Minggu, 09 Januari 2022

Ketika Rentenir Itu Kami Bawakan Ambulance



                                                                                               

Ini kisah nyata, terjadi bulan Mei 2012 di Jogja. Ada pasien terkena gejala stroke yang membuatnya tidak bisa berjalan, dan tidak bisa berjualan di pasar. Sebut saja namanya bu SM, ibu beranak 6 orang yang masih kecil-kecil, dan suaminya buruh tani serabutan. Bu SM setiap hari berjualan di pasar untuk menghidupi anak-anaknya.

Ketika sudah opname seminggu lebih di rumah sakit Panti Rapih Jogja, kondisinya sudah membaik. Saya datang kesana untuk mencari tau tentang kondisi keluarganya, dan terbukalah semuanya. Ternyata beban hidup bu SM sudah level akut karena hutang di beberapa rentenir. Hutangnya dari 5 juta jadi belasan juta, rumah mereka yang berlantai tanah tiap hari disatroni rentenir dengan seribu sumpah serapah, sampai anak-anak mereka yang kecil ketakutan. Sertifikat rumah disita, tiap bulan harus membayar berjuta-juta, padahal untuk makan saja tak bersisa.

Setelah kordinasi dengan beberapa tim, kami sepakat untuk menyelesaikan kasus itu. Dana tersedia dari para donatur, kami akan gunakan untuk menuntaskan kasus duafa terdzolimi ini. Saat hari H, sayaberangkat bersama Wawan Abduh.

Lokasi Pertama: Pasar Sentul Jogja

Kami menyusuri kios pasar tempat bu SM biasa jualan, ternyata dari daftar yang kami bawa ada hutang ke Bangke (Bank Keliling) disana yang memberi hutangan dengan bunga mencekik! Kami cari rentenir itu tidak ketemu, seorang ibu berjilbab tetangga kiosnya menyarankan uang itu untuk dititipkan padanya, dan kemudian beliau berkata,

“Kalau nggak dibayar segera nanti nambah terus Mas dendanya, saya bayarkan saja nanti kalau orangnya sedang muter nagih...”

Ibu itu lalu menandatangani kwitansi yang kami berikan. Kwitansi kami terima... lanjut lokasi berikutnya...

Lokasi Kedua: Jalan Pramuka Jogja

Rumahnya masuk gang, ambulance yang kami gunakan untuk aksi pada hari itu kami tinggalkan di pinggir jalan. Benar ini rumah rentenir, jauh dari kesan kaya, tapi ketika masuk terbukti praktik itu ada. Si rentenir menunjukkan sisa hutangnya, kami ngeyel tidak mau membayar bunganya. Sisa 1,5 juta kami bayar.

“Bu, jangan pernah lagi nagih hutang ke bu SM, kalau masih ngeyel nanti urusan dengan kami...”

Si rentenir cuman merengut.

Lokasi Ketiga: Dusun Maguwo, Selatan Bandara Jogja

Ini rentenir dandanannya mirip dengan wanita si juragan kontrakan di film Kungfu Hustle, hehe... Pakai daster, ngerokok, rambut kriting dipotong seset kayak lelaki, pakai gelang dan kalung emas segede borgol kingkong. Wajahnya suram tak ada sedikitpun keramahan.

Ketika kami meminta sertifikat rumahnya yang ditahan, dia membuka lemari... Masya Allah! Itu lemari isinya ratusan sertifikat tanah dari para korban yang dijeratnya. Ck ck ck... Gila deh!!

Sertifikat berhasil kami ambil, dengan intimidasi seperti yang kedua tadi.

Di jalan saya membaca rincian nota hutangnya:

Pinjam 7.000.000

Biaya survey: 1.250.000

Administrasi: 300.000

Terima uang: 5.450.000

Bunga: 10%/bulan

Gilaaaaa!!!! Gimana nggak remuk para pedagang pasar dimana-mana kalau begini. Ada yang cair tanpa agunan, diplorotin tiap hari sampai ke tulang!

Lokasi Keempat: Jalan Raya Berbah-Prambanan, Jogja

Rentenir ini rumahnya di pinggir desa, depannya jalan raya.

“Wan... pepetkan ambulance di depan pintu rumahnya,” kata saya.

Dan benar ketika kami turun, rentenir itu gelagepan. Hehe...

Kami selesaikan hutangnya segera dan intimidasi untuk tidak lagi datang ke rumah bu SM.

Eh. Itu rentenir malah curhat,

“Mas.. Kalau saya minta bantuan buat cucu saya bisa, jantungnya bocor harus bolak balik ke rumah sakit, ini rumah saya juga baru rusak, kemarin pas hujan angin atapnya rontok, gentengnya pada jatuh...”

Ini saatnya bisa syi'ar, Wawan langsung nyikat!

“Laaah.. Njenengan cari uang haram kok! Nggak kapok jadi rentenir? Ya siap-siap aja sama Allah dibuat terus susah hidupnya. Taubat lah bu, cari rejeki yang berkah saja!”

Ibu itu langsung diam!

Dengan santainya ambulance kami putar balik di depan rumahnya.

Lokasi Terakhir: Dusun di Daerah Berbah, Sleman

Menurut anak bu SM, rentenir ini paling garang, kalau datang pasti sampai masuk ke dapur sambil mencaci maki seluruh keluarganya, termasuk anak-anaknya yang masih kecil.

“Mainkan Wan, pepetin ambulance ke depan pintu rumahnya, biar nggak bisa keluar dia.”

Seeeettt!!

Si rentenir tiba-tiba nggak bisa ngomong ketika gantian kami interogasi.

Dia mengeluarkan buku catatannya, tetep ngeles katanya dia hanya petugas, juragan rentennya mangkal di pasar Prambanan, anak buahnya keliling mencari mangsa.

“Mbak, kalau Njenengan nggak berhenti jadi rentenir, siap-siap Allah mengazab di dunia, mau sakit parah, kecelakaan, karena dzalim ke sesama? Ya ambulance kita siap kok ngangkut Mbak sekarang juga.”

Wajahnya makin pucet, bengong nggak bisa jawab!

“Mulai sekarang, kalau Njenengan masih berani datang ke rumah bu SM sambil mencaci maki lagi, Njenengan urusan dengan kami semua... Ambulance siap!!”

Hehehe... Puas bener hati ini melihat tingkahnya yang nggak berkutik...

Sepanjang jalan saya ketawa ngakak bareng Wawan, antara ngenes dan bahagia! Tugas selesai. Sertifikat kami serahkan kepada bu SM ketika dia kembali ke rumah sakit. (Sumber: http://ift.tt/1SdG5a5)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar