Faktor Rh (antigen) dalam sel darah merah dimiliki oleh sekitar 85% penduduk kulit putih dan 93% penduduk Afrika-Amerika. Faktor ini ditemukan dalam sel janin sejak enam minggu setelah konsepsi. Individu yang memiliki faktor ini dinyatakan Rh-positif. Sedangkan individu yang tidak memiliki faktor ini dinyatakan Rh-negatif.
Saat terjadi aborsi atau saat lahir, darah janin yang Rh-positif dapat masuk ke dalam sirkulasi maternal dan menyebabkan darah maternal yang Rh-negatif menjadi “sensitif.” Pada situasi ini, sistem imun ibu yang Rh-negatif memproduksi antibodi untuk melawan antigen Rh, yang dapat ditransmisi ke janin. Kadangkala pada kasus tertentu, sensitisasi terjadi sebelum persalinan tanpa disertai bukti pendarahan eksternal.
Faktor Rh ditentukan untuk mengidentifikasi bayi yang dapat meninggal atau sakit akibat penyakit Rh (penyakit hemolitik pada bayi baru lahir) dan untuk mengidentifikasi wanita yang menerima Rh imun globulin (RhIg) sehingga penyakit dapat dicegah. Bayi yang terkena Rh dapat mengalami penyakit ringan, sedang, atau berat.
Bayi baru lahir yang masuk ke dalam kelompok sakit ringan akan mengalami hepatosplenomegali dan anemia tingkat sedang disertai ikterik setelah lahir. Kernikterus dapat terjadi dan menyebabkan retardasi mental dan bahkan kematian. Bayi yang sakit berat akan mengalami hidrops, biasanya pada usia gestasi 30 minggu. Kematian dapat terjadi in utero. Bayi pada kelompok ini biasanya memerlukan transfusi intrauterin karena nilai hemoglobin biasanya antara 4 sampai 6 g/dL.
Kehamilan Rh positif yang pertama berisiko rendah terhadap sensititasi. Risiko wanita Rh negatif yang memiliki golongan darah ABO-kompatibel untuk mengalami sensititasi ialah 8% setelah kehamilan pertama dan 16% setelah kehamilan kedua bila RhIg tidak diberikan (Bowman, 1978). Persentase akan menurun bila ibu dan bayi memiliki golongan darah ABO-kompatibel karena golongan darah ini melindungi bayi dari efek Rh inkompatibilitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar