Kamis, 06 Januari 2022

Pentingnya Pengingat Kematian



Setiap yang bernyawa pasti akan mengalami mati. Dan akhir kematian manusia hanya ada dua macam, yaitu husnul khatimah (akhir yang baik) dan su’ul khatimah (akhir yang buruk). Terserah kita akan memilih yang mana, yang pertama ataukah yang kedua. Jika kita memilih yang pertama, artinya kita harus mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menghadapinya. Karena balasan husnul khatimah adalah surga, dan untuk menuju surga diperlukan perjuangan yang cukup berat. Bahkan Nabi menyebutkan bahwa surga adalah barang dagangan Allah yang sangat mahal harganya.

Tanda-tanda orang yang khusnul khatimah ada beberapa, di antaranya :

  • Mengucap syahadat ketika meninggal (HR. Abu Daud).
  • Mati dalam keadaan berkeringat (HR. Tirmidzi).
  • Mati pada siang/malam jumat (HR. Tirmidzi).
  • Mati syahid/terbunuh di medan perang di jalan Allah (QS.3 : 169-171)
  • Mati di jalan Allah (HR. Muslim)
  • Mati karena radang selaput dada (HR. Ahmad)
  • Mati karena penyakit tha’un (HR.Bukhari)
  • Mati karena sakit perut (HR. Muslim)
  • Mati karena tenggelam.
  • Mati karena keruntuhan (HR. Bukhari dan Muslim)
  • Mati karena kehamilan disebabkan anak yang dikandung (HR. Ahmad)
  • Mati karena membela agama/nyawa (HR. Bukhari)
  • Mati karena membela harta (HR. Abu Daud)
  • Mati karena TBC (HR. Ath Thabrani)
  • Mati dalam berjaga di jalan Allah.
  • Mati tatkala beramal shalih (HR. Ahmad)
  • Mati karena terbakar (HR. Ahmad)

Adapun jika memilih yang kedua, maka kita tidak perlu repot-repot mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Karena bagaimanapun juga berbuat kemaksiatan lebih mudah dari pada berbuat taat. Akan tetapi kita harus sadar betul bahwa pilihan ini sama saja dengan mengantarkan diri ke neraka. Artinya, apakah kita mau masuk neraka yang di dalamnya terdapat berbagai macam siksaan yang amat pedih dan apinya sangat panas membara? Jawabannya tentu tidak!.

Kematian adalah sebuah keniscayaan yang tidak seorangpun mampu lari darinya. Allah berfirman tentang hal ini : “Katakanlah, sungguh kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu...” (QS. al-jumu’ah : 63)

Peristiwa alam yang terjadi di sekitar kita merupakan pelajaran yang sangat mahal. Kita berusaha menghindari kematian namun ternyata di tempat baru kita malah terjadi kematian itu. Itu rahasia kematian, tidak ada seorang pun yang bisa menduga, mengasumsikan dan juga menghindar dari kematian ketika ia datang.

Di sinilah rahasia kematian, sehingga kedatangannya yang tidak pernah memberi informasi kepada kita inilah yang seharusnya kita sering mengingatnya. Ibnu Umar radiyallahu ’anhu berkata: 

“Aku datang menemui Nabi saw –bersama sepuluh orang- lalu salah seorang Anshar bertanya: ”Siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia wahai Rasulullah? Nabi saw menjawab: “Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya; mereka itulah orang- orang yang cerdas, mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kehormatan akhirat.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah secara ringkas dan Ibnu Abu Dunya secara lengkap dengan sanad jayyid).

Dr.’Aidh Abdullah Al-qarni dalam bukunya ”Wa jaat sakarat al-maut bi alhaq” menjelaskan tentang hal-hal yang mengingatkan kita kepada kematian, yaitu:

1. Ziarah kubur

Inilah yang harus sering kita lakukan. Masalahnya adalah manakala aktivitas kita yang begitu padat dan lebih berorientasi pada dunia akan melupakan kita pada orientasi akhirat. Sehingga cara yang paling tepat adalah kita harus menyediakan waktu untuk melakukan ziarah kubur sebagai realisasi akan kecintaan kita terhadap sunnahnya dan sekaligus membangun antibodi keimanan pada diri kita agar tidak jatuh pada lembah kemaksiatan yang menyebabkan hidup kita hina dina.

Suatu ketika Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah yang terkenal dengan zuhudnya melaksanakan shalat Id dengan masyarakatnya.

Ketika beliau pulang dari shalat Id melewati suatu kuburan, ia berhenti dan menangis lama. Lalu ia berkata: ”Saudara sekalian, ini adalah kuburan kakekku, kuburan bapakku, saudara-saudaraku serta tetanggaku. Tahukah kalian apa yang diperbuat kematian terhadap mereka?” Ia menangis lama.

Sebagian yang hadir berkata, ”Apa yang diperbuat kematian kepada mereka, wahai Amirul mukminin?”. Umar menjawab, “Kematian itu mengatakan: Aku telah menghancurkan biji mata, melumat kedua alat penglihatan, aku telah putuskan telapak tangan dari lengan, aku telah pisahkan lengan bawah dari lengan atas, aku ceraikan lengan dari bahunya, aku telah memutuskan tumit dari betis, aku telah pisahkan betis dari lutut dan aku hancur-remukkan segalanya!. Lalu Umar kembali menangis sehingga menangislah semua manusia yang baik dan yang durhaka.

2. Tilawah Al-Qur’an dan dzikrullah

Di antara kandungan Al-qur’an adalah ayat-ayat yang bertemakan tentang surga dan neraka serta kenikmatan dan azab. Para salafus shalih selalu berinteraksi secara maksimal dengan ayat-ayat tersebut. Karena ayat-ayat itu menjadi energi tersendiri dalam memotifasi amal-amal Islami.

Umar ibnu Khattab seorang sahabat Rasullullah yang memiliki masa lalu kelam karena kebenciannya yang mendarah daging terhadap Islam. Beliau mampu melakukan perubahan hidupnya dengan memaksimalkan berinteraksi dengan ayat-ayat Al-Qur’an terutama ayat-ayat yang bertemakan azab. Beliau sempat berlinang air mata bahkan tak kuasa menahan tangisnya tatkala mendengar firman Allah: ”Sungguh azab Tuhanmu pasti terjadi.” (Ath-Thur (52): 7) Di sinilah kita temukan bahwa ayat-ayat azab menjadi energi kebaikan bagi para pecinta Al-Qur’an.

3. Bergaul dengan orang-orang shalih

Hal yang menjadikan orang-orang shalih mengingatkan kita kepada kematian adalah karena mereka orang yang memenuhi aktivitas hidupnya dengan nilai-nilai islami, jauh dari permainan dan hiburan yang melalaikan manusia dari kematian. Di sinilah orang-orang shalih akan menjadi magnet bagi kia untuk melakukan amal-amal Islami.

Maka Allah memerintahkan kita untuk memfilter partner interaksi kita serta memerintahkan kita untuk belajar dari penyesalan hambanya yang salah dalam pergaulannya. Allah berfirman: “Wahai, celaka aku! Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku)” (Al-Furqan (25): 28)

4. Melihat dahsyatnya sakaratul maut

Detik-detik datangnya kematian pasti akan dijalani setiap manusia. Itulah yang disebut dengan sakaratul maut. Setiap kita pasti akan mencicipinya. Kita akan mereguknya sebagaimana yang dialami oleh para penguasa dan rakyat biasa, oleh si kaya dan si miskin papa.

Marilah kita simak ungkapan-ungkapan para salafus shalih tentang sakaratul maut.

Amru bin Ash ra sebagai seorang yang cerdik dan ahli strategi perang ditanya oleh putranya yang bernama Abdullah: “Wahai ayah, ceritakanlah kepadaku tentang kematian karena engkau adalah orang yang paling jujur dalam melukiskannya”. Amru bin Ash bertutur, “Wahai putraku, demi Allah, seakan-akan gunung menimpa dadaku dan sepertinya aku bernafas dalam lubang jarum!”.

Ibnu Rajab menyebutkan bahwa Ka’ab Al-Ahbar diminta oleh Umar ibnu Khattab untuk menceritakan tentang kematian. Ka’ab berkata “perumpamaan kematian itu tidak lain seperti seseorang dipukul dengan batang berduri dari pohon bidara. Seluruh durinya menusuk urat, lalu batang duri itu ditarik kembali sampai setiap urat tertarik bersamanya.”

Hasan Al-basri menasihati anak-anak dan murid-muridnya dendam mengatakan, “Para dokter tidak ada yang berdaya menghadapi kematian”.

Sungguh sakaraul maut adalah kejadian maha dahsyat, Allah telah menetapkan kematian ini bagi semua yang hidup. Allah berfirman: 

“Semua yang ada di bumi akan binasa. Dan tetap kekal wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan” (Ar-Rahman: 26-27)

5. Dzikrul maut (mengingat kematian)

Rasulullah selalu mewasiatkan kepada para sahabatnya untuk memperbanyak dzikrul maut. Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata,

“Ketika masuk waktu sepertiga malam, Rasulullah bangun dan berkata, ‘Wahai manusia, ingatlah Allah, ingatlah Allah. Telah datang tiupan pertama sangkakala yang menghancurkan alam, diikuti tiupan kedua. Telah datang kematian dengan (segenap kengerian) yang dibawanya, telah datang kematian dengan (segenap kengerian) yang dibawanya.” (HR.Tirmidzi)

Ulama mengatakan bahwa dzikrul maut dapat mencegah dari perbuatan maksiat, melunakkan hati, menghilangkan kecintaan terhadap dunia dan sedih terhadap musibah. Karena kematian adalah mauidhah dan pemisah manusia dari segala yang dimilikinya.

6. Menghadiri majelis-majelis ilmu yang berisi mau’idhah dan dzikir

Majelis yang buruk menjadi faktor utama yang menjadikan hati keras dan rusak. Oleh karena itu, hadirilah hanya majelis yang bermanfaat dan mengingatkan kita akan kematian. 

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah saw bersabda,

“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Dan tidaklah suatu kaum berkumpul dalam rumah Allah, mereka membaca Al-qur’an dan mempelajarinya, kecuali akan diturunkan ketenangan kepada mereka dan akan diliputi oleh rahmat Allah, serta malaikat akan menaunginya. Allah akan senantiasa mengingat mereka yang di dalamnya.”

7. Merendahkan diri dan menangis di hadapan Allah swt

Kita bersikap kepada Allah swt layaknya seorang yang sangat membutuhkanNya. Kita berusaha menangis di hadapannya, tunduk serendah-rendahnya, memintaNya mengampuni dosa kita. Kita baca doa-doa yang ma’tsur.

Ibnu Abbas berkata, “Nabi saw berkata dalam sebuah doanya, 

‘Ya Allah, bantulah aku dan jangan Kau kalahkan aku. Tolonglah aku dan jangan Kau celakakan. Buatlah makar untukku dan jangan Kau buat makar yang akan menyerangku.

Tunjukilah aku dan mudahkanlah petunjuk itu datang padaku. Tolonglah aku menghadapi orang-orang yang menentangku. Ya Allah, jadikan aku di hadapanMu sebagai hamba yang bersyukur, berdzikir, takut, patuh dan beribadah pada-Mu. Kepada-Mulah aku kembali.

Ya Allah, terimalah taubatku, bersihkanlah dosaku, kabulkanlah doaku, kokohkan hujjahku, tajamkan lisanku,, berilah hatiku hidayah dan singkirkan noda hitam di hatiku.’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar