Senin, 25 Oktober 2021

Merawat Benih Cinta Bersama Menurut Ajaran Islam.



Menikah adalah salah satu jalan mengikatkan cinta pada payung kebersamaan dalam sebuah keluarga yang harmonis. Lalu... apa jadinya jika salah satu dari pasangan atau anggota keluarga lainnya malah enggan hidup bersama untuk saling melengkapi satu sama lainnya?

Kebersamaan dalam hidup berumah tangga merupakan sebuah keharusan, jika memang tidak ada hal darurat atau takdir yang bisa membuat keduanya hidup berjauhan atau bahkan hingga berpisah satu dengan yang lainnya. Karena pada intinya, seorang suami pasti membutuhkan kehadiran sang istri di sampingnya, apalagi bagi seorang istri yang pada fitrahnya kaum wanita itu lemah dan selalu ingin dilindungi dan ditemani. Dan tak lupa juga, anak-anak pun akan lebih-lebih lagi membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Kebersamaan memang bisa menjadi sebuah keniscayaan jika masing-masing anggota keluarga berusaha untuk mewujudkan hal tersebut. Sebuah komitmen yang didasari dengan keinginan untuk menjadikan sebuah keluarga yang utuh akan membuat setiap individu menyadari arti pentingnya sebuah kebersamaan. 

Memang kita tidak bisa untuk menyalahi setiap takdir yang sudah ditetapkan jika seandainya satu saat nanti akan ada diantara anggota keluarga yang meninggalkan kita dengan berbagai alasan. Namun setidaknya korelasi dari komitmen kuat dan kesiapan kita dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi akan menjadikan kita berada dalam lingkungan keluarga yang kuat dan akan tetap selalu bersama walau apapun yang akan terjadi dalam keluarga kita.

Pendidikan anak adalah perkara yang sangat penting di dalam Islam. Di dalam Al-Qur’an kita dapati bagaimana Allah menceritakan petuah-petuah Luqman yang merupakan bentuk pendidikan bagi anak-anaknya. Begitu pula dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kita temui banyak juga bentuk-bentuk pendidikan terhadap anak, baik dari perintah maupun perbuatan beliau mendidik anak secara langsung.

Seorang pendidik, baik orangtua maupun guru hendaknya mengetahui betapa besarnya tanggung-jawab mereka di hadapan Allah ‘azza wa jalla terhadap pendidikan putra-putri islam.

Tentang perkara ini, Allah azza wa jalla berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (At-Tahrim: 6)

Dan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Setiap di antara kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban.”

Untuk itu -tidak bisa tidak, orang tua harus tahu apa saja yang harus diajarkan kepada seorang anak serta bagaimana metode yang telah dituntunkan oleh junjungan umat ini, 

Rasulullah saw bersabda: 

“Seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya, dan dia bertanggung jawab terhadap anak-anaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tanggung jawab membesarkan dan mendidik anak tidak dimulai sejak melahirkan, namun sejak sang ibu mengandung sang janin dalam rahimnya. Allah SWT berfirman: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.” (QS. Al-Ahqaf: 15). 

Dalam ayat lain disebutkan: “Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.” (QS. Luqman: 14).

Perlu kerjasama suami istri dalam tugas mendidik dan membesarkan anak. Tugas yang begitu berat dan mulia itu perlu mendapat perhatian serius dari kedua orang tua. Perhatikan bagaimana Rasulullah saw ikut serta dalam memberikan tarbiyah (pendidikan) kepada anak tirinya (anak kandung Ummu Salamah). Diriwayatkan dari Umar bin Abi Salamah, beliau berkata: 

“Ketika kecil dulu aku berada di pangkuan Rasulullah saw. Tiba-tiba tanganku tanpa sadar mengambil (makanan) di sebuah piring besar. Beliau berkata kepadaku: “Hai anakku, ucapkanlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang dekat darimu.” Setelah itu akupun terbiasa melakukan apa yang diajarkan Rasulullah saw.” (HR. Bukhari).

Mendidik anak merupakan proses yang berjalan terus-menerus, sejak anak lahir hingga ia dewasa. Dalam perjalanannya, pasti ada masalah-masalah yang muncul dan hal-hal yang tak sesuai dengan rencana. Karena itu, pasangan harus memiliki nilai-nilai yang menjadi pegangan bersama hingga terbangun kekompakan.

Kompak dalam konsep syariat Islam berarti kerjasama dari orangtua untuk memenuhi fungsinya masing-masing, yakni suami sebagai ayah dan istri sebagai ibu.

Allah menegaskan dalam surat Ali Imran ayat 107 bahwa laki-laki tidak sama dengan perempuan. Artinya, masing-masing memiliki tugas sendiri, terutama dalam rumah tangga. Pembagian tugas ini mungkin berbeda dalam setiap keluarga, namun keterlibatan keduanya mutlak diperlukan. Kompak juga berarti memiliki kesepakatan tentang sebuah metode dalam mendidik anak. Jangan sampai terjadi perbedaan yang dapat menjadi masalah dalam perkembangan anak di masa datang. 

Ada sebuah kasus seorang ibu pernah mengeluh. Ia memilih tidak memberikan playstation pada anaknya karena menganggap mainan itu kurang bagus untuk perkembangannya. Namun, suatu hari suaminya pulang kerja dengan membawa hadiah playstation untuk sang anak. Si ibu sampai menangis menceritakannya.

Kunci menghindari hal itu adalah dengan memperbaiki komunikasi dengan pasangan. Banyak waktu yang sebenarnya bisa diisi dengan membicarakan perkembangan buah hati. Tentang apa yang anak sedang pelajari, dan ayah akan mengambil porsi mana serta ibu berperan sebagai apa.

Kita posisikan pembahasan anak sebagai proyek penting yang akan menjadi investasi jangka panjang. Begitu berharganya proyek ini, maka orangtua harus siap jika sewaktu-waktu ada tugas memanggil sebagaimana tugas untuk beribadah kepada Allah swt.

Ada sebuah kisah tentang putra budak yang menjadi pemimpin. Usamah bin Zaid merupakan contoh generasi istimewa. Rasulullah saw mengangkatnya sebagai panglima perang di usia 18 tahun dan dua tahun kemudian ia bersama pasukannya mengalahkan Romawi. Padahal ayahnya, Zaid bin Haritsah, dulu seorang budak. Begitu juga ibunya, Ummu Aimah. Sosok Usamah merupakan bukti bahwa orangtuanya tidak mendidik sang putra dengan cara yang biasa. Dan itu nyaris mustahil dicapai tanpa kekompakan kedua orangtuanya. 

Pendidikan anak adalah perkara yang sangat penting di dalam Islam. Di dalam Al-Qur’an kita dapati bagaimana Allah menceritakan petuah-petuah Luqman yang merupakan bentuk pendidikan bagi anak-anaknya. Begitu pula dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kita temui banyak juga bentuk-bentuk pendidikan terhadap anak, baik dari perintah maupun perbuatan beliau mendidik anak secara langsung.

Seorang pendidik hendaknya mengetahui betapa besarnya tanggung-jawab mereka di hadapan Allah ‘azza wa jalla terhadap pendidikan putra-putri islam.

Tentang perkara ini, Allah azza wa jalla berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (At-Tahrim: 6)

Dan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Setiap di antara kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban.”

Untuk itu -tidak bisa tidak, orang tua harus tahu apa saja yang harus diajarkan kepada seorang anak serta bagaimana metode yang telah dituntunkan oleh junjungan umat ini, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. 

Salah satu amal yang tidak pernah terputus pahalanya sekalipun kita telah meninggalkan dunia ini adalah anak yang shalih. Doa anak yang shalih merupakan salah satu doa yang insyaAllah pasti terkabul. Karenanya, orangtua harus mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Jika tidak, anak akan tumbuh menjadi seorang yang berkepribadian rusak dan hancur yang pada gilirannya akan merugikan orangtua itu sendiri.

Sesungguhnya memang tidak mudah memikul beban untuk membesarkan anak hingga menjadi pribadi yang kita harapkan dapat meraih sukses dunia dan akhirat. Semua butuh kesabaran, kerja keras, keikhlasan, dan masih banyak lagi. 

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menunjukkan kasih sayangnya baik kepada orang-orang dekatnya maupun orang lain. Beliau selalu berusaha meringankan beban orang yang sedang ditimpa kesulitan. Dalam perkara mendidik dan mencintai anak, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah teladan yang paling tepat sepanjang masa. Orang yang memenuhi seruan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ini akan mampu mewujudkan cinta dalam dirinya, yang akan menjadikannya berada di puncak kesehatan jiwa dan kebahgiaan, lebih-lebih lagi akan mendatang keharmonisan dalam keluarga.

Rasulullah mengajak umatnya untuk mencintai anak-anak, mendidik dan memperhatikan mereka dengan baik. Dalam mewujudkan keluarga yang harmonis, maka cintai dan didiklah anak-anak (suami-istri) dengan meneladani kehidupan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tatkala mendidik dan mencintai anak-anaknya. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar