Minggu, 05 Juni 2022

Dahsyatnya Istighfar di tanah suci (Azizah - Surabaya)



“Labbaika allaahumma labbaik, labbaika laa syariikalaka labbaik innalhamda wanni’mata laka wal mulkalaa syariikalak...” Tak kuasa Azizah bendung butiran air mata yang meleleh di ujung-ujung matanya, tak kering-keringnya menyertai perjalanan Azizah kali ini. Jejak pertama yang ditorehkan di Bandara King Abdul Aziz adalah sentuhan dahi di tanah haram, dengan bermilyar-milyar rasa syukur serta takjub pada kuasa Illahi yang membuatnya merasakan ini.

Kalimat-kalimat talbiyah Azizah bisikkan lirih, melambung bersama deruan angin kering serta debu menuju ke maktab, tepatnya di daerah Misfalaah, tempatnya melabuhkan rasa penat usai perjalanan 11 jam dari Juanda, Surabaya, Jawa Timur.

Rasa penatnya sirna, segera ia bergegas untuk menelusuri jalan menuju ke Baitullah. Luruh segenap jiwa dan raga Azizah melihat dan menyaksikan Baitullah di depan mata. Tertumpah ruah tangisan bahagia atas karunia ini. Menyeruak perih terhampar demi mengingat dosa yang telah Azizah jalani. Entah berapa banyak air mata tumpah disana. Azizah merasa rengkuhan yang demikian membara, sesak memenuhi rongga dada terhimpun di segenap hembusan napasnya. Azizah melantunkan asma Allah di setiap langkah dan geraknya.

Tak terasa saat mabit di Mina untuk melempar Jumroh telah tiba, serasa Azizah seperti serpihan tak berarti di antara jutaan umat Islam yang berkumpul disana. Tenda serupa bentuk dan warna bertebaran rapi di segala arah. Saat itulah ada rasa bahwa sesungguhnya manusia itu sama di hadapan-Nya yang membedakan adalah ketaqwaannya.

Pagi menggigit raga membuat Azizah tergerak untuk membasahi kerongkongan dengan segelas kopi susu panas. Segera Azizah beranjak ke dapur umum yang jaraknya kurang lebih 200 m dari tenda tempatnya bermalam. Azizah melihat teman sekamar masih sibuk bercengkerama, akhirnya Azizah pergi sendiri. Azizah pun berlalu menuju tenda dapur umum. Tak lama segelas kopi susu panas pun ada di tangan.

Dengan penuh percaya diri Azizah berjalan, setelah sekian lama Azizah dilanda kecemasan, karena tak menemukan tendanya. Azizah menengok kanan kiri tetapi ternyata bukan. Dia sudah bertanya berkali-kali ternyata selalu bukan tendanya Sisa kopi susu panas telah dingin tak menggairahkan lagi, tetap Azizah kebingungan. Di tengah kegalauan, Azizah terdiam sejenak, kesalahan apa yang telah diperbuatnya. Menitik air matanya ketika terlintas, bahwa tadi sejumput kesombongan telah Azizah lakukan, karena jarak yang dekat membuatnya terlalu percaya diri untuk bisa kembali ke tenda tanpa kesulitan. Dia pun tak mengajak teman-teman sekamarnya karena tidak sabar menunggu mereka bersiap-siap.

“Allahumma anta rabbi laa ilaaha illa anta khalaqtanii wa anaa ‘abduka wa ‘anaa ‘ala ahdika wawa’ dika maastatha’tu audzubika min syarrimaa shana’tu abu’ulaka bini’matika alayya wa ‘abuu’u bidzambii faghfirlii fa’innahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta.”

Azizah lantunkan istighfar qubro di setiap langkahnya, bahkan di setiap kedipan mata. Dan subhanallah... saat Azizah menolehkan kepalanya ke kanan ternyata itu adalah tendanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar