Senin, 18 Oktober 2021

Kala Rindu Telah Membiusku



Setiap insan yang hidup pasti menginginkan dan mendambakan suatu kehidupan yang bahagia, tentram, sejahtera, penuh dengan keamanan dan ketenangan atau bisa dikatakan kehidupan yang sakinah, karena memang sifat dasar manusia adalah senantiasa condong kepada hal-hal yang bisa menentramkan jiwa serta membahagiakan anggota badannya, sehingga berbagai cara dan usaha ditempuh untuk meraih kehidupan yang sakinah tersebut.

Sesungguhnya sebuah kehidupan yang sakinah, yang dibangun diatas rasa cinta dan kasih sayang, tentu sangat berarti dan bernilai dalam sebuah rumah tangga. Betapa tidak, bagi seorang pria atau seorang wanita yang akan membangun sebuah rumah tangga melalui tali pernikahan, pasti berharap dan bercita-cita bisa membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah, ataupun bagi yang telah menjalani kehidupan berumah tangga senantiasa berupaya untuk meraih kehidupan yang sakinah tersebut.

Cinta keduanya telah menumbuhkan sebuah rasa kerinduan yang teramat dalam hingga meranggas ke relung hati. Betapa keduanya sulit terpisahkan meski sejenak. Mereka ingin menikmati indahnya dunia berdua. Bahkan ada sebuah kisah yang memilukan hati.

Jarir bin Hazim berkata dari Ya’la bin Hakim, dari Sa’id bin Jubair. Sa’id mengatakan, “Jika sudah tiba petang hari Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu biasa berkeliling Kota Madinah. Jika melihat sesuatu yang harus diingkari, maka dia mengingkarinya. Suatu malam tatkala sedang meronda, dia melewati seorang wanita di rumahnya yang berkata,

Malam ini terasa panjang dan gelap gulita

Hatiku pilu karena tiada kekasih mendampingi

Andaikan bukan karena Allah yang tiada Rabb selain-Nya

Tentu masih ada kehidupan di ranjang ini

Aku takut kepada-Nya dan ada rasa malu menghantui

Kan kujaga kehormatan suami semoga dia cepat kembali

Setelah itu wanita tersebut menghela nafas dalam-dalam, seraya berkata,

“Mestinya apa yang kualami pada malam ini merupakan masalah yang amat remeh bagi Umar bin Khattab.”

Umar mengetuk pintu rumah wanita tersebut. “Siapa yang mengetuk pintu rumah wanita yang ditinggal pergi suaminya malam-malam seperti ini?” Wanita itu bertanya.

“Bukakan pintu!” kata Umar. Namun wanita itu menolak.

“Demi Allah, andaikata Amirul Mukminin mengetahui tindakanmu ini, tentu dia akan menghukummu.” kata wanita itu setelah berkali-kali Umar meminta untuk dibukakan pintu.

Setelah tahu kehormatan yang dijaga wanita itu, Umar berkata, “Aku adalah Amirul Mukminin.”

“Engkau pembohong. Engkau bukanlah Amirul Mukminin.”

Umar mengeraskan dan meperjelas suaranya, sehingga akhirnya wanita itu tahu bahwa memang dia adalah Umar. Maka dia membukakannya pintu.

“Wahai wanita, apa yang telah kau ucapkan tadi?” tanya Umar.

Wanita itu mengulang lagi apa yang dia katakan.”Mana suamimu?” tanya Umar.

“Ikut bergabung dalam pasukan perang ini dan itu.” jawabnya.

Selanjutnya Umar mengutus seorang kurir agar Fulan bin Fulan (suami wanita itu) pulang dari medan perang. Setelah benar-benar kembali, Umar berkata kepadanya, “Temuilah istrimu!”

Kemudian Umar menemui putrinya, Ummul Mukminin Hafshah radhiallahu ‘anha, kemudian bertanya, “Wahai putriku, berapa lamakah seorang wanita tahan berpisah dengan suaminya?”

“Bisa sebulan, dua bulan, atau tiga bulan. Setelah empat bulan dia tak mampu lagi bersabar.” jawab Hafshah.

Maka selanjutnya jangka waktu itu menjadi ukuran lamanya pengiriman pasukan ke medan perang. Hal ini sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan Allah dalam masalah ila’ (ila’: suami bersumpah untuk tidak mencampuri istrinya selama empat bulan atau lebih). 

Allah subhanahu wa ta’ala mengetahui bahwa kesabaran wanita bisa menipis setelah empat bulan dan tidak mampu lagi bersabar setelah jangka waktu itu. Maka jangka waktu empat bulan itulah yang ditetapkan bagi laki-laki yang meng-ila’. Setelah masa itu, dia bisa menyuruh istrinya untuk memilih tetap mempertahankan perkawinan atau cerai. Setelah empat bulan, tentu kesabarannya menjadi melemah, sebagaimana yang dikatakan penyair,

Tatkala kuseru tangis dan kesabaran

Setelah di antara kita ada perpisahan

Dengan patuh tangis memberi jawaban

Dan tiada jawaban dari kesabaran

Sungguh mengharukan kisah perpisahan di atas. Istri mana yang tak rindu jika ditinggal suami berhari-hari? Secara normal, sepasang suami istri akan merasakan saling merindu setelah beberapa waktu berpisah. Ingin sekali bertemu melepas rindu, meski hanya sesaat.

Perkembangan jaman dan tuntutan biaya hidup membuat peran ibu yang seharusnya menjadi ratu rumah tangga harus terpisah jauh dari keluarga atau sebaliknya yakni sang ayah. Hidup terpisah dari pasangan karena tuntutan profesi atau tugas belajar memang tidak mudah. Rasa ikhlas dan kelapangan hati diperlukan dalam menyikapi kenyataan ini. Harus ada komitmen yang dibuat berdua saat kondisi seperti ini. 

Agar rumah tangga tetap langgeng, sakinah mawaddah warahmah, suami istri harus bisa menjaga rasa cinta keduanya. Meskipun jarak yang berjauhan, namun hati selalu merasa dekat. 

Ada sebuah kisah yang membuat terkaget pendengarnya. Mungkin mereka dalam hati berkata, “Kok bisa?” Kenapa bisa begitu? Inilah kisahnya. Ada seorang suami yang mengajukan pertanyaan kepada pembicara dalam sebuah seminar keluarga.

“Bagaimana cara agar bisa memiliki rasa kangen kepada istri saat saya bepergian?” tanya seorang suami pada Seminar Keluarga Sakinah oleh seorang pembicara Internasional Cahyadi Takariawan. 

Si penanya menambahkan, “Bahkan kadang saya lupa dengan istri jika sudah lama pergi untuk urusan pekerjaan”.

Eit… jangan emosi dulu ya, wahai para istri. Belum-belum Anda sudah mengumpat, “Dasar lelaki!” Hhh… jangan deh.

Ya, itulah problem yang sering dihadapi oleh suami yang merasa super sibuk. Asyik dengan kesibukannya, hingga melupakan anak istri. Tergerus oleh kesibukan kerja setiap hari, mengejar target, mengurus berbagai keperluan yang terbatas oleh tenggat waktu, semua memacu adrenalin para suami untuk bisa menuntaskan pekerjaan secara profesional dan ingin berprestasi. Semua kesibukan tersebut sedemikian menguras tenaga, perhatian, waktu, pikiran dan juga perasaan.

Menurut pembicara, para suami sibuk tersebut tidak boleh membiarkan terlarut dalam rutinitas dan tekanan pekerjaan begitu saja. Karena jika Anda terlalu menikmati ritme kerja yang sangat menelan perhatian setiap hari, Anda akan kehilangan rasa rindu terhadap keluarga. Semua pikiran, waktu, tenaga, dan perhatian Anda habis hanya untuk urusan pekerjaan. Untuk menyelesaikan target, untuk mendapatkan prestasi optimal, padahal itu semua bisa menjadi tidak berarti jika Anda kehilangan keluarga.

Hendaknya para suami selalu memberikan perhatian yang memadai terhadap keluarga. Seberapapun bagus prestasi Anda dalam pekerjaan, menjadi tidak bermakna jika Anda kehilangan kebahagiaan dalam keluarga. Untuk itu, para suami harus secara sadar menjaga perasaan rindu terhadap istri dan anak-anak di rumah, saat sedang bepergian dalam waktu lama untuk berbagai urusannya.

Solusinya adalah jagalah rasa kangen. Agar bisa muncul rasa kangen dan tidak melupakan istri saat berjauhan, lakukan beberapa tips berikut.

1. Menyesuaikan diri.

Anda bersama anak dan seluruh anggota keluarga harus menyesuaikan diri terhadap situasi tanpa kehadiran suami/istri yang memiliki peran masing-masing. Seandainya Anda ibu, berarti Anda harus menjalankan tugas yang biasanya dijalankan suami, begitu juga sebaliknya. Yang tidak berbeda adalah perjuangan mengatasi rasa rindu pada pasangan. Anda juga harus menjaga stabilitas emosi dan rasa aman di rumah, terutama agar anak tetap merasa aman dan nyaman meski saat ini Anda sendiri.

2. Pengertian

Tanamkan pengertian kepada pasangan dan juga kepada anak-anak tentang kondisi berjauhan ini, sehingga tidak ada salah pemahaman dalam diri mereka ketika mereka menuntut kehadiran ibu atau ayah mereka.

3. Merasa bersama

Para pakar perkawinan berpendapat meski tidak ada di tempat yang sama secara fisik, pasangan suami-istri yang tinggal berjauhan harus tetap merasa “bersama” yang bisa terjadi bila komunikasi lancar. Dalam berbagai kesempatan berkomunikasi, ungkapan perasaan-perasaan Anda, seperti rindu, kehilangan atau rasa senang saat sedang berkomunikasi. Penting pula saling memberi dukungan dan menguatkan. Beri keyakinan, Anda berdua saling membutuhkan.

4. Memanfaatkan teknologi

Dengan bebagai cara, memanfaatkan kemajuan teknologi. Kini berkembang berbagai fitur komunikasi gratis berbasis internet yang memungkinkan Anda tidak terlalu merasakan jarak. Seperti sms/mms, email, video call dll. 

Membuat catatan harian yang bisa diikuti pasangan dan bisa berbagi disana. Misalnya, menyusun blog atau scrapbook konvensional yang merekam kegiatan keseharian Anda.

Suami harus rajin menghubungi istri. Sebaliknya, hendaknya istri juga proaktif untuk menghubungi suami, sehingga tidak ada hari tanpa komunikasi dengan suami. Jangan pasif dan diam saja menunggu telpon dari suami. Jika khawatir mengganggu pekerjaan suami, sapa suami dengan kiriman kata-kata cinta dan gambar foto keluarga melalui gedgetnya. Itu akan membuat suami selalu ingat keluarga.

Kiriman foto keluarga disertai pesan melalui teknologi komunikasi, akan sangat menggugah kerinduan suami. Misalnya ungkapan seperti ini:

Kiriman foto disertai kalimat mesra akan membuat suami merasakan kerinduan untuk segera bergabung bersama keluarga. Di tengah kesibukan suami melaksanakan pekerjaan, ia akan selalu teringat bahkan merindukan istri dan anak-anak.

5. Merencanakan saat pertemuan kembali

Tak jarang rasa rindu yang menggebu membuat pasangan suami istri memasang harapan yang terlalu tinggi, dan kemudian tidak jarang harapan itu tidak terwujud. Cara terbaik mengantisipasinya adalah membicarakan apa yang Anda dan pasangan inginkan saat kepulangannya.

6. Yakinlah bahwa istri Anda merindukan kepulangan Anda

Ketika Anda pergi jauh, apalagi dalam waktu lama, ketahuilah istri Anda merindukan kepulangan Anda. Istri sangat mengharap Anda pulang dengan selamat dan bisa berkumpul kembali bersama keluarga. Kepergian Anda menjadikan ada perasaan kehilangan pada diri istri dan anak-anak, sesuatu perasaan yang tidak bisa digantikan atau diisi dengan yang lainnya.

Maka hargailah kerinduan istri dan anak-anak tersebut, dengan jalan memberikan porsi perhatian di antara seabrek kegiatan Anda di luar rumah. Alokasikan waktu dan perhatian untuk istri dan anak-anak saat Anda bepergian dalam waktu lama, agar rasa rindu tetap bersemayam dalam jiwa Anda.

7. Tegaskan rasa rindu Anda

Rata-rata laki-laki adalah makhluk yang tidak verbal. Sulit mengekspresikan perasaan kepada pasangan. Hendaknya suami belajar menegaskan perasaan rindu kepada istri dengan menyatakan melalui telpon atau melalui pesan sms, whatsapp, bbm dan lain sebagainya. Penegasan perasaan rindu ini akan sangat menyenangkan dan menyejukkan bagi istri yang setia menunggu di rumah.

“Tidak biasanya aku merasakan rindu seperti ini. Rasanya pengen banget segera pulang untuk memelukmu....”

“Tak tahan lagi aku menyimpan rasa ini. Biasanya aku tidak pernah menyatakan padamu. Tapi kali ini harus aku sampaikan, bahwa aku benar-benar merindukanmu....”

Pernyataan ini terasa seperti air sejuk dari sumber mata air yang jernih, mengalir dalam jiwa istri. Serasa istri terbang melayang mendapat pernyataan rindu dari sang suami.

8. Selalu membawa sesuatu yang bisa mengingatkan kepada istri

Ketika suami bepergian jauh dalam waktu lama, hendaknya membawa sesuatu yang bisa selalu mengingatkan kepada istri dan anak-anak. Misalnya membawa foto istri di dompet, atau memasang foto istri pada wall atau halaman smartphone serta laptop. Hal itu akan membuat suami selalu menemukan wajah istri dimanapun ia berada. Setiap membuka gadget, yang pertama dilihat adalah foto istri tercinta.

Bisa juga menggunakan barang-barang yang khusus dibelikan oleh istri, seperti jam tangan atau sapu tangan, atau sepatu, atau apapun yang memang hadiah istimewa dari istri. Jika bepergian dalam waktu lama, bisa juga dengan memasang foto keluarga di tempat tinggal dan di tempat kerja. Selain bisa mengingatkan kepada istri, hal itu juga sekaligus bisa menjadi kontrol agar selalu setia kepada keluarga.

9. Selipkan doa di setiap usai shalat

Ketika suami bepergian dalam waktu lama, jangan lupa untuk senantiasa menyelipkan doa untuk istri tercinta. Selain doa berguna untuk kebaikan istri, juga membuat suami bisa selalu ingat dan memiliki perhatian terhadap istri, karena menyebut namanya dalam setiap doa. Kebiasaan mendoakan istri ini sangat bagus untuk menjaga suasana spiritual dalam kehidupan keluarga. Suami dan istri saling mendoakan untuk kebaikan bersama.

Selain mendoakan istri, hendaknya suami juga berdoa pula untuk diri sendiri. Misalnya doa seperti ini, “Ya Allah, jagalah aku dan istriku, agar kami selalu saling mencintai dan merindui karenaMu”.

Sepasang suami istri yang memadu kasih karena Allah swt sudah selayaknya mencintai pasangannya juga karena Allah swt. Tidak memandang kekurangan yang ada pada pasangannya masing-masing namun melengkapi kekurangan tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang saling menyempurnakan. 

Untuk merasakan kehidupan yang sakinah, kita menyaksikan berbagai macam cara dan usaha serta berbagai jenis metode ditempuh, yang mana semuanya itu dibangun diatas presepsi yang berbeda dalam mencapai tujuan kehidupan yang sakinah tadi. Maka nampak di pandangan kita sebagian orang ada yang berusaha mencari dan menumpuk harta kekayaan sebanyak-banyaknya, karena mereka menganggap bahwa dengan harta itulah akan diraih kehidupan yang sakinah. 

Ada pula yang senantiasa berupaya untuk menyehatkan dan memperindah tubuhnya, karena memang di benak mereka kehidupan yang sakinah itu terletak pada kesehatan fisik dan keindahan bentuk tubuh. 

Disana ada juga yang berpandangan bahwa kehidupan yang sakinah bisa diperoleh semata-mata pada makanan yang lezat dan beraneka ragam, tempat tinggal yang luas dan megah, serta pasangan hidup yang rupawan, sehingga mereka berupaya dengan sekuat tenaga untuk mendapatkan itu semua. Akan tetapi, perlu kita ketahui dan pahami terlebih dahulu apa sebenarnya hakekat kehidupan yang sakinah dalam sebuah kehidupan rumah tangga.

Sesungguhnya hakekat kehidupan yang sakinah adalah suatu kehidupan yang dilandasi mawaddah warahmah (cinta dan kasih sayang) dari Allah subhanahu wata’ala pencipta alam semesta ini. Yakni sebuah kehidupan yang diridhoi Allah, yang mana para pelakunya/orang yang menjalani kehidupan tersebut senantiasa berusaha dan mencari keridhoan Allah dan rasulNya, dengan cara melakukan setiap apa yang diperintahkan dan meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Allah dan rasulNya.

Maka kesimpulannya, bahwa hakekat sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah adalah terletak pada realisasi/penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan berumah tangga yang bertujuan mencari ridho Allah subhanahu wata’ala. Karena memang hakekat ketenangan jiwa (sakinah) itu adalah ketenangan yang terbimbing dengan agama dan datang dari sisi Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana firman Allah (artinya):

“Dia-lah yang telah menurunkan sakinah (ketenangan) ke dalam hati orang-orang yang beriman agar keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” (Al Fath: 4)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selaku uswatun hasanah (suri tauladan yang baik) yang patut dicontoh telah membimbing umatnya dalam hidup berumah tangga agar tercapai sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah. 

Bimbingan tersebut baik secara lisan melalui sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam maupun secara amaliah, yakni dengan perbuatan/contoh yang beliau shalallahu ‘alaihi wasallam lakukan. 

Diantaranya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa menghasung seorang suami dan istri untuk saling ta’awun (tolong menolong, bahu membahu, bantu membantu) dan bekerja sama dalam bentuk saling menasihati dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan ketakwaan, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Nasihatilah istri-istri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami) keras dalam meluruskannya (membimbingnya), pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya (yakni tidak membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasihatilah istri-istri (para wanita) dengan cara yang baik.” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shahih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)

Dalam hadits tersebut, kita melihat bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membimbing para suami untuk senantiasa mendidik dan menasihati istri-istri mereka dengan cara yang baik, lembut dan terus-menerus atau berkesinambungan dalam menasihatinya. 

Hal ini ditunjukkan dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Jika kalian para suami tidak menasihati mereka (para istri), maka mereka tetap dalam keadaan bengkok.” 

Artinya tetap dalam keadaan salah dan keliru. Karena memang wanita itu lemah dan kurang akal dan agamanya, serta mempunyai sifat kebengkokan karena diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok sebagaimana disebutkan dalam hadits tadi, sehingga senantiasa butuh terhadap nasihat.

Akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga bahkan ini dianjurkan bagi seorang istri untuk memberikan nasihat kepada suaminya dengan cara yang baik pula, karena nasihat sangat dibutuhkan bagi siapa saja. Dan bagi siapa saja yang mampu hendaklah dilakukan. 

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

“Dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 3)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Agama itu nasihat.” (HR. Muslim no. 55)

Maka sebuah rumah tangga akan tetap kokoh dan akan meraih suatu kehidupan yangsakinah, insyaAllah, dengan adanya sikap saling menasihati dalam kebaikan dan ketakwaan. 

Adapun tips Rasulullah agar memeproleh keluarga sakinah diantaranya:

a. Berdzikir

Ketahuilah, dengan berdzikir dan memperbanyak dzikir kepada Allah, maka seseorang akan memperoleh ketenangan dalam hidup (sakinah). 

Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):

“Ketahuilah, dengan berdzikir kepada Allah, (maka) hati (jiwa) akan (menjadi) tenang.” (Ar Ra’d: 28)

Baik dzikir dengan makna khusus, yaitu dengan melafazhkan dzikir-dzikir tertentu yang telah disyariatkan, misal istighfar dan lain-lain, maupun dzikir dengan makna umum, yaitu mengingat, sehingga mencakup/meliputi segala jenis ibadah atau kekuatan yang dilakukan seorang hamba dalam rangka mengingat Allah subhanahu wata’ala, seperti shalat, shoum (puasa), shodaqoh, dan lain-lain.

b. Menuntut ilmu agama

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Tidaklah berkumpul suatu kaum/kelompok disalah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid), (yang mana) mereka membaca Al Qur`an dan mengkajinya diantara mereka, kecuali akan turun (dari sisi Allah subhanahu wata’ala) kepada mereka as sakinah (ketenangan).” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shahih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)

Dalam hadits diatas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kabar gembira bagi mereka yang mempelajari Al Qur`an (ilmu agama), baik dengan mempelajari cara membaca maupun dengan membaca sekaligus mengaji makna serta tafsirnya, yaitu bahwasanya Allah akan menurunkan as sakinah (ketenangan jiwa) pada mereka.

Demikianlah diantara beberapa hal yang bisa dijadikan tips untuk meraih dan membina rumah tangga yang sakinah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar