendak kemana, dan apa yang harus aku lakukan. Sementara penyakitku ini akan selalu bersamaku di mana pun aku berada. Aku juga pernah berpikir untuk bunuh diri namun aku masih mencintai suami dan anak-anakku. Aku sama sekali tidak pernah berpikir bahwa Allah akan menyiksaku bilamana aku jadi bunuh diri -sebagaimana yang aku jelaskan tadi- sebab aku orang yang lalai dari mengingat Allah.

Suatu ketika aku bersama suamiku pergi ke Belgia untuk berobat dan di sana aku mendatangi beberapa orang dokter terkenal namun mereka semua hampir sepakat mengatakan kepada suamiku bahwa payudaraku harus dihilangkan.

Tidak sebatas itu, aku juga harus menggunakan obat-obat dengan dosis tinggi yang efek sampingnya dapat merontokkan rambut, melenyapkan bulu mata, kedua alis mata, menumbuhkan seperti jenggot di atas wajah bahkan merontokkan juga kuku dan gigi. Karena itu, aku menolaknya sama sekali seraya berkata, “Aku lebih baik mati dengan tetap memiliki payudara dan rambut serta semua apa yang diciptakan Allah untukku dari pada harus cacat”. Lalu aku meminta kepada para dokter agar membuat resep pengobatan ringan untukku dan mereka pun menyetujuinya.

Memang obat yang diberikan dokter untukku tidak memberikan efek apapun pada tubuhku. Akan tetapi setelah kira-kira enam bulan kemudian, aku mulai merasakan susutnya berat badanku, warna kulitku banyak berubah dan merasakan berbagai keluhan sakit. Lalu dokter pribadi kami menyarankanku agar pergi ke Belgia kembali, maka aku pun berangkat ke sana bersama suami.

Sesampainya di Belgia, suamiku sangat kaget mendengar pernyataan dokter bahwa kankerku sudah menjalar ke paru–paru, jantung dan organ tubuh yang lain. Bahkan dokter menyalahkan suamiku. Mereka mengatakan bahwa aku tak dapat mereka tolong lagi. Intinya kami tinggal menunggu waktu ajal menjemputku. Hatiku sangat sedih mendengar pernyataan mereka. Akhirnya kami pun berniat pulang. Sebelum pulang, kami memutuskan singgah ke Perancis, dengan harapan di sana ada pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakitku itu. Namun, kami tidak mendapatkan apa-apa. Di sana hanya ada tawaran agar aku dimasukkan ke rumah sakit untuk menghilangkan payudaraku dan menggunakan obat-obat berdosis tinggi itu. Dan aku pun tidak mau.

Akan tetapi, suamiku rupanya ingat sesuatu yang selama ini kami lupakan bahkan sepanjang hidup kami. Allah telah memberikan ilham kepada suamiku agar kami berziarah ke Baitullah di Makkah. Kami harus berdiri di hadapan-Nya guna memohon disembuhkan dari penyakit yang aku derita ini. Kami pun melakuan hal itu.

Kami berangkat dari Paris seraya bertahlil dan bertakbir. Aku sangat gembira sekali karena untuk pertama kalinya memasuki Baitullah dan melihat Ka’bah yang dimuliakan. Di sebuah toko di kota Paris, aku membeli sebuah mushaf dan setelah itu, kami berangkat menuju Makkah.

Akhirnya, kami sampai juga di Baitullah. Tatkala sudah masuk dan melihat Ka’bah, aku banyak menangis karena menyesali atas perbuatanku yang telah lalu. Aku sudah tidak pernah melakukan berbagai kewajiban yang diperintahkan Allah; shalat, puasa, kekhusyu’an dan pasrah diri kepada-Nya.

Aku berkata, “Wahai Rabb, pengobatan terhadap penyakitku sudah membuat tak berdaya para dokter. Sedangkan penyakit itu berasal dari-Mu dan Engkau pulalah yang memiliki obatnya. Semua pintu telah tertutup di hadapanku, yang tinggal hanyalah pintu-Mu saja. Karena itu, janganlah Engkau kunci pintu-Mu dari hadapanku.”

Aku pun melakukan thawaf di Ka’bah dan banyak memohon kepada-Nya agar Dia tidak menyia-nyiakan harapanku dan tidak menghinakanku serta dapat membuat tercengang para dokter yang telah memvonisku.

Pada waktu itu, aku mendatangi beberapa ulama dan syaikh yang berada di sana seraya meminta mereka menunjukiku buku dan doa yang mudah dan ringkas untuk aku jadikan pegangan. Lalu mereka menasehatiku agar banyak-banyak membaca Al-Qur’an dan meminum air zam-zam sepuas-puasnya. Mereka juga menasehatiku agar memperbanyak berdzikir kepada Allah dan membaca shalawat kepada Rasulullah saw.

Berada di Baitullah, aku merasakan ketenangan jiwa yang luar biasa. Karena itu, aku minta izin kepada suamiku untuk tetap tinggal di Baitullah dan tidak pulang ke hotel. Suamiku pun akhirnya mengizinkanku.

Di Baitullah kebetulan ada beberapa saudariku seiman dari Mesir dan Turki yang menjadi temanku duduk-duduk. Setelah kami berbincang dan aku menceritakan tentang penyakitku, lalu mereka menemaniku dan tidak ingin berpisah. Aku beritahukan kepada mereka bahwa aku berniat i’tikaf di rumah Allah ini. Maka, mereka pun memberitahu kepada suami-suami masing-masing untuk meminta izin tinggal bersamaku. Kami tidak pernah memejamkan mata, tidak makan kecuali hanya sedikit. Kami hanya banyak minum air zam-zam sebab di dalam hadits, Nabi saw, bersabda, “Air zam-zam itu sesuai dengan (tujuan/niat) yang meminumnya.” (Hadits Shahih, HR. Ibn Majah dan lainnya)

Benar, Allah telah menghilangkan rasa lapar kami dan kami terus melakukan thawaf. Kami melakukan shalat dua raka’at, lalu mengulangi thawaf lagi. Kami meminum air zam-zam dan memperbanyak bacaan Al-Qur’an. Demikianlah, siang dan malam, kami hanya sedikit tidur. Ketika aku sampai di Baitullah, tubuhku kurus sekali, pada sebagian tubuhku bagian atas banyak sekali tumbuh bintik-bintik dan benjolan-benjolan yang menandakan bahwa kanker telah menyerang seluruh anggota badanku bagian atas. 

Mereka menasehatiku agar membasuh separuh tubuhku bagian atas dengan air zam-zam akan tetapi aku takut bila menyentuh benjolan-benjolan dan bintik-bintik itu, aku akan teringat sakit lantas membuatku terlena dari berdzikir dan beribadah kepada Allah. Aku pun membasuhnya tetapi tanpa menyentuh tubuhku.

Pada hari ke-lima, teman-temanku itu memaksaku agar menyapu seluruh tubuhku dengan sedikit air zam-zam. Pada mulanya, aku menolak tetapi tiba-tiba aku merasa mendapatkan kekuatan yang mendorongku untuk mengambil sedikit air zam-zam lalu menyapunya ke tubuhku. Saat pertama kali, aku merasa cemas, kemudian aku merasakan ada kekuatan lagi, tetapi masih ragu-ragu namun ketika untuk kali ketiganya tanpa terasa aku memegang tanganku lalu menyapu air zam-zam ke tubuh dan payudaraku yang mengeluarkan darah, nanah dan bintik-bintik. Di sinilah, terjadi sesuatu yang tidak pernah aku sangka-sangka. Rupanya, semua bintik-bintik itu lenyap seketika dan aku tidak menemukan sesuatu pun di tubuhkku, tidak rasa sakit, darah atau pun nanah.

Semula aku kaget. Karenanya, aku masukkan kembali kedua tanganku ke dalam bajuku untuk mencari penyakit yang dulu bersarang di tubuhku. Namun aku tidak mendapatkan sedikit pun benjolan-benjolan itu. Bulu kudukku merinding saking kagetnya, akan tetapi barulah aku teringat bahwa Allah ta’ala Maha Kuasa atas segala sesuatu. Lalu aku meminta salah seorang temanku untuk menyentuh tubuhku dan mencari bintik-bintik dan benjolan-benjolan, barangkali saja ada. Tiba-tiba mereka berterik tanpa sadar, “Allahu Akbar, Allahu Akbar...!”

Tak berapa lama setelah itu, aku tidak kuasa lagi untuk segera pulang dan memberitahukan perihal tersebut kepada suamiku. Aku memasuki hotel tempat kami menginap, dan begitu sudah berdiri di hadapan matanya, aku buka bajuku seraya berkata, “Lihatlah rahmat Allah...!” 

Kemudian aku memberitahukan kepadanya apa yang telah terjadi tetapi ia tidak percaya. Ia menangis dan berteriak dengan suara kencang, “Tahukah kamu bahwa para dokter tempo hari telah bersumpah atas kematianmu setelah tiga minggu saja.” Lalu aku berkata, “Sesungguhnya ajal itu di tangan Allah ta’ala dan tidak ada yang mengetahui hal yang ghaib selain Allah.”

Setelah itu, kami tinggal di Baitullah selama seminggu penuh. Selama masa-masa itu, aku tidak putus untuk memuji dan bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya yang demikian tidak terhingga. Kemudian kami mengunjungi masjid Nabawi untuk melakukan shalat dan berziarah kepada Rasulullah saw, lalu setelah itu kembali ke Perancis.

Di sana, para dokter tampak benar-benar kaget dan bingung melihat kejadian aneh yang menimpaku. Lalu dengan penuh rasa bangga, aku tegaskan kepada mereka, “Aku telah kembali kepada Rabbku dan aku tidak akan pernah takut lagi kepada siapa pun selain Allah. Semua takdir berada di tangan-Nya dan segala urusan adalah milik-Nya.”

Lalu mereka kembali memeriksaku namun tidak mendapatkan sesuatu pun. Sebelumnya, gara-gara benjolan-benjolan itu, aku sama sekali sulit untuk bernapas akan tetapi ketika sampai di Baitullah dan aku meminta kesembuhan hanya kepada-Nya, maka sesak napas itu pun hilang. Setelah peristiwa aneh itu aku semakin mendekatkan diri kepada Allah, dan rajin mempelajari Islam dengan lebih tekun.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar