Ada beberapa teladan dari
Rasulullah untuk mendidik dan mencintai anak-anak.
1. Menanamkan tauhid dan aqidah yang benar kepada anak
Suatu hal yang tidak bisa
dipungkiri bahwa tauhid merupakan landasan Islam. Apabila seseorang benar
tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat.
Sebaliknya, tanpa tauhid dia
pasti terjatuh ke dalam kesyirikan dan akan menemui kecelakaan di dunia serta
kekekalan di dalam adzab neraka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan mengampuni yang lebih ringan daripada itu bagi
orang-orang yang Allah kehendaki.” (An- Nisa: 48)
Oleh karena itu, di dalam
Al-Qur’an pula Allah kisahkan nasihat Luqman kepada anaknya. Salah satunya
berbunyi,
“Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezhaliman yang besar.” (Luqman: 13)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam sendiri telah memberikan contoh penanaman aqidah yang kokoh ini ketika
beliau mengajari anak paman beliau, Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma
dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanad
yang hasan. Ibnu Abbas bercerita,
“Pada suatu hari aku pernah
berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku:
“Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya
Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di
hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Jika engkau meminta
tolong, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah, kalaupun seluruh umat (jin
dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat
kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah
ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu). Ketahuilah, kalaupun seluruh umat
(jin dan manusia) berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu
mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai
dan mencelakakanmu). Pena telah diangkat, dan telah kering lembaran-lembaran.”
Perkara-perkara yang diajarkan
oleh Rasulllah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Ibnu Abbas di atas adalah
perkara tauhid.
Termasuk aqidah yang perlu
ditanamkan kepada anak sejak dini adalah tentang di mana Allah berada. Ini
sangat penting, karena banyak kaum muslimin yang salah dalam perkara ini.
Sebagian mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana. Sebagian lagi mengatakan bahwa
Allah ada di hati kita, dan beragam pendapat lainnya. Padahal dalil-dalil
menunjukkan bahwa Allah itu berada di atas arsy, yaitu di atas langit. Dalilnya
antara lain,
“Ar-Rahman beristiwa di atas
‘Arsy.” (Thaha: 5)
Makna istiwa adalah tinggi dan
meninggi sebagaimana di dalam riwayat Al-Bukhari dari tabi’in.
Adapun dari hadits,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bertanya kepada seorang budak wanita, “Dimana Allah?” Budak tersebut
menjawab, “Allah di langit.” Beliau bertanya pula, “Siapa aku?” Budak itu
menjawab, “Engkau Rasulullah.” Rasulllah kemudian bersabda, “Bebaskan dia,
karena sesungguhnya dia adalah wanita mu’minah.” (HR. Muslim dan Abu Daud).
2. Mengajari anak untuk melaksanakan ibadah
Hendaknya sejak kecil putra-putri
kita diajarkan bagaimana beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mulai dari tata cara bersuci, shalat,
puasa serta beragam ibadah lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Shalatlah kalian sebagaimana
kalian melihat aku shalat.” (HR. Al-Bukhari).
“Ajarilah anak-anak kalian untuk
shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika mereka
berusia sepuluh tahun (bila tidak mau shalat -pen)” (Shahih. Lihat Shahih
Shahihil Jami’ karya Al-Albani).
Bila mereka telah bisa menjaga
ketertiban dalam shalat, maka ajak pula mereka untuk menghadiri shalat
berjama’ah di masjid. Dengan melatih mereka dari dini, insyaAllah ketika
dewasa, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.
3. Mengajarkan Al-Qur’an, hadits serta doa dan dzikir yang ringan
kepada anak-anak
Dimulai dengan surat Al-Fathihah
dan surat-surat yang pendek serta doa tahiyat untuk shalat. Dan menyediakan
guru khusus bagi mereka yang mengajari tajwid, menghapal Al-Qur’an serta
hadits. Begitu pula dengan doa dan dzikir sehari-hari. Hendaknya mereka mulai
menghapalkannya, seperti doa ketika makan, keluar masuk WC dan lain-lain.
4. Mendidik anak dengan berbagai adab dan akhlaq mulia
Ajarilah anak dengan berbagai
adab Islami seperti makan dengan tangan kanan, mengucapkan basmalah sebelum
makan, menjaga kebersihan, mengucapkan salam, dll.
Begitu pula dengan akhlak.
Tanamkan kepada mereka akhlaq-akhlaq mulia seperti berkata dan bersikap jujur,
berbakti kepada orang tua, dermawan, menghormati yang lebih tua dan sayang
kepada yang lebih muda, serta beragam akhlaq lainnya.
5. Melarang anak dari berbagai perbuatan yang diharamkan
Hendaknya anak sedini mungkin
diperingatkan dari beragam perbuatan yang tidak baik atau bahkan diharamkan,
seperti merokok, judi, minum khamr, mencuri, mengambil hak orang lain, zhalim,
durhaka kepada orang tua dan segenap perbuatan haram lainnya.
Termasuk ke dalam permasalahan
ini adalah musik dan gambar makhluk bernyawa. Banyak orangtua dan guru yang
tidak mengetahui keharaman dua perkara ini, sehingga mereka membiarkan
anak-anak bermain-main dengannya. Bahkan lebih dari itu –kita berlindung kepada
Allah, sebagian mereka menjadikan dua perkara ini sebagai metode pembelajaran
bagi anak, dan memuji-mujinya sebagai cara belajar yang baik!
Padahal Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pernah bersabda tentang musik,
“Sungguh akan ada dari umatku
yang menghalalkan zina, sutra, khamr dan al-ma’azif (alat-alat musik).”
(Shahih, HR. Al-Bukhari dan Abu Daud).
Maknanya: Akan datang dari
muslimin kaum-kaum yang meyakini bahwa perzinahan, mengenakan sutra asli (bagi
laki-laki, pent.), minum khamar dan musik sebagai perkara yang halal, padahal
perkara tersebut adalah haram.
Dan al-ma’azif adalah setiap alat
yang bernada dan bersuara teratur seperti kecapi, seruling, drum, gendang,
rebana dan yang lainnya. Bahkan lonceng juga, karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
“Lonceng itu serulingnya
syaithan.” (HR. Muslim).
Adapun tentang gambar, guru
terbaik umat ini (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) telah bersabda,
“Seluruh tukang gambar (mahluk
hidup) di neraka, maka kelak Allah akan jadikan pada setiap gambar-gambarnya
menjadi hidup, kemudian gambar-gambar itu akan mengadzab dia di neraka
jahannam.”(HR. Muslim).
“Sesungguhnya orang-orang yang
paling keras siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah para tukang
gambar.” (HR. Muslim).
Oleh karena itu hendaknya kita
melarang anak-anak kita dari menggambar mahkluk hidup. Adapun gambar
pemandangan, mobil, pesawat dan yang semacamnya maka ini tidaklah mengapa
selama tidak ada gambar makhluk hidupnya.
6. Menanamkan cinta jihad serta keberanian
Bacakanlah kepada mereka
kisah-kisah keberanian Nabi dan para sahabatnya dalam peperangan untuk
menegakkan Islam agar mereka mengetahui bahwa beliau adalah sosok yang
pemberani, dan sahabat-sahabat beliau seperti Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali dan
Muawiyah telah membebaskan negeri-negeri.
Tanamkan pula kepada mereka
kebencian kepada orang-orang kafir. Tanamkan bahwa kaum muslimin akan
membebaskan Al-Quds ketika mereka mau kembali mempelajari Islam dan berjihad di
jalan Allah. Mereka akan ditolong dengan seizin Allah.
Didiklah mereka agar berani
beramar ma’ruf nahi munkar, dan hendaknya mereka tidaklah takut melainkan hanya
kepada Allah. Dan tidak boleh menakut-nakuti mereka dengan cerita-cerita
bohong, horor serta menakuti mereka dengan gelap.
7. Membiasakan anak dengan pakaian yang syar’i
Hendaknya anak-anak dibiasakan
menggunakan pakaian sesuai dengan jenis kelaminnya. Anak laki-laki menggunakan
pakaian laki-laki dan anak perempuan menggunakan pakaian perempuan. Jauhkan
anak-anak dari model-model pakaian barat yang tidak syar’i, bahkan ketat dan
menunjukkan aurat.
Tentang hal ini, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Barangsiapa yang meniru sebuah
kaum, maka dia termasuk mereka.” (Shahih, HR. Abu Daud)
Untuk anak-anak perempuan,
biasakanlah agar mereka mengenakan kerudung penutup kepala sehingga ketika
dewasa mereka akan mudah untuk mengenakan jilbab yang syar’i.
8. Mencium dan memeluknya
Nabi shallallahu alaihi wa sallam
mencintai kedua cucunya, Hasan dan Husain. Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada Fathimah, “Panggilah kedua anakku!”
lalu (setelah meraka datang) beliau mencium dan mendekap keduanya.” (HR
Tirmidzi)
Abu Hurairah berkata, “Suatu
hari, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengecup Hasan bin Ali. Pada saat
itu, disamping beliau duduk al-Aqra’ bin Habis al-Taimi. Al-Aqra’ berkata ,
“Saya mempunyai 10 orang anak, tetapi tidak satu pun yang pernah saya kecup.”
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Menatapnya, lalu bersabda, “Orang yang
tidak menyayangi, tidak akan disayang.” (HR Bukhari, Muslim, dan Abu
Dawud)
Aisyah berkata, “Seorang Badui
datang menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Lalu beliau bertanya,
“Apakah kalian menciumi anak-anak?” Ia menjawab, “Kami tidak pernah mencium
mereka.” Beliau berkata, “Adakah aku mampu meletakkan rasa kasih pada dirimu
setelah Allah mencabutnya dari hatimu?” (HR Bukhari dan Muslim)
Burairah berkata, “Ketika
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sedang berkhutbah, datang Hasan dan
Husain memakai pakaian merah. Keduanya berjalan dan kemudian terjatuh. Beliau
shallallahu alaihi wa sallam turun dari mimbar kemudian menggendong keduanya
dan mendudukkan di hadapannya. Kemudian beliau shallallahu alaihi wa sallam
berkata, “Maha benar Allah dengan firman-Nya, bahwa harta dan anak-anak kalian
adalah ujian. Aku melihat kedua anak ini berjalan dan terjatuh. Aku tidak tahan
hingga aku memutus khutbahku dan mengangkat keduanya.” (HR Tirmidzi)
9. Asyiknya bercanda dengan anak
Nampak asyik Rasulullah saat
bercanda dengan anak-anak (kedua cucunya), sering kali Rasulullah digelantungi
oleh mereka berdua. Al-Barra berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam digelantungi Hasan, dan Beliau berkata, “Ya Allah,
sesungguhnya aku mencintainya, maka cintailah ia.” (HR Bukhari, Muslim, dan
Tirmidzi). Al-Barra’ juga mengatakan, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
memperhatikan Hasan dan Husain, lalu berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku
mencintai keduanya, maka cintailah keduanya.” (HR Tirmidzi)
10. Bahagianya punya anak perempuan
Begitu bahagianya bagi mereka
yang mempunyai anak perempuan, ada jaminan dari Allah yaitu surga dan dijauhkan
dari api neraka. Pada masa jahiliyah anak perempuan adalah aib bagi
keluarganya, ketika anak perempuan lahir seketika itu langsung di kubur
hidup-hidup. Namun setelah hadirnya Islam di tengah-tengah mereka, maka Islam
mengangkat derajat perempuan, dan memberi jaminan surga bagi orang tua yang
ikhlas merawat anak perempuan serta menjadi dinding yang mengahalangi dari api
neraka.
Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam menasihati kaum muslimin agar merawat anak-anak mereka dengan baik,
terutama anak perempuan. Beliau menjanjikan ampunan dan surga bagi orang yang
memelihara anak perempuan mereka dengan baik. Ibnu ‘Abbas meriwayatkan bahwa
Nabi shallallahu alaihi wa sallam, bersabda, “Barangsiapa mempunyai anak
perempuan kemudian tidak membebaninya, tidak melemahkannya, dan tidak
mengutamakan anak laki-laki atasnya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam
surga.” (HR Abu Dawud)
Aisyah berkata, “Seorang wanita
disertai dua anak perempuannya datang meminta sesuatu dariku. Aku tidak
mempunyai apa-apa selain selain buah kurma yang kuberikan kepadanya. Wanita itu
kemudian mebelahnya dan memberikan kepada dua anaknya, lalu pergi. Ketika
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam datang, aku menceritakan hal itu.
Beliau bersabda, ‘Barangsiapa diuji dengan anak perempuan, lalu ia berbuat baik
kepada mereka, maka perbuatannya itu dapat menjadi dinding yang menghalanginya
dari api neraka.” (HR Bukhari, Muslim dan Tirmidzi )
11. Ajari anak ibadah sejak dini
Banyak riwayat yang menunjukkan
bahwa cara Rasulullah mengajari anak ibadah sejak dini, melalui mengajak mereka
ke masjid. Disebutkan dalam riwayat bahwa, sering kali saat beliau bermaksud
melamakan shalatnya, terdengar tangis bayi yang menyebabkan beliau mengurungkan
niatnya dan mempercepat shalatnya karena kasihan kepada ibu si bayi tersebut.
Ketika cucunya, Umamah putri Zainab, menangis, beliau menggendongnya sambil
terus melakukan shalat. Ketika sampai pada sujud beliau meletakkannya dan
kembali menggendongnya saat berdiri. (HR Bukhari dan Muslim)
Suatu ketika beliau sedang
bersujud dalam shalat. Lalu Hasan, cucu beliau, naik ke atas punggungnya.
Beliau lalu memperlama sujudnya setelah selesai shalat beliau menjelaskan
kepada para sahabatnya, “Cucuku naik ke atas punggungku (saat shalat). Aku
tidak ingin mengangkat kepalaku sampai dia turun (dari punggungku).” (HR Ahmad
dan Nasa’i)
Di lain kesempatan Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa di antara kalian yang menjadi
imam shalat bagi manusia maka hendaknya dia meringankan shalatnya. Sebab di
antara mereka ada orang tua, anak kecil, orang yang sakit dan orang yang
memiliki keperluan.” Dan kepada Mu’adz ibn Jabal yang memperlama shalat ketika
menjadi imam, beliau pun menegur, “Apakah kamu ingin membuat fitnah hai
Mu’adz?” (HR Bukhari dan Muslim)
Jika kita perhatikan
hadits-hadits ini menunjukkan bahwa cara Rasulullah mengajari anak-anak dengan
mengajaknya ke masjid, dengan demikian apa yang anak-anak lihat di dalam masjid
adalah orang yang sedang shalat atau ibadah lainnya. Secara tidak langsung
proses pendidikan dalam mengajari anak ibadah sejak dini sangat tepat karena
anak-anak langsung praktek dengan apa yang dilakukan oleh orang tuanya yang
sedang shalat.
12. Mendidik anak itu menyenangkan
Mendidik anak itu menyenangkan,
hal ini dapat dirasakan oleh orang tua yang menjadikan anak sebagai anugerah
besar yang Allah berikan, di samping itu juga anak yang lahir adalah amanah
dari Allah, sehingga motivasi dalam mendidik anak adalah mendapatkan ridha
Allah. Cinta seorang bapak atau ibu kepada anak-anaknya diwujud dalam bentuk
pemeliharaan, pembimbingan, pengarahan, dan pendidikan yang baik terhadap
anak-anaknya. Sehingga mereka tumbuh menjadi warga negara yang baik.
Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam telah mewasiatkan dan mendorong kaum Muslim agar mendidik anak-anak
mereka dengan baik, dan memotivasi mereka dengan pahala yang besar. Jabir bin
Samurah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Usaha seseorang mendidik anaknya
pasti lebih baik dibandingkan dengan ia bersedekah satu sha’.” (HR
Tirmidzi)
Ayyub bin Musa meriwayatkan dari
ayahnya, dari kakeknya bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada pemberian yang lebih
utama dari seorang ayah kepada anaknya daripada pendidikan yang baik,” (HR
Tirmidzi)
Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam menaruh perhatian yang demikian besar terhadap proses pertumbuhan anak
sejak kecil. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyuruh para orangtua
memberikan pendidikan dan pengawasan yang baik agar umbuh sifat-sifat terpuji
dan sikap santun dalam diri anak. Fase ini merupakan fase yang oleh psikologi
modern dianggap penting dalam pemberntukan kepribadian anak. Fase ini memiliki
pengaruh besar dalam membentuk perilaku dalam menghadapi kehidupan di masa
selanjutnya.
13. Menjadi sahabat dan mendidik dengan keteladanan
Setiap anak akan belajar dari
lingkungannya dan dalam hal ini lingkungan keluarga akan sangat berpengaruh
pada perkembangan kepribadiannya. Orang-orang di sekelilingnya akan menjadi
model dan contoh dalam bersikap. Sudah selayaknya lah orangtua memberi
keteladanan kepada anak-anaknya. Para orangtua sebaiknya memberikan contoh yang
baik sesuai dengan nasihat dan ucapannya kepada para anaknya. Akan sangat lucu
jika yang disampaikan orangtua kepada anak-anaknya ternyata tidak dilakukan
oleh orangtua itu sendiri. Dalam Islam, keteladanan dari orangtua sangat
menentukan terlebih di zaman sekarang media tontonan tidak dapat diharapkan
menjadi contoh yang baik bagi pembentukan akhlak anak-anak muslim.
14. Mendidik dengan kebiasaan
Suatu kebaikan harus dimulai
dengan pembiasaan. Anak harus dibiasakan bangun pagi agar mereka gemar
melaksanakan shalat Subuh. Anak harus dibiasakan ke masjid agar mereka gemar
melakukan berbagai ritual ibadah di masjid. Pembiasaan itu harus dimulai sejak
dini, bahkan pembiasaan membaca Al-Qur’an pun bisa dimulai sejak dalam
kandungan. Pembiasaan shalat pada anak harus sudah dimulai sejak anak berumur
tujuh tahun.
15. Menumbuhkan rasa percaya diri anak
Sebagai upaya menumbuhkan rasa
percaya diri anak, Rasulullah saw menggunakan beberapa cara berikut. Saat
sedang berpuasa, Rasulullah mengajak anak-anak bermain sehingga siang yang
panjang terasa cepat. Anak-anak akan menyongsong waktu berbuka dengan gembira.
Hal ini juga membuat anak memiliki kepercayaan diri sehingga sanggup berpuasa
sehari penuh. Sering membawa anak-anak ke majelis orang dewasa, resepsi, atau
bersilaturahim ke rumah saudara sebagai upaya menumbuhkan kepercayaan diri
sosialnya. Mengajari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta menceritakan sirah nabi
untuk meningkatkan kepercayaan diri ilmiahnya. Menanamkan kebiasaan
berjual-beli untuk meningkatkan kepercayaan diri anak terkait ekonomi dan
bisnis. Di samping itu, sejak dini anak akan terlatih mandiri secara ekonomi.
16. Memotivasinya anak berbuat baik
Seorang anak, meski kecil, juga
terdiri dari jasad dan hati. Mereka dilahirkan dalam keadaan bersih dan suci
sehingga hatinya yang putih dan lembut itu pun akan mudah tersentuh dengan
kata-kata yang hikmah. Anak-anak, terutama pada usia emas (golden age),
cenderung lebih mudah tersentuh oleh motivasi ketimbang ancaman. Karenanya,
hendaknya orangtua tidak mengandalkan ancaman untuk mendidik buah hati.
Ketimbang mengancam, lebih baik orangtua memotivasi anak dengan mengatakan
bahwa kebaikan akan mendapat balasan surga dengan segala kenikmatannya. Itu
pulalah yang dicontohkan oleh Rasulullah kepada kita ketika beliau mendidik para
sahabat.
17. Sediakan waktu untuk makan bersama anak
Rasulullah Saw. senantiasa
menyempatkan untuk makan bersama anak-anak. Cara tersebut akan mempererat
keterikatan batin antara orangtua dan anaknya. Dengan begitu kita dapat
meluruskan kembali berbagai kekeliruan yang mereka lakukan melalui dialog
terbuka dan diskusi. Alangkah baiknya jika ibu dan bapak berkumpul dengan
anak-anak ketika makan bersama sehingga mereka merasakan pentingnya peran kedua
orangtuanya. Hal ini juga dapat mempermudah meresapnya segala nasihat tentang
perilaku, keimanan, atau pendidikan.
18. Mendidik dengan reward/hadiah
Memberi hadiah adalah salah satu
penghargaan yang dapat melunakkan hati anak sehingga mereka akan bersimpati
kepada kita dan akhirnya mau melaksanakan nasihat yang kita berikan. Namun
perlu diingat, tidak semua perbuatan baik anak harus dihargai dengan materi.
Lakukan reward yang bervariasi, bisa dengan pujian, ciuman, belaian, uang, dan
lain-lain.
19. Memilih sekolah yang islami
Saat anak menginjak usia sekolah,
orangtua berperan dalam memilihkan sekolah, mengajarkan Al-Qur’an,
mengembangkan pola pikir anak, memberikan data dan ilmu semaksimal mungkin.
Meski anak sudah mulai sekolah (mendapatkan ilmu di sekolah), orangtua
hendaklah selalu belajar tentang pendidikan anak karena semakin bertambah usia
anak, maka akan semakin kompleks pula problem (pendidikan anak) yang harus kita
hadapi.
20. Mendidik dengan hukuman
Cara ini boleh dilakukan jika
cara-cara di atas tidak berhasil. Memang di dalam Islam, menghukum diperbolehkan
selama tidak berlebihan seperti sampai menyebabkan luka. Hukuman tersebut
usahakan menimbulkan efek jera kepada anak agar ia tidak mengulangi
perbuatannya. Akan tetapi harus diperhatikan adab-adabnya, jangan sampai
berlebihan yang akhirnya akan membuat anak menjadi dendam.
21. Memahami keadaan anak secara baik dan menggunakan metode yang
tepat
Setiap anak memiliki karakter dan
pribadi yang berbeda walaupun berasal dari orangtua yang sama. Cari metode yang
tepat dan jitu sehingga anak dapat diarahkan dengan lebih mudah.
Cara mendidik anak menurut
Rasulullah saw dibagi menjadi beberapa tahapan:
Tahap I: sebelum anak lahir
hingga usia 3 tahun
- Mendoakan calon bayi
- Mendoakan dan memberikan perhatian saat anak dalam kandungan
- Mendoakan saat bayi hendak lahir
- Menyambut bayi dengan azan
- Men-tahniq bayi
- Mengajarkan atau memperdengarkan zikir dan doa kepada bayi
- Mengeluarkan zakat (fitrah) sejak ia lahir
- Menyayanginya
- Memberinya nama yang baik pada usia 7 hari
- Melaksanakan aqiqah pada usia 7 hari
- Mencukur rambutnya dan bersedekah setara dengan berat rambut pada usia 7 hari
- Bercanda dengan bayi
- Menyebut anak dalam gelar orang tua
- Meng-khitan
- Menggendong bayi
- Menanamkan tauhid sejak dini
- Memperhatikan penampilan dan gaya rambutnya
- Mengajarkan cara berpakaian
- Selalu menghadirkan wajah ceria kepadanya
- Menciumnya dengan penuh kasih saying
- Bercanda dan bermain dengan anak-anak
- Memberi hadiah
- Mengusap kepalanya sebagai bentuk kasih sayang
- Mengajarkan dan meneladankan kejujuran pada anak
Tahap II: anak usia 4 – 10 tahun
- Membiasakan panggilan kasih sayang dengan nada lembut
- Menemaninya bermain dan belajar
- Mengajaknya berjalan sambil belajar
- Memberikan kesempatan yang cukup untuk bermain
- Menghargai permainannya
- Menanamkan akhlak mulia
- Mendoakannya
- Mengajaknya berkomunikasi secara intensif dan minta pendapatnya
- Mengajarkan amanah dan menjaga rahasia
- Membiasakan makan bersama
- Mengajarkan adab makan
- Mengajarkan persaudaraan dan kerja sama
- Melerai ketika anak-anak bertengkar
- Melatih kecerdasannya dengan lomba dan cara lainnya
- Memberikan hadiah kepada anak yang berhasil melakukan sesuatu atau berprestasi
- Menjaga anak dengan zikir dan mengajarinya berzikir
- Mengajarkan azan dan shalat
- Mengajarkannya berani karena benar
- Jika anak mampu, boleh ditunjuk sebagai imam
Demikianlah beberapa tuntunan
dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mendidik anak. Hendaknya
para orang tua bisa merealisasikannya dalam pendidikan mereka terhadap
anak-anak. Dan hendaknya pula mereka ingat, untuk selalu bersabar, menasihati
putra-putri Islam dengan lembut dan penuh kasih sayang. Jangan membentak atau
mencela mereka, apalagi sampai mengumbar-umbar kesalahan mereka.
Inilah bentuk kerjasama suami
istri yang harus diketahui pasangan muslim. Dengan tahu bagaimana cara mendidik
anak dan menjalin kerjasama dengan pasangannya serta menjaga kekompakan, maka
terbentuknya keluarga yang sakinah bukan sekedar impian semu, namun bisa
direalisasikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar