Rabu, 06 April 2022

Haid Terasa Berkesan Saat Ramadhan


Meskipun tidak diperbolehkan shaum dan shalat, namun bagi muslimah yang sedang haid tidak usah khawatir kelewatan momen mendapat pahala berlipat ganda pada bulan puasa ini. Karena masih banyak amalan ibadah mulia yang dapat dilaksanakan untuk mendapat ridha Allah swt dan pahala yang berlipat ganda.

Mungkin bagi wanita haid atau nifas, adalah wanita yang paling bersedih dengan kehadiran bulan Ramadhan, dikarenakan akan hilang kesempatan-kesempatan yang terindah dalam bulan Ramadhan untuk menggapai karunia pahala yang melimpah ruah. Tapi ini merupakan syariat yang harus difahami bagi setiap muslimah dikarenakan haid atau nifas adalah sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah atas para wanita.

Dan juga ‘Aisyah berkata, “Kami mengalami haid pada masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat.” Sehingga para wanita yang hidup pada zaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah memaksakan diri untuk berpuasa pada bulan Ramadhan, bahkan ia berdosa melanggar larangan Allah, jika tetap “kekeuh” berpuasa dalam kondisi haid atau nifas.

Namun tidak usah khawatir... Allah yang maha mulia telah memberikan solusi kepada para wanita yang haid di bulan Ramadhan menjadi bulan yang tidak dilewatkan oleh Anda untuk meraih kemuliaan dan pahala dari-Nya.

Ini dia beberapa amalan yang dapat dilakukan, yaitu melakukan amalan-amalan yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Banyak ibadah sunnah lainnya yang dianjurkan yang dapat dilakukan diantaranya yaitu:

1. Memberi dan menyediakan ifthar (hidangan berbuka).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Barang siapa yang memberi ifthar (hidangan untuk berbuka) orang-orang yang shaum/berpuasa maka baginya pahala seperti orang yang shaum/berpuasa tanpa dikurangi sedikitpun.” (HR. Bukhari Muslim).

Dalil di atas mengisyaratkan bahwa meski berhalangan berpuasa, Anda para muslimah masih bisa mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang berpuasa dengan memberikan hidangan untuk orang yang berbuka puasa. Anda dapat memulainya dengan mengolah makanan sampai menyajikan makanan dan minuman untuk sahur dan berbuka puasa seluruh keluarga.

Tampak betapa besar karunia Allah yang diberikan kepada wanita? Dia tidak ikut lapar dan dahaga, tetapi peluangnya mendapatkan ganjaran sama persis seperti orang yang berpuasa dan yang beramal shalih yang lain. 

2. Melakukan khidmat (membantu) orang lain.

Dari Jabir bin Abdullah ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Setiap kebaikan adalah sedekah. Dan di antara bentuk kebaikan adalah kamu menjumpai saudaramu dengan wajah yang menyenangkan. Dan kamu menuangkan air dari embermu ke dalam bejana milik saudaramu.” (HR.At-Tirmidzi)

Semua hal tersebut, jika dilakukan karena Allah, tidak akan sia-sia karena khidmat termasuk amal shalih dan bahkan wanita bisa mendapatkan pahala yang setara dengan yang berpuasa jika dia melakukan khidmat kepada orang yang berpuasa. Contoh khidmat ialah: Menyiapkan makan sahur dan berbuka, berbelanja untuk kebutuhan makan, mengasuh anak, membersihkan rumah, mencuci, menyetrika, dll.

3. Berdo’a dan berdzikir tetap jalan.

Walau muslimah ketika haid tidak diperbolehkan shalat, namun demikian ketika adzan usai dikumandakan sangat dianjurkan untuk berdo’a dan berdzikir.

Dari Jabir Bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa mendengar panggilan adzan lalu ia berdo’a ‘Ya Allah Ya Rabb... Pemilik seruan yang sempurna ini, dan shalat yang akan didirikan, karuniakanlah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Wasilah dan keutamaan dan tempatkanlah ia di tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan’ akan mendapatkan syafaatku kelak pada hari kiamat.” (HR. Bukhari).

Para Fuqoha sepakat pada tiga poin ibadah yaitu, istighfar, dzikir dan do’a tidak disyaratkan yang melakukan harus suci dari hadats baik hadats besar maupun hadats kecil. Artinya seorang wanita yang sedang haid, meskipun dia berhadats besar tidak ada larangan baginya untuk beristighfar, dzikir dan berdo’a sepanjang waktu selama mampu.

4. Mendorong orang lain untuk beramal shalih.

Mengingatkan anggota keluarga untuk menunaikan shalat sunnah terutama shalat sunnah Dhuha dan shalat sunnah Qiyamullail.

Dari Abu Mas’ud Al Anshari dia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, jalan kami telah terputus karena hewan tungganganku telah mati, oleh karena itu bawalah saya dengan hewan tunggangan yang lain.” Maka beliau bersabda: “Saya tidak memiliki (hewan tunggangan yang lain).” Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang berkata, “Wahai Rasulullah, saya dapat menunjukkan seseorang yang dapat membawanya (memperoleh penggantinya).” Maka beliau bersabda: “Barangsiapa dapat menunjukkan suatu kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya.” (HR. Muslim)

Kita dapat membantu untuk mengingatkan suami, anak, saudara atau orang tua di rumah untuk melaksanakan berbagai ibadah yang seringkali terlupa seperti shalat berjamaah di mesjid, melaksanakan tarawih dan banyak lagi.

5. Istighfar dan shodaqoh.

Istighfar dan shodaqoh lebih layak diperhatikan di bulan Ramadhan karena bulan ini adalah bulan yang paling mulia diantara seluruh bulan.

Dari Abdullah bin Umar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda:

“Wahai kaum wanita! Bersedekahlah kamu dan perbanyakkanlah istighfar. Karena, aku melihat kaum wanitalah yang paling banyak menjadi penghuni Neraka.” (HR. Muslim)

Secara khusus Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam merekomendasikan wanita agar memperbanyak istighfar dan shodaqoh karena beliau diperlihatkan bahwa wanita adalah penghuni neraka yang paling banyak.

6. Tholabul ‘ilmi (mencari ilmu).

Mencari ilmu termasuk amal shalih yang bisa dilakukan wanita haid di bulan Ramadhan baik dilakukan dengan mendatangi majelis ilmu maupun mempelajari isi buku.

“Barangsiapa wafat dalam menuntut Ilmu (dengan maksud) untuk mengidupkan Islam, maka antara dia dan nabi-nabi satu derajat di dalam surga.” (HR. At Thabrani)

7. Menjauhi larangan agama.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan ghibah maka tiada artinya di sisi Allah baginya shaum/puasa dari makan dan minum.” (HR Bukhari).

Muslimah yang bijak tentunya berupaya memanfaatkan setiap detik ketika bulan Ramadhan walaupun ketika sedang haid, dan terhalang menunaikan shaum masih mendapat pahala yaitu dengan berusaha menjauhi segala yang dilarang oleh agama, dan berusaha menjaga lisan dengan tidak mengunjing dan selalu berusaha berkata-kata yang manfaat.

8. Memperbanyak berdo’a kepada Allah. 

Banyak diantara muslimah yang sedang mengalami haid atau nifas justru meninggalkan seluruh amal-amal kebajikan, karena merasa sudah tidak ada amal lagi yang mereka kerjakan. Padahal berdo’a merupakan sebuah kegiatan yang dapat dilakukan bagi seorang muslimah untuk menggapai kemuliaan pada bulan Ramadhan, selain itu memperbanyak do’a pada bulan Ramadhan adalah sebuah amal utama yang harus dikerjakan, karena pada waktu-waktu itu Allah memberikan “ijabah” kepada orang-orang yang berdo’a.

9. Memperbanyak dzikir di setiap keadaan dengan ucapan tasbih (ucapan subhanallah), dan istighfar (ucapan astaghfirullah), khususnya dzikir pagi dan petang. Tentu para muslimah tidak merasa keberatan dengan dzikir tesebut, karena dzikir merupakan amalan yang ringan bagi manusia, dan ia dapat dikerjakan kapan saja. Amalan yang ringan tapi sangat berat di timbangan.

10. Memperbanyak shodaqoh. 

Seperti memberikan makan kepada orang yang berpuasa, dan bukankah Allah akan membalasnya dengan pahala seperti orang yang berpuasa?

11. Selama Ramadhan para muslimah banyak menghabiskan waktunya di dapur. Terkhusus lagi pada waktu-waktu yang penuh berkah, seperti saat terbenamnya matahari, dan saat menyiapkan sahur menjelang subuh. Maka jika semua aktivitas tersebut diniatkan untuk Allah maka pahala yang besar dan melimpah ruah menantinya.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata, “Kami bersama Rasulullah dalam sebuah perjalanan, sebagian dari kami ada yang berpuasa dan sebaian lain tidak. Suatu ketika panas begitu terik menyengat. Yang paling teduh di antara kami adalah yang paling lengkap pakaiannya. Diantara kami ada yang menahan panasnya terik matahari dengan tangannya. Maka orang-orang (yang kala itu) berpuasa berjatuhan (karena tak tahan menahan panas), lalu (seketika itu juga) orang-orang yang tidak berpuasa bergegas mengetuk pintu rumah-rumah (untuk mencari ataupun air), lalu mereka meminumkan air tersebut kepada para pengendara yang berjatuhan tadi. (melihat itu) Rasulullah besabda, “Pada hari ini orang-orang yang tidak berpuasa tersebut mendapatkan pahala.” Apa yang akan diraih oleh para muslimah ketika mereka selalu menyiapkan dan menghidangkan makanan untuk orang-orang yang akan berpuasa karena Allah?

12. Dan tidak mengapa bagi setiap untuk membaca Al-Qur’an meskipun dalam keadaan haid (sebab derajat hadits yang melarang wanita haid untuk membaca Al-Qur’an adalah lemah).

13. Membaca buku-buku ilmiyyah yang berkaitan dengan shaum.

14. Mendengarkan ceramah agama baik melalui radio, kaset-kaset, maupun di mesjid.

Maka tidak ada kamus dalam aktivitas para muslimah yang sedang haid atau nifas dalam bulan Ramadhan hanya dengan bersantai. Seabreg pahala akan dapat diraih bagi para muslimah jika dia memahami bahwa tidak ada sesuatu pun yang tidak dapat dimanfaatkan untuk meraih pahala Allah.

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Al-Dukhan (44): 3-4).

Dalam surah Al-Qadr, Allah swt menjelaskan, pada malam inilah Al-Qur’an sebagai hidayah bagi umat manusia diturunkan. Beribadah pada malam ini lebih baik daripada beribadah seribu bulan. 

Para malaikat bersama malaikat Jibril turun pada malam ini dengan membawa rahmat dan berkah. Malam ini penuh kedamaian dan kesejahteraan bagi orang-orang beriman.

Selain itu, malaikat pun memberikan salam kepada orang beriman sampai terbit fajar. Ada banyak aktivitas ibadah yang dapat dilakukan perempuan yang sedang haid pada malam-malam 10 terakhir Ramadhan. 

  • Berdo’a sebanyak-banyaknya kepada Allah. Sebab, berdo’a pada malam-malam itu sangat mustajab untuk dikabulkan.

Dari Al-Nu'man bin Basyir, ia berkata, Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, “Do’a itu adalah ibadah, kemudian beliau membaca ayat 60 surah Ghafir yang artinya: ‘Dan Tuhanmu berfirman, berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.'” (HR Tirmizi, Ibnu Majah, Abu Daud, al-Nasa`I, dan Hakim).

  • Kedua, mengulangi hafalan Al-Qur’an yang dikuasai atau mendengarkan rekaman Al-Qur’an hingga khatam. Berdzikir sebanyak-banyaknya, sebaik-baik dzikir adalah laa ilaah illallah.

Dan sebaik-baik dzikir pada sepertiga akhir malam adalah istighfar, misalnya, membaca astagfirullah wa atuubu ilayh. Dan, selalu memohonkan ampunan pada waktu pagi sebelum fajar. (QS. Adz-Dzariyat: 18).

Dalam tafsir Ibnu Katsir dan Thabari, disebutkan riwayat lain dari Mujahid, beliau berkata, “Ada seorang laki-laki dari Bani Israil yang selalu menghidupkan malamnya dengan ibadah sampai subuh. Kemudian pada siang hari, dia berjihad melawan musuh sampai sore, dan ia melakukan itu selama seribu bulan maka Allah menurunkan surah Al-Qadr ayat 3 dimana menghidupkan malam Qadar itu lebih baik dari amalan laki-laki Bani Israil tersebut.”

  • Ketiga, menyediakan kebutuhan orang yang beriktikaf, baik dalam bentuk sedekah uang maupun mengirimkan makanan, dan lainnya. Atau, lakukan kebaikan apa saja yang mudah dan ringan untuk dikerjakan pada malam itu. 

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah bersabda, pada bulan itu Allah memiliki satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barang siapa yang terhalang dari kebaikannya berarti ia telah terhalang dari segala kebaikan.” (HR Al-Nasa`i).

Dan, dengan kasih sayang Rasulullah saw kepada umatnya, beliau telah menunjukkan jalan dan memberikan kemudahan. Caranya dengan menjelaskan hendaklah kita mencari malam kemuliaan itu pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan, terutama pada malam-malam ganjilnya. 

Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Rasulullah biasa beriktikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan dan bersabda, 'Carilah Lailatul Qadar pada 10 hari terakhir dari bulan Ramadhan.'” (HR Bukhari dan Muslim).

  • Keempat, membaca buku-buku agama Islam yang dapat menambah pengetahuan tentang al-Islam dan mendekatkan diri kepada Allah. Bahkan, Nabi memberikan teladan bagaimana seseorang seharusnya mengambil kesempatan waktu yang penuh berkah yang diberikan Allah. 

‘Aisyah berkata, “Pada 10 hari terakhir bulan Ramadlan, Rasulullah lebih giat beribadah melebihi hari-hari selainnya.” (HR Muslim).

Menghidupkan Lailatul Qadar tidak terbatas hanya dengan shalat. Tapi, mencakup semua bentuk ibadah dan ketaatan kepada Allah. Karena, seorang wanita yang sedang haid dilarang dan haram baginya melakukan shalat.

Dan menurut sebagian ulama, haram menyentuh mushaf dan masuk mesjid, maka ia bisa menghidupkan malam penuh kemuliaan itu dengan amal ibadah yang lain. 

Ada sebuah kisah seorang wanita bahwa ia tidak pernah mengqadha’ hutang puasanya setiap Ramadhan. Maka setelah tahu bahwa hutang puasa harus dibayar, ia wajib istighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya. Dan ia wajib berpuasa sebanyak hari yang ia tinggalkan ditambah memberi makan satu orang miskin setiap harinya, sebagaimana difatwakan oleh sebagaian shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Memberi makan sebanyak setengah sha, sekitar 1,5 kilogram. Kewajiban ini tidak gugur darinya hanya karena perkataan wanita-wanita awam terhadapnya bahwa tidak perlu mengqadha’.

‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata:

“Kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Jika datang Ramadhan dan ia belum mengqadha’ maka ia berdosa. Maka ia wajib untuk mengqadha’ dan bertaubat serta memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan, jika ia mampu. Jika ia faqir tidak mampu memberi makan (fidyah), maka sudah cukup baginya mengqadha’ puasa dan bertaubat. Gugur darinya kewajiban membayar fidyah. Jika ia tidak mengetahui hitungan hari yang ditinggalkannya, hendaknya ia memperkirakannya lalu berpuasa sebanyak hari yang menurut perkiraannya itu hari puasa yang ia tinggalkan, ini sudah mencukupi baginya. Berdasarkan firman Allah ta’ala:

“Bertaqwalah kepada Allah semampu kalian.” (QS. At Taghabun: 16)

Salah satu bentuk rahmah Allah adalah tidak diwajibkannya wanita haid untuk mengqadha’ shalat, karena dengan mengqadha’ nya akan menjadi masyaqqah (kesulitan). 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar