Rabu, 18 Mei 2022

Jangan mendramatisir persoalan Rumah Tangga



Bila masing-masing pihak sudah berbaikan, coba tekan permasalan hingga ke bawah telapak kaki. Jangan mendramatisir suasana, misalnya dengan nyeletuk: “Aduh, gara-gara kamu tadi, aku jadi gak bisa kerja. Kepalaku pusing!” Atau dengan nada kesal melontarkan kata-kata: “Baik, aku maafkan. Tapi rasanya aku tidak akan melupakan kejadian ini seumur hidupku!”

Semua sikap seperti itu sering berakibat buruk. Sering menunda-nunda terjadinya perbaikan antara kedua belah pihak. Untuk itu, faktor kesabaran yang ditambah dengan formula ‘mudah mengalah’, amatlah dibutuhkan.

Pada akhirnya, kebahagiaan sejati adalah kebahagiaan yang muncul melalui penempaan, gemblengan dan cobaan. Justru di situlah letak dari ‘seni hidup’ di dunia ini. Sementara bagi seorang mukmin, kebahagiaan di dunia hanya merupakan garis kodrat yang harus dilaluinya melalui berbagai upaya memaksimalkan penghambaan dirinya terhadap Allah, sehingga akan melahirkan kebahagiaan ‘super sejati’ di akhirat nanti, yang tidak lain, bagi seorang mukmin, adalah pintu keluar dari penjara dunia.

Di balik semua taqdir yang Allah tetapkan kepada setiap manusia, pasti terkandung hikmah yang besar, yang terkadang tidak bisa dipahami oleh nalar kita sebagai manusia. Hakikat ujian pada dasarnya adalah wahana untuk meningkatkan kualitas diri kita. Allah adalah pencipta kita, dan hanya Allah lah yang tahu batas kemampuan kita. Maka setiap ujian yang di berikanNya tak akan melebihi batas kemampuan yang kita miliki. 

Ujian akan selalu datang selama kita menjalani kehidupan ini. Susah senang kan silih berganti, mengisi hari-hari kita. Hanya orang-orang yang ikhlas dan bersabarlah yang bisa melewatinya dengan baik. Begitupun dalam pernikahan, ujian itu akan selalu kita temui. Tak sedikit orang yang kalah, namun tak sedikit pula yang merasa bahwa dengan gelombang ujian sebuah ikatan pernikahan dalam keluarga menjadi lebih erat dan kokoh. 

Allah berfirman:

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.” (QS Al-Anbiya’:35).

Tentang hal ini Ibnu Abbas berkata: 

“Kami (Allah) akan mengujimu dengan kesulitan maupun kesenangan, kesehatan maupun penyakit, kekayaan ataupun kemelaratan, halal maupun haram, ketaatan maupun kemaksiyatan, perintah maupun larangan petunjuk maupun kesesatan, siapakah yang sebenar-benarnya bertaqwa.”

Allah juga berfirman dalam ayat lainnya yang berbunyi seperti ini:

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) dan mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al -‘Ankabut: 1-3).

Ujian dalam pernikahan sebuah keniscayaan. Setiap orang yang memasuki gerbang pernikahan, harus siap dengan segala konsekuensi yang ada di dalamnya. Pernikahan memang penuh kejutan. Inilah yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, terutama bagi mereka yang tidak pernah mempersiapkan diri atau salah persepsi tentang makna pernikahan. Kesiapan fisik dan mental dan keilmuan tentang agama juga menentukan seberapa sanggup menghadapi ujian yang diberikan oleh Allah pencipta kita yang Maha sempurna.

Ketika pernikahan kita di uji, kita harus tahu cara jitu untuk menyikapi ujian dalam pernikahan, agar ujian tersebut memberi hikmah yang bisa menguatkan ikatan pernikahan kita. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar