Kamis, 11 November 2021

Hamil Sehat Usia Diatas 35 Tahun


Memiliki anak yang sehat merupakan impian setiap orang tua. Untuk mendapatkan keturunan yang sehat sebaiknya perhatikan kehamilan sejak dini. Menurut Nancy Eriksen, MD, dari bagian kesehatan ibu dan janin di University of Texas “Kebanyakan perempuan bahkan tidak menyadari mereka hamil sampai berminggu-minggu pertama berlalu, padahal organ-organ bayi sudah mulai terbentuk,” 

Nancy menuturkan pemeriksaan sebelum hamil (prakonsepsi) mutlak sangat penting, terutama pada orang yang memiliki riwayat melahirkan anak dengan gangguan atau cacat, atau jika memiliki masalah medis tertentu. Walaupun hamil di atas usia 35 tahun mengandung beberapa risiko, Anda bisa menjalani kehamilan dengan sukses dan lancar. 

Hamil di atas usia 35 tahun memang ada kelebihan dan kekurangannya. Di satu pihak, ibu yang hamil pada usia 35 tahun ke atas umumnya lebih siap secara mental dan mapan secara ekonomi. Namun, di luar itu, tak sedikit pula risiko yang mengancam kesehatan ibu maupun janin.

Jika Anda saat ini sedang hamil untuk kali pertama, kedua atau ketiga pada usia tersebut, tak perlu khawatir berlebihan. dr. Cut Diah Tris Mananti, SpOG dari Brawijaya Women & Children Clinic. Berujar bahwa ia tidak melarang jika wanita itu ingin hamil. Itu hak pasien. Beliau hanya menjelaskan kepada pasien bahwa ada beberapa risiko hamil pada usia di atas 35 tahun. Secara statistik, memang disebutkan angka mortalitas bayi dan ibunya lebih tinggi seiring pertambahan usia si ibu. Tapi hal tersebut tidak spesifik. Artinya, pada ibu hamil –berapa pun usianya– risiko tetap ada. 

Hamil di atas usia 35 memang harus berhati-hati karena telah gamblang diuraikan panjang lebar pada bab-bab sebelumnya mengenai risiko yang bisa terjadi baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya. 

 

A. Tips Mengurangi Risiko Kehamilan Di Atas Usia 35 Tahun

Ibu yang hamil di atas usia 35 Tahun dituntut punya pengetahuan lebih untuk mengetahui, bagaimana dan mengapa seorang ibu yang hamil di usia tersebut harus menjalani pola hidup sehat, menjaga psikis dan fisik dengan baik serta yang tidak kalah pentingnya menjaga pertumbuhan janin dengan lebih hati-hati dengan cara rajin periksa ke dokter kandungan. Semangat hidup dan menjaga suasana hati agar senantiasa senang juga akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan janin.

Bagaimana menjalani kehamilan dan proses persalinan yang sehat dan aman di usia yang cukup berisiko bagi wanita usia 40 tahun terkadang menjadi pertanyaan banyak wanita di usia tersebut.

Dr Ivan R Sini, MD, FRANZCOG, GDRM, ahli kebidanan dari RS Bunda, Menteng, Jakarta Pusat, menjelaskan bahwa kehamilan pada usia di atas 37 tahun ke atas merupakan kehamilan dengan risiko komplikasi yang tinggi. Pada usia ini kualitas sel telur yang diproduksi sudah tidak bagus, dan ketika bertemu sperma akan menghasilkan kualitas janin yang tidak bagus. “Seiring bertambahnya usia maka risiko kelahiran bayi dengan down syndrome adalah 1:50, hal ini sangat jauh berbeda pada kehamilan wanita usia 20-30 tahun yang memiliki risiko sebesar 1:1500. Selain itu kehamilan ini juga memiliki risiko keguguran yang tinggi karena terjadi nature selection, yaitu janin yang awalnya tidak bagus bisa jadi tidak berkembang pada satu tahap tertentu atau tumbuh namun dengan kelainan,” jelas Ivan.

Risiko ini akan sama bahkan lebih meningkat pada kehamilan bukan anak pertama, seperti komplikasi pendarahan dan keguguran. Salah satu komplikasi yang biasa terjadi pada kehamilan ini adalah preclampsia yang menyebabkan terjadinya pendarahan saat hamil atau setelah melahirkan. 

Namun begitu, bagi Anda yang masih mendambakan bayi di usia Anda yag sudah kepala tiga, maka ada beberapa pemeriksaan kesehatan yang perlu Anda lakukan sebelum Anda memutuskan untuk hamil. Beberapa persiapan tersebut diantaranya adalah :

• Berat badan

• Tekanan darah

• Metode kontrasepsi (KB) yang digunakan

• Pemeriksaan terhadap virus rubela atau campak

• Pemeriksaan darah dan urin untuk menentukan adanya infeksi

• Pemeriksaan kadar kolesterol, dan

• Pemeriksaan hemoglobin

“Begitu Anda mengetahui kehamilan, datanglah ke dokter kebidanan dan konsultasikan mengenai pilihan screening atau tes yang bisa dilakukan,” imbuhnya. Berbagai pilihan yang dapat dilakukan antara lain adalah: USG, Triple Test dengan mengambil sample darah, Nuchal Translucency yang mengukur ketebalan belakang leher janin, dan Amniocentesis yaitu pengambilan cairan ketuban dari dalam rahim, yang selanjutnya dikirim ke lab genetik untuk dilihat adakah kelebihan atau kelainan kromosom. Panduan dan kunjungan ke dokter menjadi program utama dalam agenda Anda.

Tips:

1. Menganut pola makan sehat

Ibu hamil membutuhkan lebih banyak minum suplemem asam folat (Folic Acid), kalsium, zat besi, protein, den nutrisi esensial lainnya. Alangkah bagusnya jika Anda sudah menganut pola makan sehat jauh sebelum hamil. Vitamin prenatal idealnya mulai diminum beberapa bulan sebelum kehamilan. Pola makan sehat dengan memperhatikan berikut :

Vitamin yang tepat sangat penting untuk menunjang kehamilan yang sehat. Vitamin prenatal sebaiknya mengandung 400 mikrogram asam folat (untuk mencegah cacat lahir spinda bifida). Ini karena asam folat sangat penting dalam perkembangan janin di awal-awal pembuahan.

Vaksinasi untuk cegah penyakit. Beberapa vaksinasi bisa dilakukan 3 bulan sebelum hamil untuk memberikan perlindungan pada bayi, misalnya vaksin campak, gondok, tetanus, polio, rubella dan hepatitis B.

Hindari obat-obatan berbahaya dan zat-zat berisiko.

Minuman beralkohol, tembakau, dan narkoba dilarang dikonsumsi selama hamil.

Beberapa obat resep seperti antibiotik tetrasiklin, pengencer darah, obat anti kejang dan ACE inhibitor bisa membahayakan janin. Karenanya jika sudah merencanakan kehamilan, perhatikan obat yang dikonsumsi.

Imunisasi rubella atau campak

Berhenti merokok dan minum alkohol

 

2. Olahraga low-impact

3. Konseling Genetik

Wanita yang hamil dengan usia di atas 35 tahun biasanya juga akan diminta untuk melakukan konseling genetik, atau konseling ini bisa juga dilakukan oleh dokter kandungan. Ada 3 wilayah yang menjadi fokus pada saat melakukan konseling genetik, yaitu sejarah/riwayat reproduksi pasien, riwayat kesehatan keluarga, serta consanguinity, yaitu kondisi genetika yang disebabkan perkawinan antar-saudara.

Riwayat reproduksi meliputi apakah pasien pernah hamil, pernah mengalami keuguguran, atau pernah mengalami kematian janin di dalam rahim atau saat proses melahirkan. Selain itu penggunaan metode KB, lama waktu penggunaan KB, dan apakah pasien pernah terpapar zat-zat berbahaya misalnya karena lingkungan pekerjaan juga menjadi informasi yang penting dalam konseling.

Riwayat kesehatan keluarga pasien juga penting untuk menentukan apakah kehamilan yang sedang dijalani termasuk kehamilan ber-risiko tinggi atau tidak. Informasi ini mencakup tentang status kesehatan pasien dan pasangan, para saudara kandung pasien dan pasangan, jika ada yang sudah meninggal juga akan ditanyakan penyebab dan usia saat meninggal serta apakah ada yang meninggal sehubungan dengan proses kelahiran (saat melahirkan atau saat dilahirkan). Riwayat kesehatan keluarga akan membantu dokter mengidentifikasi abnormalitas yang telah muncul di keluarga pasien dan membantu memprediksi kemungkinannya untuk muncul pada pasien.

Jika pasien dan pasangan masih tergolong saudara, hal ini juga penting untuk diinfokan pada dokter/konselor, karena jika pasangan suami istri adalah sepupu langsung, mereka memiliki 1/16 gen yang sama. Artinya kemungkinan terjadi kelainan-kelainan genetika pada anak yang akan dilahirkan lebih tinggi dibanding jika mereka menikah dengan orang yang tidak dalam satu kerabat. Beberapa orang Afrika dan etnis Mediterania juga memiliki kecenderungan untuk menurunkan penyakit Anemia sickle cell pada turunannya.

Yang penting untuk diperhatikan adalah, konselor atau dokter tidak akan memberikan keputusan pada pasien dan pasangannya berkenaan dengan hasil konseling. Mereka hanya akan menyediakan informasi-informasi yang dibutuhkan sang pasien tentang kehamilan dan janinnya, dan keputusan bahwa apakah kehamilan tersebut akan diteruskan atau digugurkan (jika prediksi terhadap risiko-risiko yang mungkin dialami terlalu tinggi) diserahkan sepenuhnya pada calon orang tua.

4. Prenatal Testing

Prenatal Testing atau pengujian-pengujian pada saat kehamilan yang dilakukan pada kehamilan berisiko tinggi tidak dapat mendeteksi semua abnormalitas yang mungkin terjadi. Namun abnormalitas kromosom bisa dideteksi pada saat perkembangan janin melalui serangkaian tes seperti amniocentesis, ultrasound, sampling chorionic villus dan fetoscopy. Hasil dari serangkaian pengujian ini akan memberi pilihan bagi pasangan untuk melanjutkan kehamilan atau menggugurkan janin yang dikandung jika ternyata terdeteksi adanya kelainan. Hasil tes-tes ini juga akan menjadi panduan bagi dokter dan tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan-tindakan yang dirasa perlu pada saat kehamilan, kelahiran, dan membantu sang orang tua untuk memberi saran-saran tentang tumbuh-kembang sang buah hati.

Kehamilan di usia di atas 35 tahun kedengarannya memang menyeramkan, tapi seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kebanyakan wanita yang hamil di atas usia 35 tahun berhasil menjalankan kehamilan yang sehat dan melahirkan bayi yang sempurna. Memang benar bahwa risiko akan bertambah sejalan dengan meningkatnya usia calon ibu saat hamil, namun dengan persiapan yang lebih matang, informasi yang lebih lengkap, serta bantuan tenaga kesehatan yang lebih sigap dan informatif terhadap kondisi kehamilan berisiko tinggi akan membantu sang calon ibu untuk bisa tetap percaya diri, sehat, dan semangat saat menjalani kehamilannya.

5. Konsultasikan kehamilan pada ahlinya.

Hal ini karena ibu yang hamil di usia rawan memerlukan pengawasan khusus secara dini selama kehamilan dan pada proses persalinan. Sebaiknya ibu ditangani dokter spesialis dan bukan bidan atau dokter umum. Bila kondisi tidak memungkinkan, setidaknya ibu pernah satu atau dua kali berkonsultasi dengan dokter spesialis agar mendapat pemeriksaan yang khusus dan teliti, seperti pemeriksaan panggul, tekanan darah dan pemeriksaan USG.

6. Proses persalinan sebaiknya dilakukan di rumah sakit yang memiliki fasilitas yang memenuhi standar. 

Rumah sakit yang tidak memiliki NICU (Neonatal Intensive Care Unit) tentu tidak dapat memberikan fasilitas yang memadai bagi bayi yang lahir prematur. Padahal risiko ini bisa terjadi pada ibu yang hamil di usia rawan. Sarana dan prasarana yang baik juga berguna bila terjadi suatu kelainan pada proses persalinan, misalnya jika ibu mengalami pendarahan maka dapat ditanggulangi secara cepat dengan tersedianya transfusi, sehingga angka mortality ibu dapat dikurangi.

7. Lakukan tes amniosentesis pada awal kehamilan.

Tes ini dilakukan bagi wanita berusia 35 tahun atau lebih pada kehamilan pertama untuk menemukan kemungkinan sindrom down dan abnormalitas kromosom lain. Kelainan tersebut dapat dideteksi dengan screening darah dan USG pada kehamilan dini. Tapi deteksi terakurat hanyalah melalui tindakan amniosentesis atau mengambil contoh jaringan janin untuk dilihat kromosomnya. Jika janin terbukti menderita down syndrome maka dokter bisa melakukan konseling pada suami-istri. Apa yang akan terjadi, apa yang bisa dilakukan oleh dokter, apakah kehamilan akan diteruskan atau tidak. Bila diteruskan bagaimana risikonya dan lainnya. Dalam mengambil keputusan, ada baiknya orangtua mencamkan bahwa hanya 10% anak dengan Sindroma Down benar-benar terbelakang dan banyak anak semacam ini memiliki potensi untuk hidup penuh, setidaknya hidup yang hampir optimal.

8. Pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan laboratorium seperti gula darah untuk mendeteksi kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus, atau pemeriksaan darah ibu untuk mendeteksi kelainan kromosom pada janin.

9. Menjalani upaya medis untuk mencegah hipertensi dan cacat bawaan. 

Bila ada indikasi rubella misalnya, diberikan vaksinasi pada 1-3 bulan sebelum hamil. Serta tak kalah pentingnya adalah pemberian asam folat. Asupan asam folat yang cukup pada ibu hamil diketahui dapat mengurangi risiko bayi lahir dengan cacat bawaan pada otak dan tulang belakang. Asam folat, kata Bambang, diberikan sejak 1 – 3 bulan sebelum hamil sampai usia kehamilan 12 minggu (masa pembentukan organ janin) dengan dosis 4 mg/hari.

10. Melakukan latihan, diet serta perawatan pralahir.

Melakukan latihan, diet serta perawatan pralahir dapat mengurangi juga risiko kehamilan di usia tua.

11. Membuat perjanjian prakehamilan.

Temui dokter kandungan sebelum Anda memutuskan untuk hamil, untuk memastikan bahwa tubuh Anda dalam kondisi siap.

12. Cek rutin.

Selama hamil, pemeriksaan kandungan rutin ke dokter kandungan akan membutuhkan dokter memonitor kesehatan Anda dan juga jabang bayi.

13. Memperhatikan kenaikan berat badan.

Kenaikan berat badan yang tepat dapat mendukung kesehatan bayi. Dan juga akan lebih mudah bagi Anda menurunkan berat badan setelah melahirkan. Kenaikan kira-kira 11-16 kg kadang menjadi rekomendasi untuk perempuan dengan beret badan normal. Untuk perempuan obesitas, disarankan menurunkan berat sebelum hamil. Bekerjasama lah dengan dokter kandungan untuk menentukan berat badan yang tepat.

14. Tetap aktif.

Kecuali dokter kandungan melarang untuk beraktivitas, sebaiknya Anda tetap aktif seperti biasa. Olahraga khusus untuk ibu hamil dapat mengurangi ketidaknyamanan yang terjadi dan juga menambah energi. Dengan berolahraga, Anda akan memiliki kekuatan otot dan stamina, yang berguna saat melahirkan.

15. Melakukan pemeriksaan atau skrining awal.

Pemeriksaan meliputi kondisi umum apakah sehat atau tidak, jantung sehat atau tidak, ada tekanan darah tinggi atau tidak, penyakit kencing manis, tiroid, dan lain-lain. Kalau pun ada, tentu perlu ditangani dulu kondisi tersebut dan bisa terkendali atau tidak. 

16. Tinggal tidak terpencil dan sanggup periksa rutin ke dokter kandungan dan sanggup melahirkan di RS atau dengan pengawasan dokter spesialis kandungan.

Hal ini jelas untuk memperkecil risiko yang ada dibandingkan bila pertolongan dilakukan oleh dukun beranak.

17. Jaga berat badan.

Memiliki berat badan berlebih ketika hamil bisa meningkatkan risiko terjadinya komplikasi. Untuk itu usahakan menjaga berat badan agar tidak terlalu berlebihan sehingga mengurangi risiko berbagai komplikasi.

18. Persiapkan risiko yang mungkin dialami bayi.

Risiko yang mungkin dimiliki bayi bisa dipengaruhi oleh kondisi kedua orangtuanya. Diharapkan pasangan melakukan skrining genetik untuk mencegah timbulnya penyakit tertentu.

19. Risiko kesehatan diri sendiri.

Jika memiliki tekanan darah tinggi atau diabetes, maka perlu pemeriksaan lebih intens karena kondisi ini dapat meningkatkan risiko bayi lahir cacat. Kondisi lain yang harus dimonitor adalah penyakit jantung, asma, lupus dan epilepsi. Konsultasikan dengan dokter kebidanan untuk melakukan tindakan pencegahan.

20. Rajin kontrol.

Guna mencegah komplikasi, ibu yang hamil usia 35 tahun ke atas perlu melakukan screening atau kontrol lebih rajin dan disiplin. Lakukan screening laboratorium minimal 3 kali selama kehamilan yaitu screening trimester satu (1-28 minggu), trimester dua (28–36 minggu) dan trimester tiga (36 – 40 minggu).

Screening di antaranya untuk mengetahui apakah ada anemia atau tidak. Jika terdapat anemia pada BuMil dapat menyebabkan suplai oksigen ke janin berkurang sehingga dapat menghambat perkembangan janin. 

Selain itu, anemia dapat menyebabkan terjadinya risiko pendarahan pada proses persalinan. Bila keadaan ini ditemukan maka ibu diberikan tablet penambah darah.

Screening penting dilakukan sebab jika ditemukan kelainan lebih dini maka dapat segera ditangani. Itulah mengapa disarankan agar ibu hamill kontrol secara teratur. Juga pastikan menimbang berat badan, mengukur kadar gula darah dan tekanan darah saat melakukan kontrol ke dokter.

21. Lebih hati-hati.

Walau hamil, bagi ibu yang bekerja, silakan lakukan rutinitas kantor yang biasa dilakukan. Hanya saja harus lebih hati-hati, jangan sampai jatuh atau timbul trauma. Pun begitu bagi ibu rumah tangga, jangan bekerja terlalu berat. Boleh saja melakukan pekerjaan seperti memasak, belanja, menyapu, mengepel, atau mencuci asal jangan mengangkat benda yang berat-berat seperti diutarakan dr. Titis.

Prinsipnya, Anda harus bisa mengukur kemampuan sendiri. Kalau tenaga sudah tidak kuat atau capek, ya sebaiknya istirahat, jangan dipaksakan. Kalau tidak, dikhawatirkan bisa menimbulkan kontraksi rahim. 

22. Hindari stress dengan mengelola emosi.

Biasanya ibu di atas usia 35 tahun lebih siap menghadapi perubahan hidup karena kehadiran bayi. Kepiawaian mengelola emosi dan ketegangan yang menyertai kehamilan sangat penting karena stress tinggi dapat memicu komplikasi juga. Tingkat stress berbeda-beda pada setiap orang tergantung kemampuan mengatasi stress atau memanage diri sendiri. Bagaimanapun, setiap ibu hamil hendaknya dapat menghindari atau mencegah stress karena akibatnya bisa buruk bagi janin. 

Maka, selain makan teratur dan olahraga, cobalah luangkan waktu untuk bersantai. Melakukan yoga, pijat, dan bersantai bersama teman akan membantu ibu mengatur emosinya.

23. Tak ada perlakuan khusus.

Tak ada perlakuan khusus bagi wanita yang hamil di atas usia 35 tahun. Baik itu untuk kehamilan pertama, kedua atau ketiga. 

Perlakuannya tetap sama. Yang membedakan hanya saat menjalani proses persalinan. Pada kelahiran anak pertama, biasanya proses persalinan lebih panjang. Sedangkan bagi ibu yang sudah pernah melahirkan sebelumnya, prosesnya lebih cepat. Risiko kehamilan bukan bergantung pada berapa kali si ibu telah bersalin, melainkan adanya komplikasi kehamilan atau tidak. 

Artinya, selama tidak ditemukan kelainan spesifik dan semua normal, maka perlakuan saat hamil sama saja dengan ibu yang hamil di usia 20-an. Yang terpenting, bagi ibu hamil yang ingin tetap hamil di usia lebih dari 35 tahun, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter lebih dulu dan lakukan kontrol teratur di rumah sakit. 

24. Jaga diri selama kehamilan.

Ada beberapa kasus yang bisa kita jadikan contoh. Frances Harris, seorang ibu dari Georgia (US), telah melahirkan anaknya pasa usia 59 tahun. Kemudian Aleta St. James telah melahirkan pada usia 57 tahun di RS Mount Sinai, New York. Kemudian  Elizabeth Adeney dari Suffolk (UK) yang bersama Adriana Iliescu dan Omkari Panwar tercatat sebagai ibu yang melahirkan anaknya di atas usia 60. 

25. Kebersihan dan pakaian.

Kebersihan harus dijaga pada masa hamil. Baju hendaknya yang longgar dan mudah dipakai. Jika telah sering hamil, maka pemakaiannya setagen untuk menunjang otot-otot perut baik untuk dilakukan. Sepatu atau alas kaki lain dengan tumit yang tinggi sebaiknya jangan dipakai, oleh karena tempat titik berat wanita hamil berubah, sehingga mudah tergelincir. Atau jatuh.

Payudara yang bertambah besar juga membutuhkan BH yang lebih besar dan cukup menunjang. Payudara hendaknya dipelihara agar kelak dapat menyusui bayinya dengan baik.

Banyak wanita yang mempertanyakan mengapa hamil di usia 30-an atau 40-an dianggap memiliki risiko tinggi. Di atas usia 35 tahun, memang ada beberapa risiko yang meningkat baik untuk sang ibu (seperti tekanan darah tinggi dan pre-eklampsia) dan juga untuk sang bayi (seperti risiko Down Syndrome) meningkat tiap tahunnya. Tapi, tanpa mengabaikan risiko-risiko tersebut, wanita yang berusia di atas 35 tahun juga bisa menjalani kehamilan yang sehat dan melahirkan bayi yang sempurna.

Jika Anda seorang wanita berusia di atas 35 tahun dan sedang hamil, dokter Anda biasanya memperlakukan Anda dengan ekstra hati-hati. Anda akan diminta untuk check up kehamilan lebih sering, dan lebih diwajibkan untuk menjalani serangkaian tes, konseling genetik dan skrining kendala-kendala yang mungkin terjadi pada wanita hamil usia 30-an. Pilihan proses melahirkan juga biasanya lebih terbatas. Anda kemungkinan tidak akan disarankan untuk melahirkan di bidan atau rumah bersalin kecil, karena risiko melahirkan Anda lebih besar sehingga Anda akan diminta untuk melahirkan di rumah sakit besar atau rumah bersalin besar. Namun, dengan melakukan perawatan prenatal yang baik, Anda bisa mengurangi komplikasi yang berhubungan dengan usia persalinan secara signifikan.

Kabar baiknya adalah, kebanyakan wanita yang hamil di usia 40-an ternyata berhasil menjalani kehamilan yang sehat dan melahirkan bayi yang sehat pula. Dan wanita hamil pada usia 40-an biasanya lebih berhati-hati terhadap kehamilannya dibandingkan wanita yang lebih muda. Mereka akan lebih mencari dan menyerap informasi dengan baik tentang kondisi-kondisi dan risiko-risiko yang mungkin terjadi pada kehamilan mereka. Mereka biasanya lebih sering bertanya tentang perkembangan janin mereka. Mereka juga lebih mementingkan perawatan pre-natal dan biasanya mempersiapkan diri mereka lebih baik sebelum hamil, jika kehamilan tersebut memang direncanakan. Karena itu para ilmuwan sekarang mempercayai bahwa risiko ibu hamil di usia yang lebih tua tidak meningkat secara tajam hanya karena faktor usia saja.

Jadi jangan khawatir bagi calon ibu yang hamil di usia tua, karena dengan adanya kemajuan di dunia kedokteran sekarang ini maka risiko yang ada dapat dikurangi sehingga calon ibu dapat juga melahirkan anak yang sehat seperti ibu muda lainnya.

Di samping itu kehamilan di usia tua juga mempunyai beberapa nilai positif lainnya. Pada umumnya ibu yang setengah baya mempunyai kematangan dan kestabilan emosi, mental serta finansial sehingga dapat menjadi orangtua yang lebih baik. Selain itu penelitian juga menunjukkan bahwa ibu-ibu ini menerima keadaan dan tanggung jawab sebagai orangtua dan kebanyakan dari mereka justru sangat berbahagia. 

 

B. Pemeriksaan Selama Kehamilan

Idealnya pemeriksaan kehamilan pertama bagi wanita hamil adalah ketika haidnya terlambat sekurang-kurangnya satu bulan. Jika ini dilakukan, keuntungannya adalah bahwa kelainan-kelainan yang mungkin ada atau akan timbul pada kehamilan tersebut lekas diketahui dan segera dapat diatasi, sebelum berpengaruh tidak baik terhadap kehamilan tersebut. 

Pemeriksaan awal yang harus segera dilakukan jika seorang ibu diketahui hamil agar segera mengetahui kondisi janin jika ada kelaian diantaranya adalah sebagai berikut :


1. USG

Sejauh ini, USG merupakan metode yang paling aman digunakan karena tidak menggunakan sinar X tetapi hanya gelombang suara.

Manfaat pemeriksaan USG :

• Mengetahui penyebab terjadinya pendarahan atau keluarnya bercak darah pada awal kehamilan.

• Mengetahui usia janin.

• Mengevaluasi kodisi bayi jika besarnya rahim tidak sesuai dengan usia kehamilan.

• Mengetahui bayi kembar.

• Melihat posisi bayi, misalnya sunsang atau tidak.

• Mengetahui adanya cacat pada bayi serta mengevaluasi kesehatannya.

• Mengetahui jenis kelamin.


2. AMNIOSENTESIS

Cara ini dilakukan dengan mengambil sejumlah cairan yang mengelilingi janin (cairan amnion atau ketuban) dengan menggunakan jarum. Dokter akan memeriksa cairan tersebut untuk mendeteksi adanya kelainan genetic, infeksi dan mengetahui tingkat perkembangan janin.

 

3. TES GENETIK DINI : CVS

Sama halnya dengan amniosentesis, CVS digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan janin. Bedanya jika amniosentesis dilakukan pada usia kehamilan 16 minggu, maka CVS pada usia 8-9 minggu.

Keuntungannya adalah prosedur ini dapat dilakukan sedini mungkin dan lebih menghemat waktu.

CVS memiliki risiko keguguran 2-3 kali lebih besar daripada prosedur amniosentesis. Jadi prosedur ini hanya dilakukan bila sungguh-sungguh diperlukan.

Pada intinya, periksakan kehamilan Anda sedini mungkin. Dokter Anda nanti akan memberi nasihat pemeriksaan apa yang Anda perlukan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar